RADARBEKASI.ID, BEKASI – Suasana haru dan penuh emosi mewarnai penertiban ratusan bangunan liar (bangli) di Kampung Pulo Timaha Desa Babelan Kota Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi, Rabu (9/7). Tangis anak-anak hingga orangtua pecah saat alat berat mulai merobohkan bangunan rumahnya. Teriakan histeris terdengar dari warga yang kecewa karena tempat tinggal dan sumber penghidupan mereka dibongkar petugas.
Sebelum proses eksekusi, sejumlah anak perempuan dan warga dewasa sempat bertahan di dalam bangunan. Namun, akhirnya mereka berhasil dibujuk keluar oleh petugas Satpol PP.
Penertiban ini menyasar 420 bangunan yang selama ini difungsikan sebagai tempat tinggal maupun usaha. Mulai dari salon, agen sembako, warung kelontong, hingga rumah makan gabus pucung yang cukup dikenal, Rumah Makan (RM) Haji Nijar.
Muhammad Suhendra (35), pemilik RM Haji Nijar, merupakan generasi penerus usaha kuliner tersebut. Ia telah tinggal di lokasi sejak kecil dan mewarisi usaha dari kakek buyutnya. RM Haji Nijar menyajikan beragam menu khas Betawi, seperti gabus pucung, pecak, ayam goreng kampung, dan lainnya. Rumah makan ini bahkan pernah dikunjungi sejumlah pejabat negara.
“Dulu pernah Ibu Iriana Jokowi, Haji bolot, Bupati lama Neneng Hasanah Yasin. Rumah makan saya ya untuk melestarikan budaya Betawi juga. Bahkan sampai Jakarta juga dikenal,” ucap Suhendra kepada Radar Bekasi, Rabu (9/7).
Kini, bangunan rumah makannya telah rata dengan tanah. Suhendra mengaku tidak menolak penertiban, namun menilai pelaksanaannya tidak adil alias tebang pilih. Ia mempertanyakan dasar penggusuran, sebab kawasan Kali Pulo Timaha disebutnya tidak pernah banjir dan alirannya tidak menyempit.
“Yang lebih parah ada, arah mau Kedawung, perempatan, itu juga bangunan liar. Malah lebih parah penyempitannya. Bahkan kalinya sudah kayak got, kenapa yang di situ enggak kena. Yang saya tekankan bukannya menolak digusur, tapi penggusuran ini tebang pilih,” tegasnya.
Suhendra berharap ada perhatian terhadap para pekerja di rumah makannya yang kini kehilangan mata pencaharian akibat penertiban tersebut. Hingga saat ini, ia mengaku belum memiliki lokasi pengganti untuk kembali membuka usaha kuliner khas Betawi miliknya.
Sementara itu, Masripah Nainggolan (40), pemilik salon kecantikan, mengaku bangunan usahanya bukan bangunan liar dan tidak mengganggu lalu lintas di sekitar Jalan Pulo Timaha. Ia mengklaim telah membeli tanah tersebut secara sah dari seorang warga bernama Hadi, dengan disaksikan oleh RT dan perangkat Desa Babelan Kota.
“Memang dia bilangnya tanah pemerintah, hak pakai. Dulu beli tanah kena Rp60 juta. Kita bangun sendiri hanya tanah saja. Kita bangun habis Rp100 juta sama pasang PLN dan PAM,” tutur Masripah.
Sejak awal, Masripah mengetahui tanah itu milik pemerintah dan hanya menerima surat hak pakai. Namun, setelah menerima Surat Pemberitahuan Tahap 1 hingga 3, pihak RT, RW, dan desa mendadak tidak bisa lagi dihubungi. Ia pun kaget saat mengetahui bangunannya akan dibongkar.
“Mereka (RT RW Desa) hanya mencari untung, kita jadi korban. Kita dijanjikan kemarin, 17 tahun baru digusur, makanya kita mau beli. Kita juga tau ini tanah pemerintah. Kalau memang ini mau dibangun untuk kepentingan bersama, kita siap aja digusur, tapi kan kita bertanya mau dibangun apa, tapi gak ada jawaban sama sekali,” terangnya.
Atas pembongkaran ini, keduanya berharap adanya kompensasi yang diberikan baik oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat maupun Pemerintah Kabupaten Bekasi. Warga juga meminta agar Gubernur Jawa Barat Dedy Mulyadi datang ke lokasi untuk melihat apakah bangunan rumah dan usaha milik warga menyalahkan aturan dan menyebabkan banjir.
“Kalau memang benar kemarin itu dari kerjanya pak KDM, kita ingin KDM lihat kesini situasi bahwa kita ini tidak melanggar peraturan yg dibilang itu. Kita meminta kemarin pak KDM tolong perhatikan kami. Maksud kita dilihat dulu disini, apakah benar-benar menganggu lalu lintas umum,” katanya.
BACA JUGA:https://radarbekasi.id/2025/07/08/penyerahan-sp3-bangli-picu-ketegangan-di-pulo-timaha-babelan/
Terpisah, Kepala Satpol PP Kabupaten Bekasi, Surya Wijaya, menjelaskan bahwa proses penertiban dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, Denpom, Garnisun, dan instansi terkait lainnya. Total ada 486 personel yang dikerahkan, didukung 12 alat berat jenis beko.
“Rata-rata bangunan permanen dan semi permanen yang kita tertibkan. Mereka berada di bantaran sungai atau di atas saluran irigasi. Sejauh ini tidak ada penolakan warga,” ucap Surya.
Ia menegaskan bahwa tidak akan ada kompensasi dari Pemerintah Kabupaten Bekasi, karena seluruh bangunan yang dibongkar terbukti berdiri di atas lahan yang melanggar aturan, yakni di garis sepadan sungai dan jalan.
“Tidak ada kompensasi. Jumlah bangunan yang kami tertibkan 425 unit. Kalau di seluruh Kabupaten Bekasi jumlahnya ribuan, tentu tidak mungkin dianggarkan. Mereka jelas melanggar aturan,” tandasnya.(ris)