Jantung Jonan

3 hours ago 1

Unggahan Instagram Ignasius Jonan yang mengabarkan dirinya sedang sakit.--

Oleh: Dahlan Iskan

“Pak Jonan sakit apa?”

Saya tidak bisa menjawab. Saya sendiri kaget lihat foto yang beredar di medsos kemarin. Tapi itu foto resmi. Dimuat di IG Pak Ignasius Jonan sendiri: ia berada di kursi roda. Di sebuah rumah sakit. Terlihat ia sudah sembuh. Baru sembuh dari sakit yang kelihatannya berat.

Terlalu banyak pertanyaan seperti di atas. Saya pun kirim WA ke Pak Jonan. Saya ucapkan syukur telah sembuh dari sakit. “Sakit apa?” tanya saya.

Pak Jonan tidak segera membalas. Saya maklum. Saya pun mengamati lebih detail foto di kursi roda itu. Di bagian dadanya terlihat ada semacam pelindung. Sepertinya ia baru menjalani operasi bedah dada.

Jantung? Mustahil. Beliau sehat? Paru? Bisa jadi. Beliau perokok.

Di teks yang menyertai foto itu tidak disebut sakitnya apa. Tapi jelas Jonan sangat lega lalu bersyukur pada Tuhan. Ia baru terhindar dari maut. Lalu ia ucapkan terima kasih kepada para dokter dan perawat di rumah sakit itu.

Tidak sampai setengah jam kemudian Jonan menjawab WA saya.

“Saya menjalani 4-bypass jantung. Di Farrer Park Hospital, Singapura. Pada 19 Januari yang lalu dan keluar rumah sakit pada 27 Januari,” tulis Jonan. “Apabila semuanya ok saya berencana kembali ke Jakarta Senin sore.

Semoga nanti sore Jonan benar-benar telah kembali ke tanah air.

Saya pun mengucapkan selamat kepadanya. “Berarti Anda akan lebih muda 10 tahun,” tulis saya. Begitulah yang sering diucapkan pasien bedah jantung. Mereka merasa lebih muda 10 tahun.

Sebelum operasi itu Jonan tidak merasakan gejala apa-apa. Ia sendiri merasa baik-baik saja. Sehat. Tapi ia terpikir dengan adik kandungnya yang baru saja meninggal. Yakni di saat ikut bersepeda pagi. Itu mirip dengan meninggalnya staf khusus Jonan saat menjabat menteri ESDM: Hadi Mustofa Djuraid. Djuraid juga meninggal saat bersepeda pagi.

Bahkan adik Jonan lainnya juga meninggal mendadak seperti itu. Di usia yang jauh lebih muda.

Dua adik meninggal dengan cara yang mirip-mirip juga membuatnya lebih waspada.

Ignasius Jonan tahu: ada satu jenis penyakit jantung yang erat hubungannya dengan genetika. Ia tidak mau penyakit adik-adiknya ada pada dirinya.

Maka Jonan memutuskan: mengecek jantungnya. Ia melakukan stress test jantung. Lebih baik mengetahui lebih dulu daripada tiba-tiba seperti adiknya. Sebagai ”orang keuangan” Jonan memang lebih prudent.

Anda sudah tahu: apa itu stress test jantung. Anda harus berlari di atas treadmill. Sekuat Anda.

Setelah tidak kuat lagi Anda bertahan di situ dalam posisi berjalan. Alat yang dipasang di dada Anda terhubung dengan EKG. Alat itu akan memberi tahu keadaan jantung Anda.

Kalau di situ terlihat ada penyumbatan maka Anda harus menjalani pemeriksaan berikutnya: kateter. Dengan kateter maka akan bisa dipastikan terjadinya penyumbatan. Bahkan akan diketahui penyumbatannya di berapa tempat.

Dari kateter itu pula dokter membuat keputusan: cukup diatasi dengan ring atau harus lewat operasi bypass. Dalam hal Jonan ternyata ditemukan sumbatannya berat. Sudah 90 persen. Ia terlihat sehat tapi tersumbat. Berat. Tidak bisa diatasi dengan pasang ring.

Maka Jonan harus menjalani operasi. 4-bypass. Ini operasi besar. Berhasil. Jonan pantas bersyukur pada Tuhan.

Stress test tidak harus pakai treadmill. Bisa juga dengan alat. Misalnya nuclear heart stress test. Jonan kelihatannya pakai yang ini. Tapi tetap saja setelah itu harus dibuktikan dengan kateter.

“Saya dibantu oleh Prof Maurice Choo, cardiologist dan Dr Wong Poo Sing, thoracic surgeon,” katanya.

Saya tahu rumah sakit tempat Jonan operasi ini. Saya pernah dirawat di situ. Yakni saat aorta saya pecah sepanjang 50 cm. Saya ditangani Dr Benjamin Chua.

Jelaslah bahwa Jonan tidak terkena serangan jantung. Justru saat masih sehat ia memeriksakan diri. Ternyata sakit. Jantungnya sudah buntu sampai 90 persen. Tanpa terasa apa-apa. Sangat berpotensi meninggal mendadak.

Begitu pentingnya tes kesehatan. Memang mati di tangan Tuhan. Tapi kian lama sebagiannya sudah dialihkan ke tangan para dokter.(Dahlan Iskan)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |