Beranda Politik Kepala Bapenda Minta DPRD Revisi Dua Perda Ini untuk Dongkrak PAD

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kepala Bapenda Kabupaten Bekasi, Ani Gustini, meminta DPRD merevisi Perda Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan dan Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Saat ini, kedua Perda tersebut melarang pemerintah daerah menarik pajak dari Tempat Hiburan Malam (THM) dan retribusi reklame rokok. Padahal, potensi pendapatan dari kedua objek pajak tersebut cukup besar.
“Pajak hiburan dan pajak reklame itu adalah salah satu potensi kita, namun dilarang oleh Perda. Saya mohon ke Pak Dewan, tolong Perda tersebut direvisi karena bisa mendongkrak PAD,” ungkapnya.
Jika revisi dilakukan, PAD dari reklame diperkirakan bertambah sekitar Rp 8 miliar. Sementara untuk THM, besaran potensialnya belum bisa dipastikan.
“Pajak reklame sekarang Rp30 miliar. Mungkin kalau pajak rokok direvisi bisa kemungkinan naik Rp 8 miliar, kita upayakan. Kalau pajak tempat hiburan tidak ada kewenangan untuk menarik pajaknya. Jadi belum bisa mengira-ngira berapa besaran yang akan didapatkan, kalau misalkan Perda Pariwisata direvisi,” jelasnya.
Ani menambahkan, total pajak daerah saat ini Rp3,679 triliun, ditambah retribusi dari 13 dinas sekitar Rp400 miliar, sehingga total PAD mencapai lebih dari Rp 4 triliun.
BACA JUGA: Transparansi Wajib Pajak, Bapenda Siap Bahas Potensi PAD dengan DPRD
Selama ini, Bapenda mengklaim telah memaksimalkan pembayaran pajak melalui jemput bola, surat imbauan, dan penindakan bekerja sama dengan Kejaksaan, termasuk untuk PBB, BPHTB, dan objek pajak lainnya. Sejak Ani memimpin Bapenda akhir 2023, PAD Kabupaten Bekasi meningkat signifikan.
“Saya di sini (Bapenda) akhir 2023, jadi itu ada kebaikan sekitar Rp150 miliar dalam dua bulan. Di 2024 ke 2025 itu Rp1,2 triliun,” katanya.
Namun, Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri mengenai penghapusan BPHTB dan percepatan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) turut memengaruhi sumber PAD.
“Sekarang para pengembang agak ngerem untuk bayar karena ada keputusan tersebut. Ada beberapa yang penghasilan mungkin di atas Rp12 juta tidak dikenakan BPHTB, jadi kita agak berat. Sementara yang menjadi primadona kita ini dari BPHTB,” jelasnya. (pra)