Beranda Berita Utama Peneliti Soroti Lemahnya Pemahaman Tupoksi Anggota DPRD Kabupaten Bekasi

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sebagai wakil rakyat, DPRD memiliki peran penting dalam pembentukan peraturan daerah, pengawasan kebijakan pemerintah, hingga penganggaran. Sayangnya, tidak semua anggota dewan memahami tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) setelah duduk di kursi legislatif.
Sikap kritis dan pemahaman anggota dewan, khususnya dalam Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD Kabupaten Bekasi, menjadi sorotan. Kondisi ini dinilai dapat berdampak pada efektivitas fungsi pengawasan hingga kinerja legislatif secara keseluruhan.
Peneliti Kebijakan Publik IDP-LP, Riko Noviantoro, menilai kondisi tersebut dipicu oleh beberapa faktor. Menurutnya, akar persoalan berawal dari partai politik yang tidak menjalankan fungsi kaderisasi secara maksimal.
“Partai politik seharusnya menjadi rumah lahirnya kader-kader bangsa yang hebat. Dia (Partai) punya mekanisme yang baik untuk melahirkan kader-kader, sehingga layak untuk duduk di posisi legislatif maupun eksekutif,” ujarnya kepada Radar Bekasi, Selasa (3/6).
Faktor selanjutnya, kata dia, sistem pemilu yang hanya bersifat formalitas. Banyak masyarakat memilih calon anggota DPRD hanya karena kenal, tanpa mempertimbangkan rekam jejak, program kerja, atau keterlibatan mereka di masyarakat.
“Dari tahapan (proses) itu tidak menggambarkan substansi. Kemudian di hilirnya juga punya kerumitan karena masyarakat kita pragmatis, lebih senang bertemu anggota DPRD yang suka bagi-bagi duit, makan-makan, dan sebagainya,” jelasnya.
Riko menyebut persoalan praktik demokrasi terjadi dari hulu hingga hilir, dari partai politik hingga masyarakat.
“Dari hulu (partai politik) sampai hilir (masyarakat), kita punya persoalan serius di dalam praktik demokrasi. Solusinya harus diedukasi, berikan pendidikan politik,” sambungnya.
Riko juga menyoroti lemahnya kesadaran anggota dewan terhadap kapasitas diri. Menurutnya, setelah terpilih, seharusnya ada kemauan untuk terus belajar dan memahami fungsi sebagai wakil rakyat.
“Celakanya itu ketika dia (anggota DPRD) enggak tahu, tidak punya kapasitas dan kapabilitas yang memadai, tapi nggak mau belajar. Akhirnya dia stagnan,” tukasnya.
Ia pun mengakui bahwa sebagian anggota DPRD maju hanya untuk mengamankan kepentingan pribadi. Namun, menurut Riko, hal itu merupakan bagian dari realita politik.
“Demokrasi itu untuk membela kepentingan orang banyak. Diantara kepentingan orang banyak, kemudian ada kepentingan dia, itu wajar. Tapi jangan sampai kepentingan dia lebih besar. Itu jangan sampai terbalik, kacau,” katanya.
Riko juga menyoroti sikap sebagian anggota DPRD yang enggan berdialog atau bahkan tersinggung ketika dikritik.
“Ketika dia menolak dialog bahkan baper terhadap suatu hasil dialog, itu harus dimasukan ke daftar anggota DPRD yang kualitas di bawah nilai 5, dari 10 nilai tertinggi. Justru demokrasi itu membuka ruang dialog yang besar, kalau nggak mau dialog, berubah saja negara ini menjadi otoriter,” tegasnya. (pra)