Beranda Berita Utama Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi: Rendahnya Partisipasi Pilkada Akibat Sosialisasi Tak Tepat Sasaran
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Rendahnya angka partisipasi pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 menjadi perhatian serius Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi.
Hal ini semakin diperburuk dengan batalnya agenda rapat bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) akibat ketidakhadiran perwakilan KPU. Padahal, Komisi I saat itu telah menyiapkan sejumlah poin untuk meningkatkan partisipasi pemilih.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Ridwan Arifin, menyebutkan bahwa kurangnya sosialisasi menjadi salah satu penyebab utama rendahnya partisipasi pemilih.
“Ada beberapa kekhawatiran, prediksi, dan analisa, ketika sosialisasi kurang akan berakibat pada rendahnya partisipasi. Makanya kami undang KPU, sudah sampai mana tahapannya, upaya, dan lain-lain, tapi nggak dateng. Ternyata setelah Pilkada hasilnya betul, bahwa partisipasi publik hanya di angka 60 persenan,” ujar Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Ridwan Arifin, kepada Radar Bekasi, Selasa (17/12).
Pria yang akrab disapa Iwang ini menilai sosialisasi yang dilakukan KPU tak tepat sasaran. Fokusnya hanya di pusat kota dan kalangan tertentu, termasuk pemasangan alat peraga kampanye (APK) yang hanya terpusat di jalan-jalan utama. Akibatnya, banyak masyarakat yang memiliki hak pilih tidak terjangkau.
Meski demikian, Iwang menegaskan Komisi I tidak berencana mengundang KPU kembali untuk rapat. Menurutnya, DPRD hanya memiliki peran preventif, sedangkan untuk langkah kuratif menjadi wewenang instansi lain seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau inspektorat daerah.
“Kalau sekarang hasilnya sudah ada, tadinya sebelum pelaksanaan kita mau memberikan fungsi kontrol, tapi mereka (KPU) mengabaikan. Tiba-tiba terjadi dan itu harus ada pihak instansi lain yang memang menindaklanjuti, inspektorat mungkin, atau pengawas kebijakan daerah atau BPK sebagai pengawas keuangan,” katanya.
Sementara itu, Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno, menyoroti perbedaan signifikan tingkat partisipasi pemilih antara Pilkada dan Pemilu 2024. Ia mencatat, partisipasi pemilih dalam Pilkada hanya mencapai 66 persen, jauh di bawah Pemilu yang mencapai 82 persen.
“Ini ada apa, pandangan kami harusnya tingkat partisipasi lebih banyak karena calonnya lebih sedikit, kalau Pileg ratusan orang. Harapan kami partisipasi pemilih itu 82 sampai 85 persen. Ini mah hanya di angka 66 persen,” ucapnya.
Hal ini tentu harus menjadi catatan bersama antara partai politik dan KPU, yang memiliki ruang khusus untuk melakukan sosialisasi agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Saat ditanya mengenai kemungkinan adanya kenaikan tingkat partisipasi di Pilkada 2024 dibandingkan Pilkada 2017, Nyumarno dengan tegas menyatakan bahwa parameter perbandingannya tidak relevan, mengingat perbedaan signifikan dalam alokasi anggaran.
“Dari sisi anggaran juga berbeda. Misalkan parameternya 2017, kalau nggak salah anggaran Pilkada hanya Rp 40 miliar atau berapa gitu, sedangkan anggaran sekarang Rp 117,5 miliar. Kemudian anggaran untuk sosialisasi di 2017 berapa, di 2024 berapa. Jadi parameternya nggak seperti itu, jangan membandingkan dengan Pilkada sebelumnya,” ungkapnya.
“Kenapa sekarang ramai lagi wacana Pak Presiden bicara tentang Pilkada dipilih oleh DPRD, kan salah satunya untuk mengevaluasi secara nasional, karena partisipasi pemilih di Pilkada 2024 ini jeblok semuanya,” sambungnya. (pra)