Bukan Mata Merah Biasa, JEC Peringatkan Ancaman Uveitis dan Gangguan Retina yang Sering Diabaikan

2 hours ago 2

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Memperingati World Retina Day 2025 pada September ini dan menyambut Inflammation Eye Disease Awareness Week pada Oktober mendatang, JEC Eye Hospitals and Clinics menyerukan pentingnya deteksi dini serta penanganan cepat untuk gangguan retina dan inflamasi mata.

Gangguan pada retina, termasuk akibat peradangan seperti uveitis, kerap berkembang diam-diam. Gejalanya, seperti mata merah dan penglihatan kabur, sering disepelekan. Jika terlambat ditangani, kondisi ini dapat merusak retina secara permanen dan berujung pada kebutaan.

Retina merupakan bagian penting mata yang mengubah cahaya menjadi sinyal visual ke otak. Gangguan sekecil apa pun pada retina berpotensi mengacaukan proses penglihatan secara keseluruhan. Peradangan mata atau inflamasi struktur okular—termasuk uveitis, keratitis, dan skleritis—dapat merusak retina jika tidak ditangani dengan tepat.

Khusus uveitis, peradangan ini bisa menyerang semua kelompok umur, terutama usia produktif 20–60 tahun, dan menyumbang 25 persen angka kebutaan di negara berkembang. Faktor pemicunya beragam, mulai dari infeksi virus atau bakteri, penyakit sistemik seperti tuberkulosis dan toksoplasma, hingga penyakit autoimun. Lebih dari itu, 48–70 persen kasus uveitis tergolong idiopatik, alias penyebab pastinya tidak diketahui.

Dokter Sub Spesialis Ocular Infection and Immunology JEC Eye Hospitals and Clinics, dr. Eka Octaviani Budiningtyas, SpM, menekankan bahwa uveitis bukan sekadar peradangan mata biasa.

“Banyak pasien tidak mengalami gejala dini sehingga sering terlambat memeriksakan mata. Tanpa penanganan tepat, uveitis bisa menyebabkan komplikasi serius seperti katarak, glaukoma, kerusakan retina, hingga kebutaan permanen. Deteksi dini dan penanganan cepat adalah solusi paling efektif,” jelasnya, Kamis (18/9).

Secara medis, uveitis adalah peradangan pada uvea, lapisan tengah mata yang meliputi iris, badan siliaris, dan koroid. Terdapat empat tipe uveitis: anterior (depan), intermediate (tengah), posterior (belakang), dan panuveitis (depan dan belakang).

Gejala umum meliputi mata merah, penglihatan kabur atau berbayang, munculnya floaters (bintik melayang di lapang pandang), dan photophobia (sensitivitas terhadap cahaya). Kondisi ini sering disamakan dengan infeksi mata ringan seperti konjungtivitis, sehingga banyak pasien abai. Gejala dapat muncul tiba-tiba, memburuk dengan cepat, dan menyerang salah satu atau kedua mata.

“Gejala-gejala tersebut merupakan alarm yang memerlukan perhatian medis segera. Sebab, kondisi uveitis dapat memburuk dengan cepat. Diagnosis yang akurat serta koordinasi antarprofesi medis sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan terapi dan mencegah komplikasi. Penanganan uveitis memerlukan pendekatan menyeluruh guna mengendalikan peradangan dalam jangka panjang,” jelasnya.

Sementara tata laksana uveitis dimulai dengan pemeriksaan oftalmologi lengkap menggunakan slit-lamp, disertai pencitraan mata dan tes darah untuk mengidentifikasi akar penyebabnya.

Selanjutnya, pasien diberikan obat sesuai kondisi uveitis, antara lain tetes mata kortikosteroid sebagai pengobatan lini pertama untuk mengurangi peradangan dengan cepat, serta dilating drops (cycloplegics) untuk melebarkan pupil guna mengurangi nyeri akibat kejang iris dan mencegah pembentukan jaringan parut.

Tidak hanya itu, kortikosteroid oral atau suntik digunakan untuk mengatasi peradangan sistemik pada kasus lebih berat atau uveitis posterior, imunosupresan seperti methotrexate atau biologics diberikan untuk uveitis kronis atau akibat penyakit autoimun, dan antibiotik, antivirus, atau antijamur diberikan jika penyebabnya infeksi.

Sejalan dengan peringatan *World Retina Day 2025*, perlu dicatat bahwa gangguan retina merupakan salah satu penyebab utama kebutaan di dunia, dengan penyebab yang beragam tergantung kelompok usia.

WHO memperkirakan 196 juta orang mengalami degenerasi makula, sementara 146 juta menderita retinopati diabetik, menjadikannya gangguan retina dengan jumlah penderita terbanyak. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat prevalensi retinopati diabetik mencapai 43,1 persen.

Sebagai eye care leader di Indonesia, JEC Eye Hospitals and Clinics telah menjadi pionir dalam penanganan gangguan retina secara komprehensif. Layanan khusus retina tersedia di seluruh 16 cabang dengan prosedur yang terstandardisasi, mulai dari terapi laser, injeksi retina, hingga tindakan bedah retina.

Khusus di RS Mata JEC @ Menteng, penanganan retina tersentralisasi melalui JEC Retina Center, yang dilengkapi 15 pemeriksaan diagnostik berteknologi tinggi dan siaga melayani kedaruratan retina 24 jam. Diperkuat 11 dokter mata subspesialis retina, RS Mata JEC @ Menteng telah menangani lebih dari 12 ribu pasien gangguan retina dan infeksi mata selama tiga tahun terakhir.

Sementara, Direktur Utama RS Mata JEC @ Menteng, dr Referano Agustiawan, SpM, menyampaikan bahwa sebagai pusat rujukan retina nasional RS Mata JEC @ Menteng berupaya untuk mewujudkan komitmen besar JEC dalam mengoptimalisasi penglihatan dan kualitas hidup masyarakat.

“Melalui JEC Retina Center, kami memberikan penanganan retina dengan pendekatan komprehensif yang menggabungkan keahlian medis yang teruji dan didukung dengan teknologi canggih,” ujarnya.

Diketahui, fasilitas unggulan JEC Retina Center di RS Mata JEC @ Menteng meliputi Comprehensive Diagnostic Center (CDC) dengan peralatan seperti Keratograph, OCT, Microperimetri, dan Retinal Camera; teknologi pencitraan fundus (bagian retina) berupa Foto Fundus, Foto Fundus dengan Fluorescein Angiography (FFA), dan Fundus dengan Indocyanine Green (ICG); Optical Coherence Tomography (OCT); USG mata; laboratorium; serta kamar bedah.

“Dengan semangat World Retina Day 2025 dan Inflammation Eye Disease Awareness Week, kami mengajak masyarakat untuk menjaga kesehatan mata melalui deteksi dini gangguan retina dan inflamasi mata. Langkah preventif kecil ini krusial untuk melindungi ‘jendela dunia’ dari risiko serius, termasuk kebutaan. Semakin cepat tertangani, semakin besar peluang penglihatan terselamatkan,” pungkasnya. (dew)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |