Laris Manis Akar Bahar di Kali Abang Tengah

4 weeks ago 32

AKAR BAHAR: Muksin (43) penjual akar bahar saat ditemui di kiosnya di Kali Abang Tengah, Bekasi Utara, Senin (18/8). RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Di tengah deretan kios kecil di Kali Abang Tengah Kecamatan Bekasi Utara, ada satu lapak sederhana yang tak pernah sepi dari pembeli yang datang dengan rasa penasaran.

Di sanalah Muksin (43), seorang pedagang aksesoris, menawarkan benda hitam legam yang tampak seperti kayu tua namun sebenarnya adalah bagian dari hewan laut yang eksotis akar bahar.

Sekilas, benda ini tampak biasa saja. Namun di balik bentuknya yang menyerupai gelang atau tongkat sederhana, tersimpan nilai yang lebih dari sekadar keindahan.

Ia dipercaya memiliki khasiat kesehatan hingga kekuatan spiritual, menjadikannya buruan kolektor dan pencinta benda bertuah dari berbagai penjuru.

BACA JUGA: Kisah Wasmo, Penghuni Rumah Kontrakan yang Nyaris Ditelan Bumi: Sebulan Rp250 Ribu, Hidup Nyaris Tanpa Tetangga

Meski dinamakan akar, akar bahar sebenarnya bukan tumbuhan. Ia adalah sejenis koloni laut dari kelompok Anthozoa kerabat dekat karang dan ubur-ubur yang hidup di dasar laut dalam, khususnya di perairan timur Indonesia seperti Papua dan Ambon.

Karena keberadaannya yang langka dan proses pengolahannya yang rumit, tak heran jika harga akar bahar bisa melonjak tinggi.

“Harganya macam-macam. Yang biasa dipakai harian bisa Rp60 ribu, tapi yang dicari kolektor bisa sampai Rp1,5 juta,” ungkap Muksin, sambil memperlihatkan beberapa gelang dengan guratan alami yang unik di permukaannya.

Menurut penuturan Muksin, akar bahar dipercaya memiliki khasiat untuk melancarkan peredaran darah. Dalam tradisi turun-temurun, benda ini kerap digunakan sebagai alat terapi alternatif, digesekkan ke tubuh dengan minyak urut untuk menghilangkan ‘angin’ dan ‘racun’ dalam tubuh.

Namun, lebih dari itu, akar bahar juga diyakini menyimpan kekuatan spiritual. Beberapa kolektor percaya benda ini mampu menangkal energi negatif, menyerap aura buruk, hingga menjadi simbol perlindungan diri dalam tradisi adat tertentu.

“Ada yang pakai buat jimat, ada juga yang cuma suka bentuknya aja. Tapi kebanyakan datang karena percaya khasiatnya,” ujar Muksin.

Tak hanya menjual, Muksin juga turut serta dalam proses pembentukan akar bahar menjadi aksesoris bernilai seni tinggi. Prosesnya pun unik. Akar bahar harus dipanaskan terlebih dahulu agar lentur, baru kemudian dibentuk sesuai keinginan. Ia menyebutkan, saat terkena air laut, akar bahar bisa “mekar” sendiri sebelum kembali ke bentuk semula fenomena alami yang membuat benda ini terasa “hidup”.

“Jualan ini bukan cuma cari untung. Saya merasa kayak lagi rawat warisan juga. Biar anak-anak muda tahu, benda begini itu punya sejarah dan nilai budaya,” katanya menutup percakapan.

Di tengah gempuran modernitas, akar bahar menjadi pengingat bahwa alam laut Nusantara tak hanya menyimpan keindahan, tetapi juga cerita tentang penyembuhan, kepercayaan, dan identitas budaya yang terus hidup dari generasi ke generasi. (rez)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |