RADARBEKASI.ID, BEKASI – Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi akan terus disiagakan di seluruh wilayah rawan banjir. Hal ini menyusul prakiraan cuaca ekstrem dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang berpotensi terjadi hingga 13 Juli 2025. Dini hari kemarin, Tinggi Muka Air (TMA) di titik pertemuan Sungai Cileungsi dan Cikeas (P2C) mencapai level tertinggi pada pukul 00.30 WIB dan kembali meningkat pada pukul 05.00 WIB. Alarm peringatan dini telah terbaca sejak Senin malam, hingga akhirnya permukiman warga di Bekasi Timur dan Bekasi Utara terendam banjir dengan ketinggian air mencapai dua meter.
Pemerintah daerah di wilayah Jabodetabek pun telah meningkatkan kewaspadaan menghadapi cuaca ekstrem dalam sepekan ke depan. Sementara itu, warga terdampak harus mengerahkan waktu dan tenaga untuk membersihkan lingkungan setelah banjir akibat kiriman air dari hulu Sungai Cileungsi dan Cikeas. Situasi pada Senin malam hingga Selasa dini hari berbeda dibandingkan dua hari sebelumnya. Debit air dari hulu tercatat jauh lebih besar. Berdasarkan pemantauan BPBD Kota Bekasi, TMA di P2C naik secara perlahan hingga menembus 350 cm pada pukul 21.00 WIB. Peringatan dini pun dikeluarkan untuk warga yang tinggal di sepanjang Kali Bekasi.
Puncaknya, air mencapai 665 cm pada pukul 00.30 WIB, sempat turun menjadi 575 cm pada pukul 03.30 WIB, lalu kembali naik ke 600 cm pada pukul 05.00 WIB. Meski tak setinggi TMA pada Maret lalu, dampaknya tetap signifikan. Banjir kali ini lebih terasa di wilayah hilir seperti Gang Mawar, Perumahan Durenjaya, dan Kampung Lengkak di Kecamatan Bekasi Timur. Di Kecamatan Bekasi Utara, banjir juga terjadi di Kampung Lebak dan beberapa RW di Kelurahan Margamulya. Di titik terendah, air diperkirakan mencapai ketinggian 1,5 hingga 2 meter.
“Sebenarnya warga sebelum banjir sudah tau, kita kan pasti ngecek KP2C. Jadi kalah sudah siaga dua otomatis warga sudah siap antisipasi,” kata salah satu warga, Ogi (44).
Malam itu, warga mulai mengevakuasi barang berharga dan kendaraan sejak TMA menyentuh 400 cm. Ogi menambahkan, menyempitnya aliran kali menjadi salah satu penyebab meluasnya banjir. Setelah surut, mulai membersihkan rumah mereka. Jika dilakukan secara mandiri, untuk membersihkan rumah dan lingkungan sekitar hingga benar-benar bersih memakan waktu hingga sepekan.
“Ini biasanya satu minggu baru kelar,” ucapnya.
Petugas BPBD Kota Bekasi telah mengimbau evakuasi mandiri kepada warga Perumahan Durenjaya sejak pukul 23.00 WIB. Air mulai masuk ke permukiman pada pukul 02.30 WIB. Di beberapa titik, ketinggian air mencapai 1 meter.
“Air mulai masuk daerah Bekasi Timur itu sekitar setengah tiga, di perumahan Durenjaya ini kurang lebih ketinggian air 20 cm sampai 1 meter,” ungkap Petugas Tim Reaksi Cepat BPBD Kota Bekasi, Ade Setiawan.
Air mulai surut sekitar pukul 06.00 WIB. Hingga pukul 11.00 WIB, genangan air tersisa antara 30–50 cm. BPBD mencatat lima RW terdampak di Durenjaya, dan telah mengevakuasi dua lansia, satu balita, dan dua anak-anak.
“Kita mengevaluasi dua lansia, satu balita, dan dua anak-anak. Untuk kondisi saat ini air sudah berangsur surut,” tambahnya.
Warga Kampung Lebak, Kelurahan Teluk Pucung, Kecamatan Bekasi surut harus lebih bersabar menunggu banjir di lingkungan tempat tinggal mereka surut. Pasalnya, wilayah ini merupakan wilayah aliran kali Bekasi paling hilir, berbatasan dengan Kabupaten Bekasi. Air diketahui mulai masuk ke wilayah pemukiman warga pukul 00.00 WIB. Puncaknya terjadi pada pukul 03.00 WIB dini hari, dimana ketinggian air diperkirakan 1 sampai 2 meter. Pada pukul 12.00 WIB kemarin, banjir masih terpantau cukup tinggi. Petugas BPBD Kota Bekasi juga nampak siaga di lokasi.
BACA JUGA: Banjir Terjang 29 Desa di Kabupaten Bekasi, 13.546 Jiwa Terdampak
Kasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kota Bekasi, Idham Khalid, mengatakan petugas telah bersiaga di lapangan sejak pukul 22.00 WIB, Senin malam. Saat itu petugas telah meminta warga untuk mengevakuasi barang-barang berharga dari dalam rumah.
“Jam 10 sudah kita informasikan kepada RT dan RW, kepada warga juga untuk mempersiapkan dan mengevakuasi secara mandiri barang-barang berharga yang perlu dievakuasi,” ungkapnya.
Selasa siang air perlahan mulai surut. Total ada 160 KK yang terdampak banjir di lokasi tersebut. Lebih lanjut, Idham menyampaikan bahwa petugas akan terus disiagakan di semua wilayah rawan banjir menyusul perkiraan cuaca ekstrim yang diterima dari BMKG. Terutama warga yang tinggal di sepanjang DAS Kali Bekasi.
“Terutama yang berada di bantaran kali atau DAS Kali Bekasi ini kita sampaikan setiap saat. Karena memang diperkirakan juga menurut BMKG itu bahwa mulai tanggal 5 sampai 13 itu memang perlu diwaspadai cuaca ekstrim yang kita tidak tahu kapan datang dan perginya hujan,” paparnya.
Bagi warga di sepanjang aliran kali Bekasi, dampak dari hujan dan kiriman air dari hulu yang terjadi kemarin lebih besar dibandingkan yang terjadi pada akhir pekan. Pasalnya, TMA sungai Cileungsi juga menunjukkan peningkatan.
Dalam keterangan resminya, BMKG menyampaikan bahwa dinamika atmosfer yang tidak lazim telah menyebabkan musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia mundur, sekaligus meningkatkan potensi cuaca ekstrim beberapa pekan terakhir. Mundurnya musim kemarau tahun ini merupakan dampak dari lemahnya Monsun Australia dan tingginya suhu muka laut di selatan Indonesia.
Kedua faktor tersebut menyebabkan tingginya kelembaban udara yang memicu terbentuknya awan hujan, bahkan di tengah periode yang seharusnya kering. Hingga akhir bulan Juni, baru sekitar 30 persen wilayah zona musim yang mengalami peralihan ke musim kemarau.
“Padahal secara klimatologis, pada waktu yang sama, biasanya sekitar 64 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau,” kata kepala BMKG, Dwikorita Karnawati.
Kondisi ini diperburuk oleh fenomena atmosfer seperti aktifnya Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang ekuator (Kelvin dan Rossby Equator) yang mendukung pembentukan awan konvektif dan memperbesar potensi hujan lebat.
“Kendati ENSO dan IOD berada dalam fase netral dan diperkirakan akan tetap netral hingga akhir tahun, curah hujan diatas normal masih terus terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia sejak Mei dan diperkirakan berlangsung hingga Oktober 2025,” paparnya.
Dampak kondisi tersebut sudah mulai terasa dalam bentuk hujan ekstrim yang terjadi di berbagai daerah, terutama pada 5 dan 6 Juli kemarin. Hujan dengan intensitas lebih dari 100 mm per hari tercatat di Bogor, Mataram, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, serta sejumlah wilayah di Jabodetabek. Menyebabkan banjir, longsor, pohon tumbang, dan gangguan aktivitas masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis terkini, sejumlah wilayah berpotensi mengalami hujan lebat dalam sepekan kedepan seperti Jawa bagian barat dan tengah, termasuk Jabodetabek. potensi hujan diperkirakan akan bergeser ke wilayah tengah dan timur Indonesia pada periode 10 hingga 12 Juli.
Kesiapan petugas dalam periode cuaca ekstrim ini telah disampaikan oleh Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto di awal pekan. Ia mengingatkan potensi dan penanganan banjir di wilayah Kota Bekasi.
Banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kota Bekasi sejak Selasa dini hari kemarin menurutnya, disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan kiriman air dari wilayah hulu. Modifikasi cuaca disebut telah dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sejak Senin.
“Jadi memang yang pertama tentu pengaruh curah hujan. Dan kemarin pun kita ucapkan terimakasih karena BNPB sudah melakukan rekayasa,” ungkapnya.
Saat itu baru satu pesawat yang beroperasi kata dia, upaya berikutnya pada hari Selasa dihadapkan dapat mengurangi curah hujan.
“Hari ini mudah-mudahan kalau kita dibantu dengan rekayasa tidak akan muncul hujan susulan, sehingga tidak ada arus air susulan yang datang dari wilayah Bogor,” tambahnya.
Tri telah meminta jajarannya untuk benar-benar menyusun langkah penanganan banjir di Kota Bekasi. Ia menyebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memberikan dana sebesar Rp100 miliar untuk penanganan banjir di Kali Bekasi. (sur)