Beranda Features Berdoa ke Imam Bukhori di Samarkand Tergantikan Kunjungan ke Kantor Dubes Uzbekistan di Tashkent
Cerita Warga Bekasi Jadi Dosen Tetap di FH Universitas Merdeka Malang dan Waketum DPN Peradi Berkunjung ke Uzbekistan (3)

Hari ketiga rencana berziarah ke makam Imam Bukhori di Samarkand diganti dengan kunjungan ke Kedutaan Besar Indonesia di Tashkent, Uzbekistan yaitu bertemu Dubes Indonesia di Uzbekistan Siti Ruhaini Dzuhayatin.
LAPORANG LANGSUNG DARI UZBEKISTAN, SHALIH MANGARA SITOMPUL
Sejak menginjakkan kaki pertama kali di Tashkent, Uzbekistan, saya sudah berniat untuk berkunjung ke Samarkand. Sebuah kota dimana ditemukan makam Imam Bukhori oleh pemerintah Uni Soviet era pemimpin Nikita Khruschev.
Imam Bukhori bernama lengkap Abu Abdullah bin Muhammad bin Abi Alhasan Ismail bin Ibrahim bin Bardizbah Alja’fi. Beliau lahir di Kota Bukhoro 13 Syawal 194 H/21 Juli 810 M. Wafat di Khartank, desa kecil di Samarkand pada 1 Syawal 256 H/1 September 870 M.
Bagi umat Islam, Imam Bukhori dikenal sebagai ahli hadis di mana hadis-hadis nabi yang dikumpulkannya dalam satu kitab bernama Jami’ Shohih atau lebih populer disebut kitab Shohih Bukhori, mengandung derajat hadis tertinggi dan layak menjadi rujukan umat Islam.
Makam Imam Bukhori di Samarkand yang ditemukan pemerintah Uni Soviert era Nikita Khruschev sarat nilai historis dengan Indonesia. Dikisahkan, Presiden Soekarno saat diundang ke Uni Soviet mengajukan syarat agar pemerintah Uni Soviet menemukan makam Imam Bukhori. Sebelumnya, masyarakat Uni Soviet waktu itu tidak mengenal sosok Imam Bukhori, apalagi makamnya. Akhirnya, ditemukanlah makam Imam Bukhori dan Presiden Soekarno menepati janji berkunjung ke Uni Soviet.
Saya pun begitu. Bertekad untuk berziarah ke makam Imam Bukhori. Agenda ziarah itu mendadak dibatalkan sementara pada Rabu (22/10/2025). Di luar dugaan, undangan berkunjung ke kantor Dubes Indonesia di Uzbekistan saya terima mendadak. Agenda pertemuan dengan Dubes Siti Ruhaini Dzuhayatiin dari pihak kedubes saya terima pada Selasa (21/10/2025).
Saat bertemu Ibu Dubes, beliau berpesan agar setiap WNI yang datang ke Uzbekistan dapat bertindak sebagai agen budaya nasional, yang menjadi jembatan diplomasi budaya. Pada tahap selanjutnya, melalui jembatan diplomasi budaya inilah kepercayaan publik Uzbekistan terbentuk sehingga membuka jejaring ekonomi, bisnis, jasa, pendidikan, riset dan sebagainya.
Menurut dubes, hal ini penting karena Asia Tengah utamanya Uzbekistan menjadi episentrum kemajuan berbasis reserve tambang yang selama ini belum dioptimasi.
Dalam pertemuan itu, suasana diskusi berjalan santai membahas kerjasama pendidikan tinggi dan olah raga, utamanya silat dan hoki.
Meskipun membahas juga diskusi hal yang relatif serius mengenai agen budaya dan diplomasi budaya. Sembari disajikan teh hijau hangat dengan cita rasa Asia Tengah, ada kue khas Uzbekistan yang turut menemani diskusi dalam bahasa Inggris. Sesekali kami berbahasa Indonesia saat membahas Uzbskistan yang menyimpan banyak cadangan energi, gas, mineral dan emas serta clorin hingga uranium. (Bersambung)