Beranda Metropolis Kisah Sagino saat Banjir Melanda Kota Bekasi: Sekeluarga Bertahan di Atap Sekolah

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sepekan lalu, sebagian besar wilayah Kota Bekasi terendam banjir. Kala itu, tak sedikit peristiwa tragis menimpa warga. Salah satunya yang menimpa Sagino, petugas kebersihan SMAN 21 Bekasi. Seperti apa kisahnya?
Dini hari itu, Selasa (4/3), Sagino (21) baru saja selesai sahur ketika air mulai merembes masuk ke dalam sekolah. Sebagai petugas kebersihan di SMAN 21 Bekasi, ia terbiasa menghadapi genangan saat musim hujan. Namun kali ini berbeda.
Dalam hitungan menit, air terus naik, mengancam nyawa Sagino dan lima orang lainnya yang terjebak di dalam sekolah.
BACA JUGA: Sekitar Stasiun Bekasi Sering Macet Parah, Warga Harap Pemerintah Segera Bangun Flyover
Di dalam gedung, Sagino bersama istrinya, Sri Yumairini (56), dan anaknya, Ema Nur Aisyah (13), hanya bisa saling berpegangan. Kepala Sekolah Mohammad Ilyas, serta dua petugas keamanan, Dani dan Sayadi, juga ikut terjebak. Mereka mencari perlindungan di ruang kelas 12, berharap air tidak akan naik lebih tinggi.
Namun harapan itu sirna. Air terus merangsek masuk, menenggelamkan lantai, meja, dan kursi yang mereka susun sebagai pijakan.
Dalam kepanikan, Sagino berpikir cepat. Ia meraih sebuah galon kosong dan menyerahkannya kepada Kepala Sekolah Ilyas.
“Pak, pegang ini. Apa pun yang terjadi, jangan dilepas!” katanya, mengenang peristiwa itu saat ditemui di SMAN 21 Bekasi, Selasa (11/3).
Ia lalu mengikat anaknya ke kusen dengan kabel, sementara istrinya berpegangan di atas meja. Namun, meja mulai goyah, dan air terus naik. Dengan sisa tenaga, mereka harus mencari cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi.
Menjebol Plafon, Naik ke Atap
Sagino meraba-raba plafon di atasnya, lalu dengan sekuat tenaga berusaha menjebolnya. Namun, ada baja ringan yang menghalangi. Ia meminta bantuan Dani dan Sayadi.
BACA JUGA: Jembatan Darurat Kemang Pratama Sudah Tersambung, tapi Belum Bisa Dilintasi, Ini Sebabnya
Bersama-sama, mereka menggunakan genteng sebagai alat pemukul hingga akhirnya rangka baja itu putus.
Satu per satu, mereka naik ke atap. Saat itu, air telah menenggelamkan hampir seluruh sekolah dengan kedalaman mencapai dua meter. Dari atas, Sagino menyaksikan betapa derasnya arus. Motor-motor yang sebelumnya terparkir di halaman hanyut seperti daun kering.
“Sekolah ini biasanya jadi tempat evakuasi warga. Tapi sekarang justru ikut tenggelam,” katanya lirih.
Mereka bertahan di atap selama berjam-jam—duduk, berdoa, dan sesekali berteriak meminta pertolongan. Sinyal ponsel hampir hilang, tetapi Sagino berhasil menghubungi anaknya yang berada di luar lokasi banjir untuk meminta bantuan.
Tim penyelamat baru tiba pukul 11.00 siang, tetapi evakuasi harus dilakukan secara bertahap karena kapasitas perahu yang terbatas. Kepala Sekolah Mohammad Ilyas dan dua sekuriti baru bisa dievakuasi pada pukul 15.00 WIB.
Banjir kali ini disebut lebih parah dibanding tahun 2020. Saat itu, air hanya setinggi spion motor. Namun kini, di beberapa titik, ketinggian air mencapai lima meter. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman, justru berubah menjadi jebakan.
Kepala Sekolah Mohammad Ilyas dikabarkan jatuh sakit setelah kejadian ini. Sementara itu, Sagino masih belum percaya bahwa ia dan keluarganya selamat dari maut.
“Saya datang ke sekolah untuk mengungsi, malah ikut terjebak,” ujarnya.(rez)