“Menyapa Warga dengan Nurani: Jalan Pemulihan Kepercayaan Publik di Kota Bekasi”

1 month ago 48

Beranda BekasiCitizen "Menyapa Warga dengan Nurani: Jalan Pemulihan Kepercayaan Publik di Kota Bekasi"

Oleh : Jelita Asti Rahayu (Penulis adalah Candidate Doktor Universitas Brawijaya Kampus Jakarta)

Jelita Asti Rahayu (Penulis adalah Candidate Doktor Universitas Brawijaya Kampus Jakarta)

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kepercayaan publik adalah pondasi dari legitimasi demokrasi. Tanpa kepercayaan, kebijakan yang baik pun bisa kehilangan makna. Inilah yang tengah dihadapi Pemerintah Kota Bekasi setelah terjadinya krisis kepercayaan publik yang dipicu oleh kasus korupsi eks-Wali Kota tahun 2022. Meski indikator administratif seperti Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dan skor Ombudsman menunjukkan perbaikan, namun rasa percaya masyarakat belum sepenuhnya pulih.

Dalam dunia ilmu administrasi publik, pendekatan Strategic Triangle dari Mark Moore (1995) memberi kerangka konseptual yang kuat untuk membaca situasi ini. Tiga elemen utamanya—public value, legitimacy and support, serta operational capacity—harus bekerja sinergis. Inilah saatnya birokrasi Kota Bekasi menyapa warganya denganrelasi antara ketiganya.

Kasus OTT KPK terhadap pemimpin daerah bukan hanya persoalan hukum, tapi merusak trust institutional. Legitimasi formal yang terjaga melalui dokumen dan skor tinggi tidak serta-merta menjamin legitimasi substantif—yakni persepsi keadilan, inklusi, dan integritas. Seperti diingatkan olehmembangun narasi pemulihan yang menyentuh ruang publik secara substantif.

Di balik sistem pelayanan publik yang makin digital, masih ditemukan kelemahan SDM, tumpang tindih sistem data, serta kultur kerja birokrasi yang belum adaptif. Inilah saatnya birokrasi Kota Bekasi menyapa warganya denganditemukan kelemahan SDM, tumpang tindih sistem data, serta kultur kerja birokrasi yang belum adaptif. Evaluasi outcome layanan nyaris absen, padahal kinerja harus berbasis dampak, bukan hanya prosedur.

Studi Hussain, Tipu & Sarker (2025) menunjukkan korupsi memperlemah efektivitas layanan karena menggeser orientasi pelayanan ke kepentingan kelompok. Bekasi perlu merumuskan public value charter sebagai kompas nilai bersama antara warga dan birokrasi. Legitimasi perlu diperkuat lewat transparansi, partisipasi yang otentik, serta komunikasi publik yang membangun narasi kolektif pemulihan. Di sisi kapasitas, investasi pada SDM, integrasi data lintas sektor, serta sistem evaluasi berbasis outcome menjadi keniscayaan.

Seperti ditegaskan Moore (1995), keberhasilan pemerintahan bukan hanya soal “melakukan hal yang benar”, tapi “melakukannya dengan benar bersama masyarakat”. Bukan sekadar efisien, tapi juga bermakna. Bukan hanya digital, tapi juga empatik. Inilah saatnya birokrasi Kota Bekasi menyapa warganya dengan nurani. (*)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |