Beranda Metropolis KPK: 8.400 Calon Jamaah Haji Reguler Terimbas Kasus Korupsi Kuota Haji

RADARBEKASI.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuka dugaan praktik korupsi, terkait pengelolaan kuota tambahan haji di era Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Persoalan tersebut dinilai tidak hanya merugikan negara, tetapi juga langsung dirasakan calon jamaah haji yang masa tunggunya menjadi lebih panjang. Pasalnya dari temuan KPK, sekitar 8.400 jamaah haji reguler terdampak akibat dugaan penyimpangan ini.
Dikutip dari JawaPos, juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan kerugian terbesar bukan semata-mata dari aspek keuangan negara, tetapi justru menimpa jamaah haji reguler, yang berdampak pada waktu tunggu para jamaah haji.
“Bicara kerugian umat ya terkait dengan waktu tunggu ini bisa dibilang menjadi salah satu dampak yang cukup masif ya, karena kalau kita lihat hitungannya artinya ada 8.400 kuota yang digeser ya kan dari yang seharusnya reguler ke khusus ya,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/8/2025).
BACA JUGA: PBNU Diminta Bersikap Tegas Dukung KPK Usut Dugaan Korupsi Haji
Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota tambahan semestinya dibagi 92 persen untuk jamaah reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus. Namun, praktik di lapangan justru menunjukkan pergeseran yang janggal, yakni pembagian kuota menjadi setara 50:50.
Hal ini berdampak pads, kuota reguler yang seharusnya minimal berjumlah 18.400 justru menyusut menjadi 10.000. Sebaliknya, kuota khusus yang semestinya hanya 8 persen atau sekitar 1.600, justru melonjak hingga 10.000.
“Artinya kuota reguler ini berkurang 8.400 ya dimana 8.400 ini kan bergeser ke kuota khusus ya, artinya ada jamaah-jamaah yang kemudian antreannya juga digeser, yang seharusnya berangkat menggunakan kuota reguler di tahun ini misalnya begitu, karena kemudian ada kuota khusus ya kan maka bisa berdampak pada pergeseran keberangkatan itu juga,” terang Budi.
KPK menduga kebijakan diskresi yang digunakan dalam penggeseran kuota haji tersebut berpotensi menimbulkan dua kerugian sekaligus, yakni terhadap keuangan negara serta pada aspek sosial berupa penambahan masa tunggu jamaah haji.
“Artinya itu ada dampak juga yang ditimbulkan dari adanya diskresi penggeseran ini, tentu selain dengan kerugian keuangan negara yang menjadi fokus dari penanganan perkara ini juga,” tambahnya.
Lebih jauh, Budi mengungkapkan bahwa penyidik KPK kini tengah meneliti seluruh dokumen dan keterangan saksi yang terkait. Salah satu yang diperiksa adalah Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang mengatur skema pembagian kuota tambahan haji.
Penyidik juga berusaha memastikan apakah kebijakan penggeseran kuota ini murni instruksi dari level atas atau hanya inisiatif di level bawah. Hingga kini, KPK belum mengumumkan pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
“Sehingga dilakukan pengeseran dari kuota dengan total 20.000 yang seharusnya seluruhnya jika kita mengacu pada tujuan dari pemberian kuota tambahan oleh pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia adalah untuk memangkas waktu tunggu atau memangkas antrean ibadah Haji maka sepatutnya kuota tersebut adalah seluruhnya untuk reguler,” jelasnya. (cr1)