RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kondisi ekonomi yang hari-hari ini menjadi pembahasan hangat hingga efisiensi anggaran oleh pemerintah memukul sektor jasa perhotelan dan restoran di Jawa Barat. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel di Kota Bekasi turun 9,81 poin secara Month to Month (m-to-m) dan -12,16 persen secar Year on Year (y-on-y).
Dalam tiga bulan terakhir, TPK hotel gabungan di Kota Bekasi berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren yang tidak stabil. Selama periode tersebut, tingkat hunian tidak pernah menyentuh angka 50 persen. Situasi ini membuat para pelaku usaha di sektor perhotelan harus berpikir keras untuk mempertahankan kelangsungan bisnis mereka.
Pada Januari 2025 TPK hotel gabungan bintang dan non bintang tercatat sebesar 44,64 persen. Sektor perhotelan mengawali 2025 dengan catatan statistik minus, dimana TPK hotel bintang mengalami penurunan dibandingkan Desember maupun Januari 2024.
Pada Februari, TPK hotel gabungan naik ke angka 46,72 persen. Meskipun TPK hotel bintang mengalami kenaikan 2,77 poin dibandingkan bulan Januari 2025, namun secara y-on-y atau dibandingkan bulan Februari 2024 menurun 5,67 poin.
Data terakhir di Maret, TPK hotel gabungan berada di angka 36,91 persen. Masing-masing turun 9,81 dan 12,16 persen dibandingkan bulan Februari 2025 dan Maret 2024.
Turunnya tamu hotel pada Maret kemarin salah satunya diperkirakan akibat kebijakan efisiensi anggaran yang dilaksanakan oleh pemerintah pada 2025.
“Turunnya jumlah tamu hotel saat Ramadan atau bulan puasa di Maret 2025 serta pembatasan penggunaan anggaran pada kegiatan paket miring pemerintah atau efisiensi yang dilaksanakan di tahun 2025 berkemungkinan besar memberikan pengaruh terhadap angka tingkat penghunian kamar pada Maret 2025,” ungkap Kepala BPS Kota Bekasi Ari Setiadi Gunawan dalam keterangan resminya.
Baik hotel bintang maupun non bintang, keduanya mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Masing-masing mengalami penurunan 10,03 poin untuk TPK hotel bintang dan 8,87 poin untuk TPK hotel non bintang.
Hotel bintang tiga mengalami penurunan tertinggi, mencapai 19,02 poin. Kota Bekasi berada di urutan ketiga TPK hotel bintang tertinggi di Jawa Barat, berada di bawah Kota Sukabumi dan Purwakarta.
“Jika diurutkan dengan TPK hotel bintang tertinggi se-Provinsi Jawa Barat, Kota Bekasi menempati urutan ke tiga,” tambahnya.
Menarik untuk dicermati, di tengah penurunan TPK hotel di Kota Bekasi, rata-rata lama menginap naik tiga bulan berturut-turut. Tiga bulan terakhir hotal di Kota Bekasi didominasi oleh tamu domestik.
Situasi ini membuat tiga ribu pekerja hotel di Jawa Barat dikurangi jam kerjanya, disebabkan oleh kian beratnya biaya operasional. Hal ini disampaikan oleh Ketua PHRI Jawa Barat Dodi Ahmad Sofiandi di sela kegiatan West Java Economic Society (WJES) 2025 di Bandung, Rabu (7/5).
“Idealnya untuk beroperasi normal itu okupansi 50 persen. Dengan kondisi saat ini yang paling bisa dilakukan (memodifikasi) pada aspek pekerja yang proporsinya 26 persen dari biaya operasional hotel,” kata Dodi di Bandung, Rabu.
Rata-rata, kata Dodi, anggotanya memilih opsi untuk pengurangan jam kerja agar para pekerja tidak diberhentikan sepenuhnya dan tetap bisa mendapat upah mesti tidak seperti biasanya, di tengah minimnya orang menginap atau acara kedinasan. Namun itu untuk pekerja yang berstatus karyawan tetap.
“Untuk saat ini, pekerja harian sudah tidak diperpanjang lagi kecuali saat ramai sekali. Kemudian pekerja kontrak juga ada yang sudah habis dan tidak dipekerjakan lagi. Nah sisanya ini yang pekerja tetap, mereka sekarang bergantian harinya,” kata Dodi.
Dodi melanjutkan para pelaku usaha perhotelan melakukan kebijakan pengurangan jam kerja dengan sistem masuk tiga atau empat hari saja dalam sepekan, guna tidak terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.
Namun demikian, kata Dodi, meski juga dilakukan inovasi dari para pelaku usaha perhotelan demi mempertahankan okupansi, ada beberapa hotel yang terpaksa harus tutup dan memberhentikan pekerjanya seperti di Bogor.
“Okupansi di semua hotel 35-40 persen. Sekarang bahkan sudah ada hotel yang tutup seperti di Bogor ada dua, dan itu ada puluhan pekerja harus di-PHK. Dan kami cek di daerah lain belum ada lagi yang tutup, hanya pengurangan pekerja saja,” ujar Dodi.
Diperlukan langkah strategis untuk sektor perhotelan bertahan ditengah tekanan global dan penghematan anggaran pemerintah. Bahkan, data terkini mengungkap sudah ada dua hotel yang tutup di Bogor karena terus merugi.
Kemungkinan efisiensi karyawan maupun aspek lainnya untuk mengurangi biaya operasional menjadi perhatian industri hotel di Jawa Barat, termasuk Kota Bekasi. Sekertaris PHRI Kota Bekasi, Wahyudi Yuka menyampaikan bahwa hal ini menjadi konsen dalam kegiatan Halalbihalal PHRI se-Jawa Barat belum lama ini.
“Ini yang menjadi konsen teman-teman se-Jawa Barat khususnya. Ya kalau memang secara analisis, secara kehati-hatian sudah pasti arah kesana, kalau memang secara omset terus menurun,” ungkapnya.
Sampai dengan saat ini, pihaknya belum menerima laporan adanya efisiensi pegawai hotel anggota PHRI di Kota Bekasi. Saat ini, pihaknya tengah membangun kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah untuk menggenjot dunia pariwisata khususnya hotel dan restoran.
“Memang teman-teman hotel ini masih mengupayakan dari segi promosi, program hemat dan lain-lain. Kalau program itu berjalan, InsyaAllah tidak akan terjadi, apalagi kalau pemerintah bisa support,” ucapnya.
Statistik TPK Hotel bintang yang menempatkan Kota Bekasi di posisi tertinggi ke tiga, menunjukkan Kota Bekasi masih menyimpan potensi besar.
Saat ini pihaknya berencana untuk menggandeng Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi untuk merealisasikan terobosan di dunia pariwisata, diharapkan akan mengerek bisnis hotel dan pariwisata.
Event skala nasional hingga internasional diyakini mampu menarik masyarakat dari berbagai daerah ke Kota Bekasi ataupun kota-kota lain di Indonesia. Pemerintah pusat hingga pemerintah provinsi bisa ikut terlibat mengelar event di berbagai daerah.
“Terbayang kan kalau misalkan lari maraton di Bekasi skala nasional begitu ya, yang dari Batam nginep di sini, dari mana-mana itu kan membantu. Walaupun event sekali, tapi tidak mungkin dia cuma menginap sendiri,” tambahnya.
Menanggapi situasi ini, Plt Sekertaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bekasi Maja Yusirwan membenarkan bahwa pihaknya telah beberapa kali bertemu dengan PHRI Kota Bekasi.
Pertemuan tersebut membicarakan terobosan untuk menggenjot pariwisata di Kota Bekasi.
Pihaknya juga telah menerima keluhan dari PHRI Kota Bekasi, bahwa kunjungan wisata di Kota Bekasi menurun.
“Tentunya menjadi persoalan buat PHRI ya, dan pemerintah pun tentu saja kita merasa prihatin dengan bagaimana pertumbuhan pariwisata di Kota Bekasi,” ungkapnya.
Terkait dengan rencana yang ingin diwujudkan oleh PHRI Kota Bekasi, ia menyebut bahwa Disparbud Kota Bekasi mendukung hal tersebut.
“Kita berharap memang bisa duduk bareng, apa yang akan kita buat, apakah PHRI akan membuat suatu event kerjasama dengan kota, kami dari Dinas Pariwisata sangat mensupport itu,” ucapnya.
Belakangan ini kata Maja, Pemkot Bekasi mulai banyak menggelar event di Kota Bekasi. Event terkahir Fun Run, disebut menghadang cukup banyak peminat dari luar daerah.
Beberapa waktu kedepan, masih akan dilaksanakan beberapa event besar yang diharapkan dapat menarik wisatawan.
“Kalau dari luar daerah pasti mereka menginap di hotel di sekitaran Kota Bekasi,” tambahnya. (sur)