Tarif Mahal dan Minim Konektivitas Bikin Banyak Jalan Tol Sepi, Pakar Sarankan BPJT Cari Solusi

5 hours ago 9

Beranda Nasional Tarif Mahal dan Minim Konektivitas Bikin Banyak Jalan Tol Sepi, Pakar Sarankan BPJT Cari Solusi

Jalan Tol Manado–Bitung. FOTO: ISTIMEWA

RADARBEKASI.ID, JAKARTA — Sejumlah ruas jalan tol di Indonesia kembali menjadi sorotan akibat rendahnya volume lalu lintas, meski telah beroperasi penuh. Tingginya tarif dan minimnya konektivitas dengan jalur distribusi disebut menjadi faktor utama penyebab sepinya pengguna.

Masalah ini mencuat setelah Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengungkapkan bahwa terdapat 21 ruas jalan tol dengan tingkat trafik di bawah 50 persen dari asumsi yang tercantum dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT). Data tersebut merujuk pada realisasi tahun 2024.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Infrastruktur Strategis (PUKIS), M. M. Gibran Sesunan, menilai akar persoalan justru berada pada tahap perencanaan. Menurutnya, studi kelayakan (feasibility study) yang menjadi dasar pembangunan tol selama ini terlalu optimistis dan tidak realistis terhadap kondisi ekonomi serta pola mobilitas masyarakat.

“Optimisme yang berlebihan membuat proyeksi lalu lintas dalam studi kelayakan tidak sesuai dengan kenyataan. Akibatnya, banyak proyek yang akhirnya merugi dan sulit memenuhi standar pelayanan minimum,” ujar Gibran.

Selain itu, tarif tol yang tinggi turut memperparah rendahnya minat pengguna. Sebagai contoh, tarif kendaraan golongan I di Jalan Tol Manado–Bitung mencapai Rp1.200 per kilometer untuk sekali melintas—angka yang dinilai memberatkan sektor logistik dan transportasi barang. Kondisi serupa juga terjadi di Tol Bengkulu–Taba Penanjung, Krian–Legundi–Bunder–Manyar, Kanci–Pejagan, dan sejumlah ruas lainnya yang dilaporkan sepi pengguna.

Tol-tol yang dibangun dengan orientasi logistik tersebut dinilai belum sepenuhnya memberikan nilai tambah bagi rantai pasok nasional. Padahal, peningkatan akses logistik memiliki peran besar sebagai tulang punggung konektivitas ekonomi dan pendorong pertumbuhan nasional.

Potensi ruas tol eksisting yang belum maksimal ini menunjukkan lemahnya koordinasi dan pengawasan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) di bawah Kementerian PU.

Hingga kini, belum ada langkah konkret untuk menurunkan tarif atau meninjau ulang desain bisnis tol-tol yang gagal menarik pengguna. Kondisi ini berpotensi menjadi “bom waktu” yang mengancam pengembalian investasi dan memperlambat pembangunan proyek tol baru di masa mendatang, hingga terhambatnya pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, Menteri PU Dody Hanggodo menyebut pihaknya tengah mendorong integrasi infrastruktur melalui pendekatan Koridor Logistik Nasional. Namun, langkah tersebut dinilai belum menyentuh akar masalah. Banyak tol baru dibangun tanpa koneksi memadai ke kawasan industri, pelabuhan, atau pusat ekonomi.

“Tanpa integrasi wilayah dan kebijakan pentarifan yang berpihak pada pengguna, pembangunan tol hanya menjadi monumen beton,” ujar Gibran.

Para pengamat menilai, pemerintah perlu segera melakukan audit terhadap BPJT serta meninjau ulang asumsi bisnis dalam proyek jalan tol. Langkah tersebut penting agar investasi triliunan rupiah benar-benar memberikan manfaat ekonomi nyata, bukan sekadar menambah daftar panjang jalan tol yang sepi pengguna. (*)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |