
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Suasana di aula Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Profesi (Pusdiklatbangprof) Kementerian Sosial, Jakarta, Selasa (19/8) itu terasa berbeda. Ratusan guru dan kepala Sekolah Rakyat duduk rapi, menyimak setiap kalimat yang keluar dari Menteri Sosial Saifullah Yusuf, atau yang akrab disapa Gus Ipul.
Di tengah canda dan senyum yang sesekali mencairkan forum, terselip kabar yang cukup mengejutkan: sebanyak 9 persen guru Sekolah Rakyat memilih mundur dari tugasnya. Dari 1.469 guru yang lolos seleksi, ada 143 orang yang memutuskan untuk tak melanjutkan panggilan pengabdian.
“Alasannya kita tidak tahu pasti. Tapi dugaan kami, karena penempatan yang jauh dari tempat asal mereka,” ujar Gus Ipul dengan nada sedikit menyayangkan.
Meski jumlah itu tidak sedikit, pemerintah memastikan tidak ada gangguan berarti. Sebab, guru-guru yang mundur tersebut sejatinya baru ditugaskan di 23 sekolah yang proses pembelajarannya belum dimulai.
“Penggantinya sudah ada. Dari 900 guru yang sedang kami siapkan saat ini,” kata Gus Ipul, memberi ketenangan bagi para kepala sekolah yang sempat khawatir.
Guru-guru cadangan itu nantinya tak hanya menggantikan posisi kosong, tapi juga akan mengisi 65 Sekolah Rakyat baru yang akan beroperasi mulai September 2025. Tambahan sekolah itu berarti akan ada sekitar 6.100 siswa baru dengan 248 rombongan belajar. Hingga akhir September, jumlah Sekolah Rakyat dipastikan menyentuh 165 sekolah di berbagai daerah.
Misi para guru Sekolah Rakyat bukanlah sekadar mengajar. Mereka dihadapkan pada kondisi riil anak-anak dari keluarga rentan. “Masih ada murid SMA yang belum bisa membaca. Ada pula anak-anak yang masih mengompol,” ungkap Gus Ipul, yang disambut tawa kecil dari peserta.
Namun di balik candanya, tersimpan pesan serius: pekerjaan ini membutuhkan kesabaran, ketulusan, dan keteguhan hati. Guru-guru diingatkan agar selalu menjaga lingkungan pendidikan yang aman dari segala bentuk perundungan maupun kekerasan.
Kerja sama dengan wali asrama dan wali asuh pun ditekankan, sebab sebagian besar siswa Sekolah Rakyat tinggal di asrama yang membutuhkan pengawasan ekstra.
Selain membicarakan tantangan guru, Gus Ipul juga memperkenalkan sesuatu yang menjadi simbol kebanggaan baru: seragam almamater Sekolah Rakyat.
Dengan warna merah marun menyala, lengkap dengan baret senada, almamater itu sekilas mengingatkan pada seragam pasukan elit Kopassus. Di dada kiri, tersemat pin berlogo Sekolah Rakyat, sementara di dada kanan, tercetak nama siswa.
“Yang saya gunakan ini contoh. Inilah almamater siswa Sekolah Rakyat,” ujarnya sambil memperlihatkan jas merah marun di hadapan peserta.
Tak hanya almamater, siswa Sekolah Rakyat akan dibekali delapan jenis seragam: mulai dari seragam harian (SD, SMP, SMA), seragam pramuka, olahraga, pesiar, jas almamater, batik khas Sekolah Rakyat, batik nasional, hingga seragam laboratorium.
Pengunduran diri sebagian guru tentu meninggalkan catatan tersendiri. Namun semangat untuk memperluas akses pendidikan bagi anak-anak kurang beruntung tetap menjadi prioritas.
“Jangan khawatir tidak punya masalah, bapak-ibu. Ada aja pokoknya,” kata Gus Ipul sambil tersenyum, seolah menyiratkan bahwa perjalanan membangun Sekolah Rakyat memang tak pernah mudah, namun selalu layak diperjuangkan.
Di balik angka, seragam merah marun, dan tawa ringan itu, ada satu pesan yang ingin ditegaskan: pendidikan adalah jalan panjang, dan Sekolah Rakyat hadir sebagai lentera bagi mereka yang nyaris kehilangan cahaya. (wan/jp)