Secuil Kisah Faaris Silva Nurhidayat, Bocah Margajaya yang Berandil Membawa Timnas U-17 ke Piala Dunia

1 day ago 7

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kegirangan publik tanah tanah air atas pencapaian Timnas U-17 yang berhasil lolos ke Piala Dunia 2025 di Qatar masih riuh terdengar.

Tak terkecuali keluarga kecil yang bertempat tinggal di Jalan Kemakmuran Kelurahan Margajaya Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi.

Di rumah yang selasarnya dibuat usaha warung kopi (Warkop) itulah salah seorang penggawa Timnas U-17, Faaris Silva Nurhidayat bermukim. Seperti apa kisah Faaris?

Asap kopi mengepul pelan dari sebuah cangkir di sudut Jalan Kemakmuran Kelurahan Margajaya. Di balik meja kecil warung kopi miliknya, Dadan Hidayat menatap layar televisi yang menayangkan pertandingan Timnas Indonesia U-17.

Namun sorot matanya bukan sekadar sorotan penggemar bola—itu adalah tatapan seorang ayah yang tengah menyaksikan anak kandungnya, Faaris Silva Nurhidayat, bertarung di panggung internasional.

“Setiap dia muncul di layar, dada saya langsung bergetar,” ucap Dadan, menahan haru.

BACA JUGA: Faaris Silva, Bocah Bekasi Selain Zahaby Gholy Perkuat Timnas U-17 Indonesia

Bagi Dadan, Faaris bukan hanya anak kedua. Ia adalah representasi nyata dari mimpi yang sempat gagal ia wujudkan di masa muda: menjadi pesepak bola profesional.

Dulu, Dadan pernah bermimpi besar di lapangan hijau, tapi hidup menuntunnya ke jalan berbeda—mengelola warkop demi menyambung hidup. Namun ternyata, impian itu tidak mati. Ia tumbuh kembali, kali ini dalam kaki dan semangat Faaris.

WARKOP: Dadan Hidayat, ayahanda pemain Timnas Indonesia U-17 Faris Silva saat ditemui di warkopnya di Jalan Kemakmuran Kelurahan Margajaya Kecamatan Bekasi Selatan Kota Bekasi, Minggu (13/4). RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

“Sejak TK saya sudah ajari dia passing. Bola itu enggak pernah lepas dari tangannya, bahkan saat tidur,” kenangnya dengan senyum bangga.

Faaris menapaki jalan sepak bola dari klub kecil Tunas Prima Bekasi sejak kelas 1 SD, sebelum pindah ke Bekasi Raya di kelas 6. Bakat dan kerja kerasnya mengantarkannya ke level lebih tinggi: dilatih oleh pelatih senior Umar Alatas di usia 14, dan direkrut oleh Persija Jakarta setahun kemudian.

BACA JUGA: Mengunjungi Kediaman Zahaby Gholy, Penggawa Timnas Indonesia U-17: Dari Gang Sempit Cikunir ke Panggung Dunia

Berposisi sebagai bek sayap, Faaris bukan pemain yang mengejar gelar individu. Tak ada trofi “Pemain Terbaik” yang dipajang di rumah.

Tapi di setiap pertandingan, ia hadir. Konsisten. Kuat. Efektif. Faaris adalah pemain yang membuat timnya lebih baik—bukan dengan sorotan, tapi dengan kerja diam-diam yang berdampak besar.

“Dia enggak pernah minta dipuji. Tapi setiap dia main, hasilnya terasa,” kata Dadan, matanya berkaca-kaca.

Faaris ikut mengantar timnya meraih kemenangan di berbagai turnamen bergengsi, mulai dari Danone Cup Jabodetabek hingga Daihatsu Cup di Bogor. Puncaknya, ia membawa Persija menjuarai Piala Soeratin Nasional 2023, tonggak penting sebelum akhirnya dipanggil membela Garuda Muda.

Di balik pencapaian itu, kehidupan Faaris tetap sederhana. Ia kerap mampir ke warung kopi ayahnya, mengajak teman-teman, bercanda sambil menikmati mie instan. “Saya senang lihat dia tetap rendah hati. Itu yang paling penting bagi saya,” ujar Dadan.

BACA JUGA: Legenda Timnas Asal Bekasi Bangga Timnas U-17 Lolos ke Perempat Final Piala Asia U-17 dan Piala Dunia U-17, Begini Komentarnya

Dalam keluarga, Faaris juga menjadi harapan besar. Kakak sulungnya telah tiada. Kini, ibunya sedang mengandung adik ketiga.

“Kalau nanti adiknya enggak jadi pemain bola, jadi ustaz juga enggak apa-apa,” ujar Dadan sambil tertawa ringan, menyimpan harapan dalam canda.

Menjelang laga penting melawan Korea Utara di Piala Asia U-17, Dadan hanya berharap satu hal: anaknya diberi kesempatan bermain dan menunjukkan yang terbaik.

“Kalau rezeki dia main, saya cuma minta dia tetap rendah hati, disiplin, dan terus belajar,” ucapnya.

Dari warung kecil di pinggir jalan hingga stadion internasional, cerita Faaris bukan hanya kisah tentang sepak bola. Ini adalah tentang mimpi yang diwariskan, kerja keras yang tak kenal lelah, dan cinta ayah yang menjelma menjadi sayap bagi anaknya.

Sebab bagi Dadan, menyaksikan Faaris mengenakan jersey Timnas adalah lebih dari sekadar kebanggaan—itu adalah mimpi yang akhirnya menjadi nyata.(rez)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |