Sederet Dampak Buruk Pernikahan Dini bagi Kesehatan Fisik dan Mental

3 hours ago 3

RADARBEKASI.ID, JAKARTA – Pernikahan dini, atau pernikahan yang dilakukan oleh individu yang belum mencapai usia dewasa secara hukum dan psikologis, masih menjadi isu yang kompleks di berbagai daerah, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. 

Banyak faktor yang mendorong terjadinya pernikahan di usia muda, mulai dari faktor ekonomi, budaya, hingga kurangnya edukasi tentang hak-hak anak dan kesehatan reproduksi.

Di beberapa daerah, pernikahan dini masih dianggap sebagai solusi untuk menghindari aib sosial atau sebagai bentuk menjaga kehormatan keluarga. Namun, di balik alasan-alasan tersebut, terdapat dampak serius yang seringkali diabaikan.

Melansir dari Alodokter, berikut beberapa dampak buruk pernikahan dini bagi kesehatan fisik dan mental seseorang, diantaranya: 

Risiko Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)

Pernikahan dini seringkali berkaitan erat dengan meningkatnya risiko kekerasan dalam rumah tangga. Mereka yang menikah di usia muda cenderung belum matang secara emosional, sehingga rentan mengalami konflik yang sulit diselesaikan secara dewasa. Korban KDRT bisa siapa saja dalam lingkup rumah tangga — baik itu suami, istri, maupun anak-anak.

Kekerasan ini tidak selalu bersifat fisik. Dalam banyak kasus, KDRT juga terjadi dalam bentuk kekerasan seksual dan emosional, yang berdampak buruk pada kondisi psikologis korban. Perasaan tak berdaya, trauma yang mendalam, kecemasan berlebihan, hingga depresi sering muncul sebagai akibatnya.

Peningkatan Risiko Kanker Serviks

Penelitian menunjukkan bahwa melakukan hubungan seksual sebelum usia 18 tahun meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker serviks. Hal ini dikarenakan remaja umumnya belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai seks yang aman dan sehat.

Tak hanya itu, banyak di antara mereka yang menikah muda juga belum menerima vaksin HPV, yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap kanker serviks. Minimnya bekal pendidikan dan pencegahan ini membuat risiko semakin besar.

Baca Juga: 5 Manfaat Air Tebu Lemon untuk Kesehatan yang Perlu Diketahui, Bisa untuk Mencegah Batu Ginjal

Rasa Terisolasi dan Terbatasnya Ruang Tumbuh

Masa remaja seharusnya menjadi waktu untuk menggali potensi, membentuk identitas diri, dan mengejar pendidikan maupun impian. Namun, ketika seseorang terikat dalam pernikahan di usia yang masih sangat muda, kesempatan-kesempatan itu bisa terhenti.

Peran sebagai pasangan dan orang tua di usia dini membuat mereka terjebak dalam tanggung jawab yang besar. Tak jarang, mereka merasa tertekan, kesepian, dan kehilangan arah. Rasa terisolasi ini bisa berdampak jangka panjang, baik secara emosional maupun sosial.

Komplikasi Saat Kehamilan

Kehamilan di usia remaja membawa risiko medis yang tidak bisa diabaikan. Tubuh yang belum berkembang sempurna bisa menyebabkan berbagai komplikasi, seperti preeklamsia, pecah ketuban dini, hingga kelahiran prematur.

Kondisi ini tentu tidak hanya berbahaya bagi sang ibu, tetapi juga bagi bayi yang dikandung. Oleh karena itu, kehamilan di usia terlalu muda perlu menjadi perhatian serius.

Tekanan dan Stres dalam Rumah Tangga

Banyak yang mengira bahwa menikah adalah cara untuk keluar dari masalah hidup. Namun kenyataannya, pernikahan, apalagi di usia muda, justru bisa menambah beban pikiran. Ketika pasangan belum stabil secara emosional, masalah kecil dapat berkembang menjadi konflik besar yang memicu stres berlebih.

Tekanan hidup yang datang bertubi-tubi bisa membuat pernikahan terasa seperti beban, bukan kebahagiaan. Inilah salah satu alasan mengapa pernikahan seharusnya diputuskan dengan kesiapan yang matang, bukan karena dorongan sesaat.

Maka dari itu, perlu disadari bahwa pernikahan bukanlah jawaban atas semua persoalan hidup. Justru, jika dilakukan tanpa kesiapan, terutama oleh mereka yang masih di bawah umur, pernikahan dapat menimbulkan tantangan baru yang lebih kompleks dan sulit diatasi secara bijak.

Karena memiliki dampak besar terhadap kualitas hidup, pernikahan sebaiknya tidak dijalani hanya karena tekanan budaya atau kewajiban agama semata. Diperlukan kematangan secara fisik dan mental untuk membangun hubungan yang harmonis, penuh kasih, dan mampu bertahan dalam jangka panjang.(ce2)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |