SMP Persada Bhakti Kota Bekasi Hanya Punya Tiga Siswa Baru, Pihak Sekolah: Cukup Menyakitkan Buat Kami

1 week ago 16

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Di tengah riuhnya penyambutan tahun ajaran baru 2025/2026, suasana berbeda justru tampak di SMP Persada Bhakti, sebuah sekolah swasta yang terletak di Kecamatan Mustikajaya Kota Bekasi.

Gedung sekolah yang biasanya penuh canda tawa siswa, kini tampak lengang. Di salahsatu ruang kelas, hanya ada tiga siswa baru yang duduk berjajar dengan wajah canggung.

Kondisi ini menjadi potret nyata tantangan yang tengah dihadapi banyak sekolah swasta saat ini. Bukan karena kualitas pendidikan yang menurun, melainkan karena semakin ketatnya persaingan dengan sekolah negeri yang kian agresif menarik minat siswa melalui sistem zonasi dan kuota yang lebih terbuka.

Pihak sekolah sejatinya telah melakukan berbagai upaya promosi sejak awal tahun. Spanduk pendaftaran terpampang di pagar sekolah, brosur disebar ke berbagai titik di lingkungan sekitar, bahkan jalur pendaftaran online pun dibuka untuk menjangkau lebih banyak calon siswa.

Namun, semua usaha itu belum mampu mengalahkan daya tarik sekolah negeri. Bagi banyak orangtua, sekolah negeri masih menjadi pilihan utama karena dianggap lebih bergengsi dan tidak membebani biaya pendidikan.

“Tahun ini kami hanya dapat tiga siswa baru. Dua perempuan dan satu laki-laki. Ini penurunan yang cukup menyakitkan buat kami. Tahun lalu masih bisa satu rombel, ada sekitar dua belas siswa yang masuk. Tapi tahun ini sangat drastis turunnya,” kata Humas SMP Persada Bhakti, Irwanto, saat ditemui di lokasi sekolahnya, Senin (21/7).

Irwanto menyebutkan bahwa sebenarnya ada beberapa calon siswa yang sempat membeli formulir pendaftaran. Namun, sebagian besar akhirnya mundur setelah diterima di sekolah negeri.

“Yang ambil formulir sekitar sepuluh orang. Tapi pas MPLS dimulai, yang datang cuma tiga. Waktu kami hubungi orangtua siswa yang batal, mereka bilang anaknya diterima di negeri. Jadi, ya, mereka pindah,” tuturnya.

Ia juga menjelaskan bahwa tren penurunan jumlah siswa baru sudah terasa sejak masa pandemi, namun tahun ini merupakan yang terparah.

“Memang sudah terasa sejak pandemi. Tapi tahun ini paling mencolok. Kalau begini terus, sekolah swasta kecil seperti kami bisa mati pelan-pelan,” kata Irwanto.

Sekolah yang berdiri sejak 2003 lalu ini, pada tahun lalu masih menerima belasan siswa setiap rombel. Namun, pada tahun ini turun drastis.

“Benar, yang masuk hanya tiga siswa tahun ini. Padahal yang daftar itu awalnya cukup lumayan. Tapi begitu MPLS dimulai, yang benar-benar hadir cuma tiga. Sisanya mengundurkan diri,” lanjut Kepala SMP Persada Bhakti, Ai Suratna Sari.

Apa yang dialami SMP Persada Bhakti bukanlah kasus tunggal. Di berbagai wilayah Kota Bekasi, fenomena serupa juga terjadi. Banyak sekolah swasta mengeluhkan kekurangan siswa. Beberapa bahkan terpaksa menutup rombongan belajar karena jumlah murid yang masuk tidak mencukupi.

Setiap tahun, sekolah swasta selalu berada dalam posisi “cadangan” setelah proses PPDB di sekolah negeri selesai. Namun, belakangan sistem zonasi dan kuota tambahan di sekolah negeri membuat peluang siswa untuk diterima menjadi lebih besar, sehingga sekolah swasta semakin tersisih.

“Saya dengar sekolah swasta yang fasilitasnya jauh lebih lengkap dari kami, tahun ini cuma dapat sembilan siswa baru. Itu pun katanya sudah termasuk yang dari jalur prestasi,” ujar Ai.

Namun, meski hanya punya tiga siswa baru, proses belajar mengajar tetap berjalan. Ai justru melihat sisi positifnya. Menurutnya, pengajaran menjadi lebih intensif dan terarah karena guru bisa fokus kepada tiap siswa.

“Kita anggap saja ini seperti pembelajaran privat. Justru siswa jadi lebih diperhatikan. Materi lebih mudah dipahami karena guru bisa langsung menangkap kesulitan siswa secara individu. Kalau di kelas besar kan biasanya anak-anak segan bertanya,” jelasnya.

Meski begitu, Ai tidak memungkiri bahwa kondisi ini juga berdampak pada operasional sekolah

“Jelas berat. Jumlah siswa segini jelas enggak sebanding sama kebutuhan operasional. Tapi kami tetap berusaha bertahan, tetap melayani pendidikan semaksimal mungkin. MPLS tetap dijalankan sesuai aturan pemerintah. Jam belajar juga tetap berjalan normal, dari pukul 07.00 sampai 14.00 WIB,” ungkapnya.

Minimnya jumlah siswa berdampak langsung pada keberlangsungan sekolah. Biaya operasional yang bergantung pada uang SPP dan dana masuk siswa baru menjadi terhambat. Akibatnya, sekolah harus menghemat segala hal, mulai dari gaji guru, kegiatan ekstrakurikuler, hingga pemeliharaan bangunan.

“Kalau pemerintah mau semua anak masuk negeri, ya sekolah swasta makin sulit bersaing. Apalagi kalau rombelnya sampai 50 orang. Pemerintah harusnya lebih meratakan distribusi siswa. Sekolah swasta juga bagian dari sistem pendidikan nasional,” ucapnya. (sur/rez)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |