Beranda Berita Utama Program Wajib Militer bagi Pelajar Bermasalah Dinilai Berisiko Tanpa Kajian Matang

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Rencana Pemerintah Kota Bekasi menerapkan program wajib militer (wamil) bagi pelajar bermasalah yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, menuai tanggapan tajam dari berbagai pihak.
Meski dinilai inovatif, program ini dinilai berisiko jika dijalankan tanpa kajian matang dan dukungan tenaga ahli, terutama psikolog dan pemerhati anak.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Bekasi Raya, Frans Sondang Sitorus, menilai program wamil bisa menjadi solusi, namun harus berbasis kajian akademis yang kuat dan melibatkan banyak pemangku kepentingan.
“Tujuannya memang bagus, tapi apakah sudah ada SOP yang jelas? Jangan sampai malah memperparah kondisi psikologis anak,” ujar Frans, Minggu (4/5).
BACA JUGA: Heboh World App di Bekasi, Rekam Retina Dapat Uang Tanpa KTP
Ia mengingatkan, banyak kasus kenakalan remaja bermula dari pola asuh yang keliru dan minimnya perhatian orangtua. Terlebih di Kota Bekasi yang notabene kota metropolitan, anak-anak rentan terpapar pengaruh negatif media sosial dan lingkungan.
“Kalau tidak hati-hati, pendekatan militer justru bisa menumbuhkan sikap agresif. Anak merasa lebih kuat dan bisa jadi ‘jagoan’. Ini berbahaya jika tidak dibarengi pembinaan karakter,” katanya.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi, Novrian. Menurutnya, pendekatan wamil harus ditelaah dari aspek psikologis, sosial, dan pendidikan.
“Program ini menarik, tapi sangat sensitif. Kita bicara masa depan anak-anak. Harus ada perencanaan serius, termasuk pemantauan jangka panjang,” kata Novrian, Senin (5/5).
Ia mengingatkan, program seperti ini tidak boleh hanya selesai dalam hitungan hari. Risiko ‘disersi’ atau pelarian pasca-pelatihan harus diperhitungkan jika tidak ada pembinaan lanjutan.
BCA JUGA: Jukir Disabilitas Dirundung di Kota Bekasi
“Wamil ini bukan solusi instan. Harus dirancang bersama, lintas sektor. Dinas pendidikan, psikolog, pegiat anak harus dilibatkan sejak awal,” tegasnya.
KPAD juga menyoroti akar persoalan kenakalan remaja, khususnya tawuran, yang sering dipicu oleh ego sektoral antarsekolah. Ia menyarankan dibuatnya program pertukaran pelajar untuk menumbuhkan empati dan kebersamaan.
Sementara itu, Wali Kota Bekasi Tri Adhianto menyatakan dukungannya terhadap gagasan wamil yang digulirkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Ini bagian dari pembinaan karakter. Kita ingin anak-anak bermasalah ini kembali punya semangat kebangsaan dan kedisiplinan,” kata Tri, Kamis (1/5).
Pemkot Bekasi, lanjutnya, telah menyiapkan dukungan fasilitas seperti Batalion 202 Rawalumbu dan Artileri Medan di Bantargebang sebagai lokasi pelatihan. Bahkan, Pemkot tengah menyiapkan sekolah unggulan berbasis taruna di atas lahan 1,8 hektare yang ditargetkan meluas hingga 5 hektare.
Namun demikian, Tri menekankan pentingnya pengawasan ketat selama dan setelah pelatihan. “Kalau tidak dipantau, bisa-bisa mereka justru jadi lebih ‘kuat’ secara negatif. Jadi harus ada pendampingan terus-menerus,” ujarnya.
Terkait pelaksanaan, Pemkot Bekasi masih menunggu arahan dari provinsi terkait kota mana yang akan dijadikan percontohan.
“Kalau Bekasi ditunjuk, kami siap,” pungkasnya.(rez/sur)