Hari Pajak ke-80 

1 week ago 25

RADARBEKASI.ID, BEKASI –  Gambaran umum

Saat ini kondisi ekonomi global masih terus dibayangi oleh tekanan geopolitik. Ketegangan di Timur Tengah antara Palestina, Iran dan Israel yang melibatkan negara-negara lain di dunia memunculkan kewaspadaan terjadinya perang terbuka meski keduanya berkomitmen untuk melakukan operasi militer terbatas.

Situasi ini memberikan risiko bagi perekonomian dunia karena berdampak terhadap pergerakan harga minyak. Di sisi lain, kondisi ekonomi Amerika Serikat masih tumbuh baik tetapi inflasi belum menurun secara siginifikan pada level yang diharapkan.

Kondisi ini membuat The Fed, Bank Sentral Amerika Serikat, menunda penurunan suku bunga. Maka, kebijakan higher for longer dari The Fed masih akan terus berlangsung. Kebijakan Tarif dari Presiden USA, Donald Trump juga menyumbangkan situasi yang pelik dan menjadi salah satu hal yang perlu diwaspadai akibat kebijakan ini adalah kecenderungan arus modal keluar atau capital outflow.

Keseluruhan dinamika tersebut di atas membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi cenderung stagnan. IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia di angka 3,2. Sementara OECD dan Bank Dunia memproyeksi di angka yang lebih rendah yaitu 2,9 dan 2,4.

Untuk inflasi, proyeksi inflasi dunia rata-rata ada di angka 5,9 dan ini turun dari angka 6,8 di tahun sebelumnya. Begitu juga untuk inflasi negara-negara maju yang sudah menurun di level 2,6. Sementara untuk negara berkembang, proyeksi inflasi tahun ini ada di level 8,3.

Situasi global yang cenderung melemah ditambah dengan tekanan dari geopolitik, harga komoditas, inflasi, dan suku bunga mempengaruhi kinerja ekonomi dunia, terutama dari sisi manufaktur.

Mayoritas negara dunia memiliki Purchasing Managers’ Index (PMI) manufakturnya masih kontraktif sekitar 52,2% sementara hanya 47,8 persen yang ekspansif di mana Indonesia masuk di dalamnya. Selain aktivitas manufaktur yang masih baik, indeks kepercayaan konsumen Indonesia juga masih meningkat di angka 127,7.

Ini menunjukkan optimisme masyarakat tetap terjaga tinggi. Ekonomi Indonesia pada triwulan I 2025 menunjukkan pertumbuhan yang menguat, didukung oleh kinerja positif sektor manufaktur dan konsumsi yang baik. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 4,87% (y-on-y) pada triwulan I 2025.

Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2025 menunjukkan tren positif, dengan sektor manufaktur dan konsumsi menjadi penggerak utama. Pertumbuhan ini juga didukung oleh kebijakan pemerintah yang tepat.

Kinerja APBN 2025 menjadi pijakan untuk menapaki 2026. Meskipun tahun ini masih menjadi masa transisi pemerintahan, ditambah tekanan global yang terus menerpa, APBN 2025 diharapkan tetap berfungsi secara optimal.

Hingga April 2025, APBN menunjukkan kinerja positif dengan surplus Rp4,3 triliun atau 0,02 persen PDB, keseimbangan primer positif Rp173,9 triliun, dan kas surplus (SILPA) Rp283,6 triliun.

Pendapatan negara tercatat Rp810,5 triliun, mencapai 27 persen dari target APBN, menjadi cerminan aktivitas ekonomi yang tetap solid dan optimis. Belanja negara di angka Rp806,2 triliun atau 22,3 persen dari target APBN.

Perkembangan itu menunjukkan kendati ada di tengah masa transisi, APBN 2025 tetap berfungsi optimal dalam pelaksanaan program prioritas yang sangat dirasakan oleh rakyat. APBN juga tetap optimal menjadi shock absorber yang menjaga stabilitas ekonomi, melindungi dunia usaha, dan menopang daya beli masyarakat.

Pemerintah telah menyampaikan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2026 sebagai pijakan awal penyusunan RAPBN 2026 dalam Rapat Paripurna DPR RI beberapa pekan lalu.

Penerimaan Negara Mengalami Sedikit Pelambatan

Hingga akhir April 2025, penerimaan pajak tercatat telah mencapai Rp557,1 triliun atau 25,4% dari target APBN yang sebesar Rp2.189,3 triliun. Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyatakan di tengah besarnya tantangan penerimaan pajak di awal tahun ini, capaian realisasi tersebut patut diapresiasi.

Fajry lanjut menjelaskan beberapa faktor signifikan penyebab kontraksi penerimaan pajak di awal tahun. Salah satunya adalah peningkatan restitusi khususnya restitusi PPN dan PPh Badan yang per Maret 2025 tercatat mencapai 77% secara tahunan.

“Peningkatan restitusi ini sebagai dampak dari penurunan harga komoditas di tahun 2022 ke 2023. Di samping itu, sebagai dampak dari pelaku usaha yang melakukan front loading sebagai antisipasi ketidakpastian perdagangan internasional pasca terpilihnya Donald Trump,” papar Fajry.

Selain karena restitusi, penghitungan penerimaan pajak di awal tahun juga dipengaruhi oleh penyesuaian mekanisme Tarif Efektif Rata-Rata (TER) yang berdampak signifikan terhadap penerimaan PPh 21.

Akibat penerapan kebijakan tersebut, terjadi lebih bayar PPh 21 sebesar Rp16,5 triliun pada tahun 2024. Kelebihan bayar tersebut terkompensasi pada awal tahun ini. Di samping itu, penerimaan pajak juga turut dipengaruhi oleh kebijakan pengelolaan likuiditas keuangan negara dan masalah teknis implementasi Core Tax Administration System.

“Jadi, meski kalau kita bandingkan dalam 4 tahun terakhir dia terendah, tapi kalau kita bandingkan dengan tantangan yang ada, ya saya kira realisasi yang ada memang perlu diberikan apresiasi begitu,” kata Fajry.

Fajry mengungkapkan penerimaan pajak dalam beberapa bulan ke depan akan terus mengalami perbaikan. Hal tersebut dapat dikonfirmasi dari tren kontraksi yang terus membaik. Berdasarkan data, kontraksi penerimaan pajak pada Februari 2025 sebesar 30%. Namun, pada bulan Maret sudah membaik menjadi 18%, dan bulan April 2025 hanya terkontraksi 10,7%.

Dibandingkan dengan kondisi tahun 2024 pun menurut Fajry memiliki kemiripan. Pada awal tahun 2024 penerimaan pajak sempat terkontraksi signifikan akibat peningkatan restitusi yang cukup besar kala itu.

Namun, penerimaan pajak mencatatkan kinerja yang terus membaik bahkan tumbuh positif 3,38% di akhir tahun 2024. Kendati demikian, Fajry memperkirakan realisasi target penerimaan pajak tahun ini akan sedikit terkendala oleh sejumlah tantangan ekonomi yang masih berlangsung.

Sebab itu, pemerintah perlu melakukan upaya ekstra dari sisi otoritas pajak. “(Realisasi penerimaan pajak) masih di atas 90%, dalam rentang 90% sampai 95%” ungkapnya. Fajry mengutarakan dalam kondisi ekonomi menurun, langkah pemerintah dalam melakukan kebijakan countercyclical sudah sesuai untuk mendorong geliat aktivitas ekonomi.

Di lain sisi, pemerintah perlu mengakselerasi perbaikan administrasi dan pelayanan melalui implementasi Core Tax Administration System (Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan/PSIAP).

Sejarah Hari Pajak

Dalam sejarah Indonesia, Kata “Pajak” secara resmi kenegaraan pertama kali disebut oleh Ketua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Radjiman Widioningrat dalam suatu sidang panitia kecil mengenai “Keuangan” dalam masa reses BPUPKI setelah pidato terkenal Soekarno dibacakan pada tanggal 1 Juni 1945.

Usulan Radjiman dalam lima usulannya menyebutkan bahwa “Pemungutan Pajak harus diatur oleh hukum”. Kemudian kata pajak muncul dalam “Rancangan UUD Kedua” yang disampaikan pada tanggal 14 Juli 1945 pada Bab VII Hal Keuangan- Pasal 23 pada butir kedua yang berbunyi: “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang”.

Tanggal 14 Juli telah ditetapkan sebagai hari Pajak melalui KEP- 313/PJ/2017 tanggal 22 Desember 2017. Pada tanggal 14 Juli 1945 merupakan momentum penting dalam sejarah perjalanan organisasi perpajakan di Indonesia pada masa awal pasca proklamasi kemerdekaan RI.

Dalam rangka penghormatan terhadap sejarah perjuangan bangsa, serta memotivasi para insan fiskus maka perlu menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Pajak yang diperingati di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Berlatar belakang sejarah tersebut, maka tanggal 14 Juli 1945 itulah yang diacu sebagai Hari Lahir Pajak. Penetapan tanggal 14 Juli sebagai hari jadi tentu akan memberikan legitimasi historis kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai soko guru utama kekuatan negara.

Tahun 2025 merupakan tahun kedelapan Hari Pajak diperingati oleh insan fiskus Indonesia. Masyarakat mungkin belum familiar dengan Hari Pajak mengingat Hari Pajak diperingati secara internal Direktorat Jenderal Pajak dan baru memasuki tahun ketujuh.

Tentunya besar harapan Direktorat Jenderal Pajak untuk mengarah pada perubahan yang lebih baik lagi dalam mengumpulkan dana dari masyarakat dan juga dalam pelayanan kepada masyarakat. Adapun berbagai kegiatan dalam memperingati Hari Pajak dilakukan, di antaranya upacara bendera, kegiatan sosial, olahraga, seni, pajak bertilawah, dan kegiatan lainnya.

Pelaksanaan kegiatan dalam rangka memperingati Hari Pajak tersebut bertujuan untuk menguatkan rasa kebersamaan antar pegawai, meningkatkan rasa kebanggaan terhadap Indonesia serta institusi Direktorat Jenderal Pajak, serta memberikan nilai manfaat bagi para pemangku kepentingan. Euforia peringatan Hari Pajak diharapkan tidak hanya dirasakan oleh internal DJP sendiri, tetapi juga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Tidak lepas dari euforia hari pajak adalah manfaat dari pajak itu sendiri. Betapa besarnya peran penting pajak bagi negara Indonesia dikarenakan pajak memberikan kontribusi besar bagi keberlangsungan kehidupan di negara ini.

Pajak menjadi sumber penerimaan dan pendapatan negara terbesar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sektor pajak terhadap penerimaan negara pada tahun 2018 pajak menjadi penyumbang pendapatan negara sebesar 85%.

Penerimaan pajak inilah yang digunakan untuk meningkatkan pembangunan Indonesia mulai dari pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan berbagai sektor lainnya yang bertujuan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Hal inilah yang disebut sebagai fungsi budgetair (anggaran) pajak yaitu pajak berperan dalam membiayai berbagai pengeluaran negara.

Peran pajak dalam meningkatkan pembangunan di berbagai sektor kehidupan tentu tidak dapat dipungkiri, namun tidak banyak rakyat yang menyadari hal tersebut. Hal ini dikarenakan manfaat pembayaran pajak tidak langsung diterima.

Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini hampir seluruh rakyat Indonesia telah memperoleh manfaat pajak. Pelayanan kesehatan gratis, pendidikan gratis, dan berkualitas karena 20% belanja negara dari RAPBN Tahun 2025 atau diperuntukan untuk sektor pendidikan, akses transportasi dan mobilitas yang mudah melalui pembangunan infrastruktur jalan dan tol yang mendorong perekonomian adalah sekumpulan manfaat pajak.

Dengan peringatan Hari Pajak Tahun 2025 dan optimisme dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), diharapkan dapat mewujudkan suatu lembaga perpajakan yang kuat, kredibel, dan memiliki akuntabilitas secara struktur, kewenangan, dan kapasitas.

Tentu saja dalam mewujudkan reformasi perpajakan, DJP juga memerlukan dukungan dari masyarakat Indonesia karena DJP tanpa dukungan masyarakat seperti raga yang lemah tanpa daya.

Kita semua tentu sangat cinta pada negeri ini, dan ingin negeri ini dapat berdiri di atas kaki sendiri tidak bergantung pada Hutang Luar Negeri dalam pemenuhan APBN -nya. Maka dengan penerimaan sektor perpajakan yang meningkat diharapkan Kemandirian APBN juga akan terwujud.

Mari buktikan cinta pada negeri dengan bayar apa yang harus dibayar, serta lapor apa yang harus dilapor.

Selamat memperingati dan menyemarakkan Hari Pajak Tahun 2025!.

Semoga berkah dan manfaat bagi kita semua

Pajak Tumbuh Indonesia Tangguh

*) Praktisi Perpajakan

**) Ini adalah pandangan pribadi tidak mewakili institusi tempat Penulis bekerja.

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |