RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pedagang pasar hingga pelaku usaha kuliner khawatir gelombang protes sopir truk terhadap kebijakan Zero Over Dimension Over Loading (ODOL) akan menghambat rantai distribusi barang, khususnya sayuran.
Dampak aksi demonstrasi sopir truk pada 19 Juni lalu sudah mulai terasa di Bekasi, ditandai dengan naiknya harga cabai hingga daun bawang karena pasokan minim.
Aksi protes terhadap kebijakan nol kelebihan muatan dan dimensi ini kembali berlanjut. Hari ini, Rabu (2/7), unjuk rasa dijadwalkan kembali digelar di Jakarta.
Pedagang dan pelaku usaha kuliner di Bekasi mengkhawatirkan kelangkaan dan kenaikan harga bahan pokok akan terus berulang jika protes ini berlarut-larut.
Sejumlah komoditas mengalami kenaikan harga cukup signifikan. Cabai rawit hijau naik dari Rp30 ribu menjadi Rp45 ribu per kilogram.
Cabai rawit merah naik dari Rp50 ribu menjadi Rp70 ribu. Bawang merah naik dari Rp25 ribu menjadi Rp40 ribu, daun bawang dari Rp10 ribu menjadi Rp15 ribu, kacang panjang dari Rp10 ribu menjadi Rp15 ribu, dan tomat dari Rp10 ribu melonjak menjadi Rp25 ribu per kilogram.
Pedagang di kawasan Pasar Baru Bekasi, Aziz menyampaikan bahwa dampak aksi sopir truk mulai dirasakan satu hingga dua hari setelah demonstrasi. Pasokan sayur seperti cabai dan daun bawang berkurang drastis.
“Itu karena kosong barangnya. Libur dua hari karena nggak ada barang,” katanya, Selasa (1/7).
Pedagang seperti dirinya tidak bisa berbuat banyak lantaran hanya menunggu pasokan barang dari luar daerah. Mendengar masih ada aksi lanjutan sopir truk, salah satu strategi yang bisa dilakukan ialah mempersiapkan barang dagangan lebih banyak dibandingkan biasanya.
“Paling ya stok, kalau nggak gitu harga jadi mahal. Kalau kita kan hanya nerima, tergantung pengiriman dari sana (daerah asal),” tambahnya.
Naiknya harga komoditi utamanya sayur juag dikhawatirkan oleh pelaku usaha Warteg, Tafsir Qosim. Meskipun sudah terbiasa dengan lonjakan harga bahan baku, naiknya harga komoditi beberapa waktu lalu dinilai tidak biasa.
“Bisanya itu kan kalau naik pada item-item tertentu, kalau Minggu kemarin kan semuanya,” ungkapnya.
Meskipun masih tetap bisa menjalankan usahanya, ia khawatir jika hal ini terus berulang. Naiknya harga barang berdampak pada terkikisnya keuntungan pelaku usaha.
“Seperti telur dadar itu kan bahan bakunya daun bawang, kemarin kan pengaruh banget,” ucapnya.
Ia menyebut sejumlah pelaku usaha Warteg telah mengetahui unjuk rasa yang akan dilakukan oleh sopir truk di Jakarta awal Juli ini. Beberapa diantara mereka telah mensiasati naiknya harga berbagai komoditas sayur dengan menambah persediaan, lebih banyak dibandingkan biasanya.
Dalam keterangan resmi yang diterima oleh Radar Bekasi, aksi sopir truk hari ini digelar untuk menolak rencana kebijakan Zero ODOL yang dilakukan secara gegabah, dinilai tidak menyelesaikan akar permasalahan, justru hendak menjadikan supir sebagai tumbal dari kebijakan tersebut.
Penanggung jawab aksi, Ika Rostianti menyampaikan bahwa pemerintah dan DPR seperti hendak menutup mata bahwa supir adalah pihak yang paling dirugikan dalam rantai produksi.
“Karena merekalah yang sesungguhnya paling meresikokan keselamatannya, dan harus siap dipersalahkan bahkan dikriminalkan. Para sopir/pengemudi sesungguhnya telah dan sedang mengalami opresi struktural dan relasi kuasa yang tidak seimbang dalam sistem ekonomi republik ini,” ungkapnya.
Kencangnya wacana Zero ODOL ini kata Ika, seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola industri dan ekosistem transportasi nasional sebagaimana yang dikehendaki oleh Presiden Prabowo Subianto. Sayangnya, para pembantu presiden justru gagal menerjemahkannya, tercermin dari upaya menempatkan supir sebagai pihak yang patut dipersalahkan.
Selain sistem ekonomi yang Kooptatif, budaya koruptif di lingkungan aparatur negara membuat ODOL marak seperti penegakan hukum yang tebang pilih. Pemeriksaaan kendaraan di karoseri dan uji Kelayakan Kendaraan Bermotor (KIR) sudah dinyatakan lolos, namun ketika truk sudah dioperasikan malah ditindak oleh aparat
penegak hukum. Berikutnya ialah premanisme yang merajalela, menambah berat beban supir. Keberadaan preman ini disebut telah diketahui oleh negara, tetapi diabaikan bahkan secara sengaja diberi ruang untuk tumbuh.
“Alasan-alasan di atas memberikan gambaran bahwa problematika praktik ODOL di industri transportasi kita merupakan isu struktural yang melibatkan opresi ekonomi struktural, ketimpangan relasi kuasa dalam rantai transportasi, ketidak-adilan kebijakan dan penegakan hukum serta carut-marut regulasi, dan menempatkan kalangan sopir/pengemudi sebagai pihak yang paling layak dipersalahkan bahkan dikriminalkan,” ujar Ika yang juga Ketua Umum RBPI.
Ia mengingatkan bahwa kebijakan Zero ODOL yang dilaksanakan secara gegabah akan menambah pengangguran di Indonesia ditengah lesunya situasi ekonomi global dan nasional. Selain itu, berpotensi mematikan ekosistem ekonomi transportasi yang menjadi penyumbang signifikan PDB dan penopang utama sektor manufaktur dan pangan, sebagian besar barang yang diangkut berasal dari sektor UMKM.
Setidaknya ada 500 sopir dan butuh transportasi yang tergabung dalam Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI) dan beberapa organisasi pengemudi seperti Aliansi Perjuangan Pengemudi Nusantara (APPN), Konfederasi Sopir Logistik Indonesia (KSLI), Asosiasi Sopir Logistik Indonesia (ASLI) dan Aliansi Pengemudi Angkutan Barang Indonesia (APABI) akan menggelar aksi damai nasional di Jakarta.
“Kami memohon maaf dan permakluman dari khalayak luas yang barangkali akan terdampak dari aksi nasional tersebut,” ucapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat, Siti Qomariyah, menyatakan bahwa aksi sopir truk berdampak langsung terhadap pasokan dan harga sayuran serta buah di Pasar Induk Cibitung.
“Tentunya otomatis ini berdampak ke harga sayuran dan buahan di Jawa Barat, yang memang pasokannya dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur,” ujar perempuan yang akrab disapa Siqom ini, Rabu (25/6).
Siqom menambahkan, jajaran Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat akan melakukan peninjauan langsung ke sejumlah pasar untuk memantau perkembangan harga sayur dan buah.
“Mudah-mudahan kami bisa berinteraksi dengan para pedagang dan menetralkan kembali harga-harga yang saat ini melonjak karena adanya keterlambatan pasokan,” tuturnya. (sur/pra)