MUI Kota Bekasi: Medsos Pintu Masuk Kejahatan Seksual

6 hours ago 4

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi, KH. Saifuddin Siroj

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi, KH. Saifuddin Siroj, mengingatkan masyarakat agar lebih waspada terhadap maraknya kasus pencabulan anak di bawah umur yang belakangan ramai di beritakan di Kota Bekasi.

Menurutnya, media sosial kini menjadi pintu masuk utama tindak kejahatan seksual terhadap anak.

“Kasus-kasus pencabulan anak banyak berawal dari media sosial. Instagram, Facebook, WhatsApp, TikTok, dan lainnya kerap dijadikan sarana oleh predator seksual. Orang tua jangan abai terhadap penggunaan ponsel anak-anak mereka,” kata Saifuddin, Minggu (31/8).

Ia menegaskan, tanggung jawab utama dalam melindungi anak terletak pada orang tua. Apabila kasus terjadi, kata dia, penyelesaiannya tidak boleh ditunda. Penanganan harus segera dilakukan agar korban tidak mengalami trauma mendalam.

Saifuddin menyoroti peran aparat penegak hukum, khususnya unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di kepolisian. Ia meminta PPA lebih proaktif, bukan sekadar menunggu laporan masyarakat.

“Harus ada kolaborasi dengan masyarakat. Jangan hanya duduk di kantor. PPA harus aktif memberi publikasi, panduan, dan pencerahan kepada masyarakat. Lebih baik mencegah daripada mengobati,” ujarnya.

Menurut Saifuddin, langkah pencegahan sama pentingnya dengan penindakan. Ia menyebut konseling psikologis dan pendampingan psikiater menjadi kebutuhan utama bagi anak yang menjadi korban.

“Trauma anak harus ditangani tuntas. Keluarga pun perlu ikut serta dalam proses pemulihan, baik korban maupun pelaku,” tambahnya.

MUI menekankan pentingnya deteksi dini dalam keluarga. Perubahan sikap anak harus diperhatikan secara serius.

“Ibu adalah orang pertama yang seharusnya peka terhadap perubahan sikap anak. Kalau anak tiba-tiba tertutup atau depresi, orang tua harus segera menanyakan dan mencari tahu penyebabnya,” ucap Saifuddin.

Ia menambahkan, banyak korban pelecehan merasa malu dan takut melapor. “Mereka menganggap apa yang dialami hanya sensasi, padahal itu menimbulkan luka psikologis yang mendalam. Karena itu, orang tua harus menjadi pihak yang paling mengerti kondisi anak,” jelasnya.

Sejauh ini pihaknya terus melakukan sosialisasi melalui MUI TV dan lembaga dakwah khusus (LDK), MUI kerap memberikan pencerahan tentang perundungan dan penyimpangan perilaku di sekolah.

“LDK dan departemen hukum MUI sudah beberapa kali turun ke sekolah-sekolah untuk memberikan edukasi. Fokusnya pada perundungan dan moralitas di kalangan pelajar SMP dan SMA. Kegiatan ini akan terus kami intensifkan, meski belum menyentuh seluruh sekolah,” kata Saifuddin.

Saifuddin menegaskan agar para orangtua selalu mengawasi anak-anaknya, baik di sekolah maupun di rumah.

“Orang tua harus tahu kapan anak belajar, ke mana mereka pergi, dan dengan siapa mereka bergaul. Jangan sampai ada penelantaran. Jika anak tidak terpantau, mereka rentan dipengaruhi oleh orang-orang yang berniat buruk,” ujarnya.

Ia menambahkan, perhatian keluarga menjadi benteng utama melawan predator seksual.

“Didiklah anak-anak dengan pengawasan penuh. Di sekolah mereka diawasi guru, di rumah harus diawasi orang tua. Jangan lengah terhadap pergaulan mereka,” pungkasnya. (rez)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |