Sisa Pembayaran Tanah Warga Desa Segarajaya Tarumajaya Belum Lunas, Kini jadi Proyek Pelabuhan

1 month ago 41

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sejumlah warga Desa Segarajaya Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi, mengaku telah menjual tanah mereka melalui perantara pihak desa pada 2022, namun sisa pembayaran belum lunas sampai sekarang.

Tanah tersebut kini menjadi bagian dari proyek pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) menjadi kawasan Pelabuhan Paljaya, yang digarap oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (KKP) Provinsi Jawa Barat bersama PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TPRN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN).

Tarini (57), salahsatu warga Desa Segarajaya, menceritakan bahwa pada 2022 dirinya membutuhkan uang untuk membiayai pendidikan kedua anaknya yang masih duduk di bangku SMP dan SMK setelah suaminya meninggal. Untuk itu, ia menggadaikan sertipikat tanah seluas 144 meter persegi ke bank.

BACA JUGA: Pemkab Bekasi Minta KKP Perhatikan Kesejahteraan Petani Tambak dan Nelayan

Tak lama setelah itu, Tarini didatangi beberapa kali oleh seorang pria yang mengaku sebagai anak buah kepala Desa Segarajaya untuk membeli tanahnya. Meskipun Tarini menjelaskan bahwa sertipikat tanahnya digadai ke bank, perantara tersebut tidak mempermasalahkan asal pembayaran angsuran ke bank lancar.

“Saya disamperin terus sama anak buahnya pak lurah Desa Segarajaya. Saya minta 1 meter Rp1 juta, tapi dia gak mau dengan alasan sudah sertipikat,” ujar Tarini, Senin (27/11).

Setelah terus dibujuk, Tarini akhirnya sepakat menjual tanah seluas 144 meter dengan harga Rp110 juta.

“Semua total tanah ada 144 meter, diborong sama dia Rp110 juta,” kata Tarini.

Ia mengaku pembayaran dilakukan dengan cara mencicil, antara lain Rp20 juta, Rp30 juta, Rp15 juta, Rp15 juta, Rp10 juta, dan Rp10 juta, dengan total pembayaran mencapai Rp100 juta. Sisanya, Rp10 juta, belum dilunasi hingga saat ini.

BACA JUGA: KKP Segel Pagar Laut di Perairan Tarumajaya Bekasi  

“Sekarang saya minta Rp10 juta lagi, rasanya seperti mengemis. Katanya nanti lunas kalau sertipikat keluar,” ujarnya.

Pembeli berdalih belum bisa melunasi pembayaran karena belum menerima sertipikat tanah yang dibeli.

“Saya bilang, masalah sertipikat gampang, anak saya yang bayar sisa cicilan selama satu tahun lagi,” tambahnya.

Dikatatakan Tarini, dirinya tidak mengetahui bahwa tanah yang dibelinya akan dijual kembali oleh perantara pihak desa untuk pembangunan pelabuhan.

Ia mengaku membeli tanah tersebut pada 1985 saat wilayah pesisir Desa Segarajaya masih berupa daratan.

“Dari pertama saya udah sertipikat hak milik. Saya beli dari 1985, awal mulanya daratan,” katanya.

Hal serupa juga dialami Arni (54), warga Kampung Paljaya. Ia memiliki tanah seluas 1.540 meter persegi yang dibeli oleh perantara dari pihak desa seharga Rp500 ribu per meter, dengan total harga Rp750 juta. Pembayaran juga dilakukan secara mencicil, namun belum lunas.

BACA JUGA: KKP Ungkap Pagar Laut di Tarumajaya Bekasi Tak Punya Izin KKPRL

“Sudah dua kali pembayaran, pertama Rp150 juta, kedua Rp500 juta. Masih ada sisa 200 meter yang belum dibayar,” ujarnya.

Arni mengatakan bahwa tanah miliknya masih berstatus Akta Jual Beli (AJB). Dokumen pertanahan tersebut masih ada pada dirinya.

“Surat-surat masih ada di saya, belum ada pengalihan nama. Tapi katanya sudah disertipikatkan. Padahal pengalihan hak belum dilakukan,” jelas Arni.

Ia menambahkan, sisa pembayaran untuk 200 meter yang belum dilunasi sekitar Rp100 juta. Arni sudah berusaha menagih ke kantor desa, namun tidak pernah bertemu dengan pihak yang bertanggung jawab.

“Saya datangi, lurahnya malah ngumpet. Kalau tanah saya nggak diuruk, saya nggak masalah kalau belum dibayar. Tapi tetap saja diuruk,” ujar Arni.

Tarini dan Arni berharap pihak perantara yang diduga oknum dari penyelenggara desa dapat segera melunasi kekurangan pembayaran atas tanah mereka. Keduanya juga telah mengadukan hal tersebut kepada Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, ketika ia mengunjungi are pagar laut pada Jumat (24/1).

Dedi Mulyadi, mengaku heran tentang keberadaan sertipikat tanah di laut.

“Kami mempertanyakan dari sisi logika kepemilikan tanah. Bagaimana mungkin laut bisa memiliki sertipikat?” ujar Dedi.

Ia menyatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN untuk memeriksa riwayat sertipikat yang kini berada di tangan PT TPRN dan PT MAN, termasuk informasi mengenai status sertipikat lahan yang berada di laut.

“Saya akan bertemu dengan kementerian ATR/BPN untuk meminta penjelasan riwayat bagaimana lahirnya sertipikat untuk kedua perusahaan ini dengan luas hampir 800 hektar. Setelah saya ketemu menteri ATR BPN, saya sudah melihat riwayat tanahnya, dan saya menjabat tindakan saya berbeda,” kata Dedi.

Sementara itu, kuasa hukum PT TPRN, Deolipa Yumara, menjelaskan bahwa perusahaan kliennya tidak memiliki sertipikat atas tanah tersebut. Sertipikat hak milik masih dimiliki oleh masyarakat.

“Sertipikat hak milik itu tetap milik masyarakat, perusahaan belum memiliki sertipikat,” tegas Deolipa. (ris)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |