Pengamat Sosial Minta Pemerintah Gunakan Data Lebih Akurat untuk Cegah Penyalahgunaan Bansos

1 month ago 24

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Lebih dari 600 ribu penerima bantuan sosial (bansos) terindikasi bermain judi online (judol). Hal ini menunjukkan bahwa judi online telah menjangkiti hampir semua kalangan masyarakat. Pada kuartal I 2025, 71 persen pemain judol berpenghasilan di bawah Rp5 juta per bulan, naik dari 70,7 persen pada 2024.

Berdasarkan laporan hasil analisis dari PPATK, dari 9 juta lebih pemain Judol 600 ribu diantaranya tercatat sebagai penerima bansos. Sebanyak 228 ribu sudah dicoret dari daftar penerima bansos pada triwulan kedua, Kementerian Sosial masih mendalami 375 ribu nama lagi untuk ditindaklanjuti dalam penyaluran Bansos pada triwulan ketiga nanti.

Penerima bansos yang terindikasi bermain Judol paling banyak di Provinsi Jawa Barat. Selain itu ada beberapa kota dan kabupaten besar yang di daftar penerima bansos yang terindikasi bermain Judol seperti Kabupaten Bogor, Banyumas, Surabaya, hingga Jakarta Pusat.

Pengamat Sosial dan Dosen Institut Bisnis Muhamadiyah (IBM) Bekasi, Hamludin menyampaikan bahwa judol dan pinjol menyasar hampir semua kalangan masyarakat berdasarkan kelompok usia maupun pendapatan, terutama mereka yang menggunakan telepon pintar. Promosi dalam bentuk iklan masif di berbagai platform media sosial hingga game online, mudah ditemukan saat berselancar di internet.

Penggunaan tehnologi informasi yang masif, serta infrastruktur internet yang memadai menjadi ancaman di tengah masyarakat perkotaan termasuk Bekasi.

“Masyarakat perkotaan itu kan masalah seriusnya ini, masalah Judol. Saya pikir memang masyarakat perkotaan yang kental dengan tehnologi informasi, karena memang pengguna internet paling besar ya di kota-kota metropolitan,” katanya, Senin (11/8).

Paparan judol dan pinjol membuat mental masyarakat berubah, ingin mendapat keuntungan atau memiliki uang dengan jumlah banyak dan cepat. Situasi ini berpotensi semakin buruk pada usia remaja, saat berhadapan dengan sulitnya mencari pekerjaan, belum lagi konten media sosial yang kerap menampilkan kemewahan merangsang mereka untuk bergaya hidup mewah.

Sasaran empuk judol dan pinjol ini kata Hamludin, masyarakat yang aktif menggunakan tehnologi informasi serta masyarakat ekonomi rendah. Berharap mendapatkan tambahan uang lewat judol.

Meskipun kata dia, beragam dampak negatif dari judol ini telah banyak diketahui masyarakat. Mulai dari jeratan pinjol, perceraian, hingga yang paling fatal menimbulkan seseorang putus asa.

Fenomena ini menambah pekerjaan rumah pemerintah selain persoalan bansos yang tidak tepat sasaran.

“Tidak tepat sasaran itu adalah masalah serius, apalagi dimanfaatkan untuk hal-hal negatif. Padahal pemerintah menyediakan itu sebagai supporting ketahanan ekonomi keluarga,” ungkapnya.

Dalam pemberian bansos, Hamludin menyampaikan bahwa pemerintah mesti mulai menggunakan skema pemberdayaan ekonomi. Dimana bantuan yang diberikan oleh pemerintah ditujukan untuk mendukung kemandirian masyarakat yang selama ini belum sepenuhnya dilakukan.

Penggunaan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai pengganti Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) diharapkan dapat membuat penyaluran bansos lebih tepat sasaran, serta menyajikan strategi pemberdayaan ekonomi setiap kepala keluarga. Dengan kata lain, data yang diproduksi tidak hanya menghasilkan jumlah warga miskin.

“Kita harapkan juga dengan data base itu kemudian potensi ekonomi itu bisa dimunculkan di setiap rumah tangga,” ucapnya.

Menurutnya, langkah tegas mengeluarkan penerima Bansos yang terbukti bermain judol sah dilakukan oleh pemerintah prosesnya berjalan secara terbuka dan transparan. Langkah ini dinilai akan membuat semakin banyak warga yang terlindungi dengan cara mengalihkan kepada warga lain yang berhak menerima Bansos.

“Ketegasan itu harus diambil oleh pemerintah kalau memang benar-benar terbukti. Karena kalau dibiarkan justru akan semakin menjalar,” tambahnya.

Jumlah warga yang masuk sebagai penerima Bansos di berbagai daerah termasuk Kota Bekasi secara periodik terkoreksi.

Desember 2024, jumlah kepala keluarga di Kota Bekasi yang terdaftar dalam DTKS tercatat sebanyak 906 ribu lebih, 526.636 diantaranya menerima bantuan sosial berupa PKH, BPNT, maupun BPJS PBI. Jumlah tersebut menyusut pada bulan Juni 2025, dimana jumlah KK yang terdaftar di DTKS tercatat sebanyak 886.184 KK, hak yang sama terjadi pada KK penerima Bansos dimana tercatat 514.797 penerima PKH, BPNT, hingga BPJS PBI.

Koordinator PKH Kota Bekasi, Usep Satriana menyampaikan bahwa data penerima bansos khusunya PKH selalu bergerak setiap tiga bulan. Dimana terdapat KK yang masuk sebagai penerima Bansos dan ada KK yang keluar dari daftar penerima bansos lantaran pindah tempat tinggal atau kondisi ekonominya telah membaik dibandingkan sebelumnya.

“Memang pasti ada penurunan, ada juga penambahan. Jadi kalau data itu berubahnya dinamis, setiap triwulan pasti ada perubahan,” katanya.

Terkait dengan penerima bansos yang terindikasi bermain judol, Usep menyampaikan bahwa selama ini belum pernah menerima laporan fenomena ini dari para pendamping PKH di Kota Bekasi.

“Kalau ada atau tidaknya saya tidak bisa garansi ya, tapi sejauh ini saya belum pernah dapat laporan dari teman-teman,” ucapnya.

Meskipun demikian kata dia, para pendamping PKH di Kota Bekasi selalu memberikan edukasi kepada KPM, mulai dari penggunaan uang Bansos hingga bahaya penipuan online atau scam yang menyasar rekening mereka.

Total ada 102 pendamping PKH di Kota Bekasi, edukasi kepada penerima Bansos disampaikan pada setiap pertemuan.

“Disitulah ajangnya para pendamping melakukan edukasi. Macam-macam, seperti ATM tidak boleh dipindah tangankan, terkait kejahatan siber, judol, pinjol itu teman-teman memberikan edukasi kepada masyarakat yang menerim bansos,” paparnya.

Menurut Usep, masyarakat mesti terus diedukasi termasuk mereka yang menerima bansos. Ia menyampaikan bahwa pemerintah telah menggelontorkan berbagai macam bantuan kepada masyarakat, bantuan-bantuan tersebut tidak akan berdampak jika tidak digunakan dengan baik.

“Karena Bansos ini kan sifatnya sementara, kemudian masyarakat ini diharapkan berdaya selamanya. Jadi masyarakat yang menerima Bansos ini harus mulai berfikir bahwa bansos itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya supaya justru meningkatkan taraf hidup,” tambahnya.

Saat ini kata dia, pemerintah tengah fokus pada pemberdayaan ekonomi KPM penerima bansos. Selama ini pembedayaan tersebut juga telah berjalan, sehingga ekonomi KPM yang sebelumnya menerima bansos meningkat. (sur)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |