Beranda BekasiCitizen Reformasi Layanan Adminduk Jakarta: Dari Lonjakan Kepuasan hingga Tantangan Ketahanan Layanan Digital
Oleh: Vivin Gunawan, S.STP., M.A., AK.,Ca (Candidate Doktor Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya Jakarta)

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Transformasi layanan administrasi kependudukan (adminduk) di DKI Jakarta menjadi contoh nyata keberhasilan reformasi birokrasi daerah. Sejak 2020, indeks kepuasan masyarakat melonjak drastis dari 70 menjadi 96,90, bahkan mencapai 99,80 pada 2023. Capaian ini bukan sekadar angka, melainkan bukti perbaikan nyata melalui inovasi layanan seperti “Alpukat Betawi,” layanan drive-thru, PeDeKaTe, dan platform daring lainnya yang mempermudah warga mengurus dokumen kependudukan dengan cepat dan transparan.
Namun, di balik lonjakan capaian tersebut, muncul tantangan baru dalam menjaga konsistensi mutu layanan adminduk. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kini dihadapkan pada fase “plateau,” di mana kenaikan kualitas tidak lagi linear, dan risiko stagnasi mengintai jika tidak ada strategi retensi kualitas yang adaptif dan berkelanjutan.
Jakarta berhasil memperluas cakupan layanan hingga mencapai 100% pada penerbitan dokumen seperti KTP, Kartu Keluarga, akta kelahiran, dan akta kematian sejak 2022. Rasio kepemilikan akta nikah juga naik dari 61,52% pada 2020 menjadi 89,18% pada 2024. Hal ini menunjukkan efektivitas program layanan, transformasi digital, dan efisiensi waktu yang didorong dengan prinsip transparansi dan partisipasi masyarakat.
Layanan “Alpukat Betawi” menjadi inovasi kunci yang memungkinkan warga mengakses berbagai layanan administrasi kependudukan secara online, meminimalisasi tatap muka, dan mempercepat penerbitan dokumen hingga pengiriman langsung ke rumah. Bersamaan dengan itu, aplikasi “Jakarta Mendata Warga” memberdayakan RT/RW dalam pendataan warga non-permanen, memperkuat akurasi data kependudukan secara partisipatif.
Meskipun capaian teknis tinggi, terdapat gap normatif dalam kebijakan RPJMD DKI Jakarta yang belum mengantisipasi risiko stagnasi kualitas layanan. Tantangan seperti literasi digital masyarakat yang belum merata, integrasi sistem aplikasi, dan potensi overload sistem digital perlu diantisipasi agar kualitas layanan tidak menurun.
Selain itu, tingginya ketergantungan pada sistem digital menuntut adanya perencanaan kontinjensi agar pelayanan tetap berjalan saat terjadi gangguan sistem. Ke depan, Jakarta perlu mengubah orientasi pelayanan dari sekadar mengejar target angka menjadi menjaga keberlanjutan kualitas layanan publik berbasis nilai publik dan keterlibatan masyarakat.
Untuk menghadapi tantangan ketahanan mutu layanan, pendekatan Total Quality Management (TQM) dan New Public Service (NPS) menjadi solusi strategis. TQM akan membantu Jakarta menjaga standar mutu pelayanan melalui siklus PDCA, audit mutu rutin, dan pembentukan unit manajemen mutu internal. Sementara itu, NPS menekankan pentingnya keterlibatan warga sebagai mitra, melalui forum diskusi publik, citizen innovation lab, dan fitur feedback di aplikasi layanan seperti “Alpukat Betawi” agar layanan tetap relevan dan berorientasi pada kebutuhan warga.
Integrasi kedua pendekatan ini dapat membantu Jakarta menciptakan layanan adminduk yang tidak hanya cepat dan efisien, tetapi juga bermakna secara sosial dan berkelanjutan. Ini akan memperkuat legitimasi sosial layanan publik, membangun rasa kepemilikan masyarakat, dan memastikan keberlanjutan transformasi layanan adminduk di era digital.
Jakarta telah menunjukkan bagaimana reformasi layanan administrasi kependudukan dapat membawa lompatan signifikan dalam kualitas layanan publik. Namun, menjaga keberlanjutan mutu layanan di fase performa tinggi memerlukan strategi baru, dengan memadukan prinsip TQM dan NPS sebagai kerangka kerja perbaikan berkelanjutan dan partisipasi warga.
Dengan langkah ini, Jakarta bukan hanya mempertahankan capaian layanan publik, tetapi juga menjadi model bagi daerah lain dalam menyelenggarakan layanan publik yang inklusif, efisien, dan responsif di era digital.(*)