Sekolah Negeri Penuh, Swasta Kehilangan Ribuan Siswa Baru

2 months ago 39

RADARBEKASI.ID, BEKASI – SMA/SMK negeri di Kota Bekasi harus menambah meja dan bangku karena jumlah siswa baru tahun ini melebihi daya tampung. Sebaliknya, sekolah swasta justru masih harus berburu peserta didik, karena jumlah pendaftar turun drastis dibandingkan tahun ajaran sebelumnya.

Tahun ajaran 2025/2026 dinilai tidak berpihak kepada sekolah swasta. Penerimaan siswa baru di SMA swasta Kota Bekasi turun lebih dari seribu siswa dibandingkan tahun lalu. Bahkan, ratusan siswa yang sudah mendaftar memilih mencabut berkas untuk masuk ke sekolah negeri melalui jalur khusus Penanggulangan Anak Putus Sekolah (PAPS).

Kebijakan pembatasan maksimal 50 siswa per rombongan belajar (rombel) juga menuai pro-kontra. Di satu sisi, kebijakan ini dinilai dapat menenggelamkan eksistensi sekolah swasta, membuat proses belajar-mengajar tidak optimal, dan berisiko menurunkan kualitas pendidikan. Namun di sisi lain, keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 itu dinilai sebagai terobosan untuk memperluas akses pendidikan dan meningkatkan angka partisipasi sekolah.

Keputusan itu mengacu pada data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI tahun 2025, yang mencatat 66.192 siswa di Jawa Barat putus sekolah, 133.481 lulusan SMP/MTs tidak melanjutkan pendidikan dan 295.530 jiwa belum pernah bersekolah.

Data di laman Disdik Jabar mencatat, jumlah siswa yang diterima di SMA negeri Kota Bekasi melalui jalur PAPS mencapai 2.016 orang, sementara SMK negeri menerima 816 siswa. Sekolah-sekolah kini bersiap menyesuaikan kebutuhan ruang, bangku, dan meja.

Sementara itu, proses pembelajaran belum sepenuhnya terlihat karena siswa masih menjalani Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Kegiatan pekan pertama ini masih banyak dilakukan di luar kelas atau di ruang aula.

Seiring berjalannya waktu, dampak dari kebijakan ini terasa di sekolah swasta di Kota Bekasi, khususnya SMA. Salah satunya SMA Widya Nusantara, kursi untuk siswa baru di ruang kelas tidak terisi penuh seperti tahun-tahun sebelumnya. Jumlah siswa baru yang diterima tahun ini turun cukup signifikan.

“Berkurang hampir 40 persen,” kata Kepala SMA Widya Nusantara, Noer Fitri, Rabu (16/7).

BACA JUGA: SMA/SMK 50 Siswa dan SMP 44 Siswa Sekelas: Ruang Belajar Sempit, Sekolah Swasta Terjepit

Turunnya jumlah siswa ini akan berdampak pada turunnya kemampuan sekolah dalam membiayai operasional, begitu juga dengan besaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima oleh setiap sekolah berdasarkan jumlah siswa.

Ia meyakini hal ini hampir merata dialami oleh sekolah swasta yang ada saat ini. “Kita tetap optimis, InsyaAllah kita tetap bisa eksis,” ucapnya.

Menghadapi situasi ini, pihaknya akan menyusun strategi baru untuk mempertahankan eksistensi sekolah di tengah masyarakat. Paling utama adalah menjaga kepercayaan orangtua dan masyarakat secara umum lewat kualitas pendidikan di sekolah tersebut, salah satu tolok ukurnya adalah jumlah siswa yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) setiap tahun.

Tahun ajaran sebelumnya, total 44 siswa yang diterima di PTN. Cara lain yang akan dilaksanakan adalah promosi sekolah masif dan efektif menggaet siswa baru.

“Kualitas pendidikan yang benar-benar harus kita kedepankan, karena orangtua sudah memberikan kepercayaan kepada kita,” tambahnya.

Situasi serupa hampir merata terjadi di SMA swasta di Kota Bekasi, penerimaan siswa baru turun hampir separuhnya dibandingkan tahun ajaran 2024/2025. Ketua Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS) SMA Kota Bekasi, Supardi menyebut kebijakan 50 siswa per Rombel sangat berpengaruh bagi SMA swasta.

“Sangat signifikan, pengaruhnya sangat besar. Mungkin sekarang SMA-SMA swasta paling maksimal dapat murid sekitar 30 persen,” katanya.

Mempengaruhi SMA swasta yang tergolong kecil hingga yang besar. Sampai dengan saat ini sekolah-sekolah swasta masih mencari siswa.

Data sementara yang terkumpul dari 39 SMA swasta di Kota Bekasi, mayoritas mengalami penurunan jumlah siswa baru. Siswa baru yang diterima oleh puluhan SMA swasta tersebut pada tahun ajaran 2024/2025 lalu tercatat sebanyak 3.805 siswa, tahun ajaran ini turun menjadi 2.344 siswa.

Dengan begitu, dari 39 SMA tersebut, sekolah swasta telah kehilangan 1.461 siswa. Pada saat dibuka pendaftaran jalur PAPS, terdapat 138 siswa yang mencabut berkas atau mengundurkan diri. “Banyak dari sekolah-sekolah swasta yang sudah daftar masuk, sudah bayar, bahkan dicabut lagi dengan adanya PAPS itu,” paparnya.

Bagi sekolah, hal ini berdampak pada kemampuan membiayai operasional sekolah. Supardi membenarnya adanya potensi guru, Staff tata usaha, hingga pegawai keamanan yang terancam diPHK akibat kondisi sekolah saat ini. Pihaknya masih mendata potensi guru hingga petugas keamanan sekolah yang terancam diberhentikan tersebut.

Termasuk di sekolahnya, SMA Ar Ridwan Jatiasih jumlah siswa baru mengalami penurunan. Tahun ajaran sebelumnya, sekolah ini menerima 70 siswa baru, tapi sampai dengan kemarin baru 30 siswa.

“Lebih dari separuhnya,” ucapnya.

BACA JUGA:   Penambahan Rombel SMA-SMK Negeri Ancam Kelangsungan Sekolah Swasta

Terkait dengan kebijakan ini, Supardi menyampaikan bahwa FKSS provinsi termasuk kota kabupaten seluruh Jawa Barat berencana menggugat kebijakan Gubernur Jawa Barat ke PTUN. Dalam waktu dekat seluruh FKSS akan menggelar rapat koordinasi untuk menyusun gugatan tersebut.

“InsyaAllah kami FKSS seluruh Jawa Barat akan menggugat Dedi Mulyadi ke PTUN,” tambahnya.

Sedianya menurut Supardi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat atau gubernur mengajak sekolah swasta duduk bersama dalam menyusun kebijakan.
Sekolah negeri harus memastikan sarana dan prasarana belajar seluruh siswa terpenuhi. Hal ini juga yang tengah dilakukan oleh SMKN 1 Kota Bekasi.

“Untuk bangku kita mengatasinya dari BOS, sudah mulai belanja modal. Jadi besok hari Senin keberadaannya (siswa) di kelas sudah duduk,” kata Kepala Sekolah SMKN 1 Kota Bekasi, Boan.

Saat ini kata dia, siswa belum banyak beraktivitas di dalam kelas. Siswa selama pengenalan lingkungan sekolah lebih banyak beraktivitas di luar kelas hingga ruang aula.

“Di luar ruangan dan di dalam ruangan, kita memiliki ruang aula. Saat pengenalan jurusan mereka dibawa ke jurusan, memang kita kondisikan berbaur, supaya saling mengenal,” ucapnya.

Tahun ajaran baru kemarin, SMKN 1 Kota Bekasi menerim 16 kelas, tersebar di delapan jurusan dengan total kuota siswa pada saat pelaksanaan SPMB sebanyak 576 siswa. Jumlah maksimal 50 siswa per kelas tidak dipilih, rata-rata tambahan siswa per kelas sebanyak 4 orang.

Hal ini diputuskan setelah mempertimbangkan ketersediaan peralatan praktik yang dimiliki sekolah. Jika tidak disesuaikan dengan kemampuan sekolah, akan berakibat berkurangnya jam praktik masing-masing siswa lantaran harus bergantian dengan siswa yang lain.

Pada tahap penerimaan siswa di jalur PAPS, Boan menyampaikan bahwa pihaknya telah menganalisis data potensi siswa dari Keluarga Ekonomis Tidak Mampu (KETM) hingga siswa yang tinggal di sekitar lingkungan sekolah.

Dalam pemenuhan siswa di jalur tersebut, Boan menyebut pihaknya telah berkomunikasi sekolah di sekitar SMKN 1, terutama sekolah swasta.

“Dari situ yang sudah diterima di teman-teman sekolah swasta kita tidak tarik. Kemudian juga menjadi perhatian kalau memang kategori miskin dan bekerjasama dengan PKH itu kita ambil, jadi kita memperhatikan dinamik itu, mudah-mudahan disekitar sini siswa yang putus sekolah sudah tidak ada lagi,” tambahnya.

Terpisah di SMAN 22 Bekasi, data penerimaan siswa jalur PAPS di laman Disdik Jabar hanya satu siswa. Hal ini diakui oleh Kepala Sekolah SMAN 22 Bekasi, Ahmad Rojali, setiap kelas saat ini diisi oleh 36 siswa.

Situasi ini berbanding lurus jika memperhatikan kondisi sekolah, dimana SMAN 22 masih kekurangan ruang kelas. Saat ini bahkan masih menjalankan pembelajaran dua shift.

“Kita untuk 36 per rombel saja masih kekurangan, seharusnya kita menerima siswa 288. Tapi bukan karena kurang itu kita ambil siswa semaunya, karena kan sudah dilaporkan ke sana (Disdik Provinsi Jawa Barat),” ungkapnya.

Dalam perjalanan MPLS pekan ini, sudah ada dua siswa yang mengundurkan diri lantaran jarak rumah ke sekolah relatif jauh. Siswa tersebut memilih untuk melanjutkan pendidikan di sekolah swasta yang jaraknya dekat dengan tempat tinggal.

Pertimbangan itu dipilih lantaran jam masuk sekolah tahun ajaran ini lebih pagi, yakni pukul 06:30 WIB.

“Itu kan hak ya, jadi kita tidak bisa melarang. Karena (rumah) lebih dekat dengan sekolah itu makanya dia pindah,” ucapnya.

Untuk mendukung Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), sekolahnya dalam waktu dekat akan mendapatkan bantuan pembangunan ruang kelas baru. Dengan begitu, seluruh siswa bisa memulai pembelajaran pagi hari.

“InsyaAllah di tahun depan kita sudah bisa melaksanakan satu Shift,” tambahnya.

Selama MPLS, siswa kelas 10 memulai pembelajaran pagi hari, sedangkan sisa kelas 11 dan 12 memulainya pada siang hari. Hal ini bertujuan untuk mendukung pendidikan karakter seperti kedisiplinan siswa baru, dimana MPLS tahun ini pembangunan karakter siswa sesuai dengan konsep pendidikan karakter Gerbang Panca Waluya. (sur)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |