RADARBEKASI.ID, BEKASI – Ratusan pelajar tingkat SMP dan SMA di Kabupaten Bekasi mendapatkan edukasi antikorupsi melalui kegiatan Roadshow KPK: Jelajah Negeri Bangun Antikorupsi. Kegiatan ini digagas oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bekasi, Imam Faturochman, menilai kegiatan ini sangat penting dalam membentuk karakter siswa sejak dini.
“Sekolah merupakan tempat awal membangun karakter siswa agar jujur dan berintegritas. Kita semua ingin anak-anak Bekasi tumbuh menjadi generasi yang hebat, pintar, membanggakan, dan tentunya berintegritas,” kata Imam dalam acara yang berlangsung di Gedung Swatantra Wibawa Mukti, kompleks Pemkab Bekasi, belum lama ini.
Ia menegaskan bahwa pencegahan korupsi harus dimulai dari lingkungan sekolah dan keluarga. Salah satu langkah awalnya membiasakan perilaku jujur dan menjauhi tindakan curang.
BACA JUGA: KPK RI Hadir di Botram Bojongmangu, Bupati Teguhkan Komitmen Antikorupsi
“Contohnya mencontek saat ujian, itu juga bagian dari korupsi,” ucap Imam.
Menurutnya, mencontek merupakan bentuk mencuri hak orang lain yang berdampak buruk bagi masa depan siswa. Jika tidak dicegah sejak dini, perilaku curang itu bisa terbawa hingga dewasa.
Imam menjelaskan, Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi telah menjalankan sejumlah program penanaman nilai kejujuran di sekolah, di antaranya melalui kegiatan Kejaksaan Masuk Sekolah, Kantin Kejujuran, serta kerja sama dengan Saber Pungli.
“Jumlah satuan pendidikan di bekasi cukup besar. Semua harus menjadi sekolah yang aman, nyaman, dan bebas dari praktik korupsi,” tegasnya.
Ia merinci, terdapat 657 satuan PAUD, 712 SD negeri, 323 SD swasta, 112 SMP negeri, serta berbagai lembaga pendidikan non-formal yang tersebar di wilayah Kabupaten Bekasi. Seluruhnya menjadi sasaran gerakan membangun budaya antikorupsi.
Sementara itu, Kepala Satuan Tugas Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, Adhi Setyo Tamtomo, mengatakan perilaku koruptif sering bermula dari hal-hal kecil yang dianggap biasa. Karena itu, pendidikan antikorupsi harus dimulai sejak siswa masih duduk di bangku sekolah.
“Berdasarkan survei kami, 44,75 persen siswa di Indonesia pernah mencontek,” ujar Adhi.
Ia menilai mencontek adalah bentuk awal dari mentalitas korupsi yang harus dihentikan. Jika dibiarkan, kebiasaan ini bisa terbawa hingga dewasa dan berkembang menjadi praktik korupsi yang lebih besar.
Adhi juga menyoroti praktik gratifikasi yang kerap terjadi di lingkungan sekolah, termasuk pemberian hadiah dari orang tua kepada guru, meskipun dengan alasan keikhlasan.
“Padahal secara aturan, gratifikasi dilarang diterima oleh pegawai negeri, termasuk guru,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa larangan tersebut telah diatur secara tegas dalam undang-undang. Guru sebagai aparatur sipil negara wajib mematuhi peraturan yang berlaku.
Adhi menyebut, salah satu contoh penerapan budaya antikorupsi bisa dilihat di sekolah-sekolah di Yogyakarta. Di sana, pihak sekolah secara rutin memberikan peringatan kepada orang tua murid agar tidak memberikan hadiah atau bingkisan kepada guru.
“Itu sudah menjadi komitmen bersama, sekolah pasang spanduk besar-besar larangan memberi hadiah,” jelasnya.
Ia berharap budaya seperti itu bisa dicontoh di Kabupaten Bekasi agar sekolah benar-benar bersih dari praktik korupsi.
Adhi menambahkan, pemilihan Kabupaten Bekasi sebagai lokasi sosialisasi didasarkan pada hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) sektor pendidikan. Berdasarkan data KPK, indeks integritas di Bekasi masih belum mencapai standar ideal.
“Nilainya memang belum ideal, tapi bukan yang terendah,” katanya.
Ia menegaskan, kondisi tersebut justru menjadi peluang untuk meningkatkan integritas peserta didik dan lingkungan sekolah. KPK akan terus mendorong kolaborasi dengan pemerintah daerah dalam membangun budaya antikorupsi sejak dini. (and/*)