Beranda Bekasi Dana Pemkot Bekasi Tersimpan Rp1,49 Triliun di Bank, Terbesar Kelima Nasional

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kota Bekasi tercatat memiliki simpanan dana pemerintah daerah (Pemda) sebesar Rp1,49 triliun di bank hingga akhir September 2025. Angka tersebut menempatkan Kota Bekasi di posisi kelima sebagai kota dengan simpanan terbesar di Indonesia, di bawah Banjarbaru, Surabaya, Tangerang, dan Bandung.
Data yang dirilis Bank Indonesia (BI) itu menjadi sorotan publik lantaran menunjukkan masih tingginya dana daerah yang belum terserap di perbankan. Secara nasional, total simpanan Pemda tercatat mencapai Rp233,97 triliun.
Fenomena tersebut turut mendapat perhatian Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang meminta Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membuka data keuangan Pemda secara transparan guna mencegah munculnya opini negatif di masyarakat.
“Tidak ada dana yang disimpan dalam bentuk deposito,” ujar Dedi, Selasa (21/10).
Ia menegaskan, dana milik Pemda seluruhnya berada dalam rekening kas daerah dan siap digunakan untuk pembiayaan kegiatan pembangunan.
Pernyataan serupa disampaikan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi, Junaedi. Ia memastikan tidak ada dana yang sengaja diparkir atau dibiarkan mengendap di perbankan.
“Tidak ada yang mengendap. Semuanya siap dibelanjakan sesuai kebutuhan daerah. Deposito itu langkah yang terukur dan tidak bisa dilakukan sembarangan,” kata Junaedi, Rabu (22/10).
Kementerian Keuangan sebelumnya menyoroti lambatnya serapan anggaran di sejumlah daerah. Dalam rapat pengendalian inflasi nasional awal pekan ini, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyebut, dana yang masih tersimpan di bank merupakan indikator rendahnya realisasi belanja pemerintah daerah.
“Dana transfer dari pusat sudah disalurkan tepat waktu. Sekarang yang kami dorong adalah percepatan realisasi belanja daerah agar ekonomi bergerak,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman N. Suparman, menilai fenomena dana Pemda yang menumpuk di bank bukan hal baru. Kondisi ini, menurutnya, berulang setiap tahun akibat hambatan administratif dan kebijakan yang bersifat struktural.
“Biasanya Pemda menunggu proses pencairan di akhir tahun, terutama untuk pengadaan barang dan jasa hingga pembayaran kepada kontraktor,” kata Herman.
Ia menyebut, jika dana dalam jumlah besar masih tersimpan hingga akhir tahun, hal itu menandakan adanya masalah dalam pengelolaan belanja daerah. Salah satu penyebabnya, menurut Herman, adalah keterlambatan petunjuk teknis (juknis) dari pemerintah pusat setelah APBD disahkan.
“APBD biasanya disahkan Desember, tapi juknis dari kementerian baru keluar April atau Mei. Akibatnya, serapan anggaran baru bisa berjalan di pertengahan tahun,” jelasnya.
Selain faktor administratif, Herman juga menyoroti dampak transisi pemerintahan pada 2025 yang menyebabkan sejumlah daerah berhati-hati dalam membelanjakan anggaran. Pemda harus menyesuaikan program dengan visi dan misi kepala daerah terpilih.
Ia menambahkan, kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan tahun ini turut mempengaruhi kecepatan realisasi belanja. “Kebijakan efisiensi membuat Pemda lebih hati-hati, tapi di sisi lain memperlambat perputaran ekonomi di daerah,” katanya.
Herman menekankan pentingnya perencanaan belanja yang matang dan terarah. Menurutnya, jika Pemda fokus pada program prioritas, serapan anggaran bisa lebih optimal.
“Kalau mereka konsisten menjalankan program yang terfokus, seharusnya realisasi belanja bisa dipercepat dan dana tidak mengendap lama di bank,” ujarnya.
Meski Pemerintah Kota Bekasi telah menegaskan bahwa dana Rp1,49 triliun tersebut siap digunakan, publik tetap berharap agar anggaran tersebut segera direalisasikan untuk kepentingan masyarakat.
Dengan percepatan belanja, dana daerah yang tersimpan di bank diharapkan dapat segera berputar menjadi pembangunan, lapangan kerja, dan pelayanan publik yang lebih baik bagi warga Bekasi. (sur)