RADARBEKASI.ID, JAKARTA – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberi peringatan akan datangnya musim hujan 2025/2026 datang lebih awal dibandingkan kondisi normal. BMKG memprediksi musim hujan di Indonesia akan berlangsung mulai Agustus 2025 hingga April 2026.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menyebutkan fenomena iklim global turut memengaruhi musim hujan tahun ini.
Agustus 2025, fenomena El Niño–Southern Oscillation (ENSO) berada dalam kondisi netral (indeks –0,34), sehingga tidak ada pengaruh signifikan dari Samudra Pasifik.
BACA JUGA: Rawan Terkena Penyakit, Berikut Tips Jaga Kesehatan di Musim Hujan
Sementara itu, Indian Ocean Dipole (IOD) tercatat dalam kondisi negatif (indeks –1,2), yang menandakan adanya suplai tambahan uap air dari Samudra Hindia ke wilayah Indonesia khususnya bagian barat.
Selain itu, suhu muka laut di perairan sekitar Indonesia lebih hangat (+0,42) dari rata-rata klimatologis, sehingga memicu pembentukan awan hujan lebih intensif. ENSO netral diprediksikan bertahan hingga akhir 2025, sementara IOD negatif diperkirakan berlangsung hingga November 2025.
“Kondisi musim hujan yang maju dari normal memberikan manfaat positif bagi petani untuk menyesuaikan pola tanam lebih dini, guna meningkatkan produktivitas sekaligus mendukung upaya swasembada pangan,” ujarnya.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, musim hujan tahun ini akan berlangsung dari Agustus 2025 hingga April 2026. Puncak hujan diprediksi berbeda di tiap wilayah.
“Dibandingkan dengan rerata klimatologis 1991–2020, awal musim hujan tahun ini cenderung maju di sebagian besar wilayah Indonesia. Musim hujan diprediksi berlangsung dari Agustus 2025 hingga April 2026, dengan puncak hujan yang bervariasi, sebagian besar terjadi pada November–Desember 2025 di Sumatera dan Kalimantan, serta Januari–Februari 2026 di Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua,” jelas Dwikorita.
Dari 699 Zona Musim (ZOM), sebanyak 294 wilayah (42,1%) akan mengalami musim hujan lebih cepat dari biasanya.
September 2025: 79 ZOM, termasuk Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Papua Selatan.
Oktober 2025: 149 ZOM, meliputi sebagian besar Pulau Jawa, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, hingga Papua Tengah.
November 2025: 105 ZOM, mencakup NTB, NTT, Sulawesi Tengah dan Tenggara, Maluku, Papua Barat, hingga Papua.
Sebaliknya, hanya 56 ZOM (8%) yang diprediksi mengalami musim hujan lebih lambat dari normal.
Potensi Banjir dan Longsor
BMKG menekankan bahwa meskipun sifat hujan 2025/2026 mayoritas normal, ada 193 ZOM (27,6%) yang diperkirakan mengalami curah hujan lebih tinggi dari biasanya.
“Dengan kondisi ini, potensi ancaman bahaya hidrometeorologi yang dapat menyebabkan dampak seperti banjir, banjir bandang, genangan air, tanah longsor, dan angin kencang tetap perlu diwaspadai, terutama pada wilayah dengan prediksi curah hujan atas normal,” ujar Dwikorita.
Dwikorita mengimbau agar berbagai sektor segera menyesuaikan diri dengan kondisi ini.
Pertanian: penyesuaian kalender tanam, penggunaan varietas tahan genangan, serta perbaikan irigasi.
Perkebunan: antisipasi kelembaban tinggi dengan pengendalian hama dan pemupukan tepat.
Energi: pengelola waduk diminta mengoptimalkan pengisian sejak awal musim.
Kebencanaan dan kesehatan: kewaspadaan banjir, longsor, serta peningkatan risiko penyakit tropis seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Desember 2025–Januari 2026.
“BMKG telah meningkatkan layanan informasi iklim dan cuaca melalui berbagai kanal, termasuk aplikasi mobile, media sosial, dan jaringan komunikasi langsung dengan pemerintah daerah. Kami berharap informasi ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk perencanaan, mitigasi, dan pengambilan keputusan yang tepat, sehingga dampak ancaman bahaya dapat diminimalkan,” imbuh Dwikorita. (jpc)