RADARBEKASI.ID, BEKASI – Anak berusia delapan tahun di Medan Satria Kota Bekasi diduga melakukan pelecehan seksual terhadap teman bermainnya.
Usia pelaku yang masih di bawah 12 tahun disebut membuat beberapa pihak tidak bisa berbuat banyak. Meski demikian, orangtua korban kini tengah berjuang untuk mencari keadilan.
RW (33), seorang ibu rumah tangga di Medan Satria, Kota Bekasi tak pernah menyangka anak keduanya, sebut saja C (7), menjadi korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh anak tetangganya sendiri. Kini ia sedang berjuang mencari keadilan atas apa yang menimpa anaknya.
Orangtua korban merasa laporan kepolisian ditolak lantaran usia pelaku di bawah 12 tahun. Sementara itu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bekasi pun dinilai hanya fokus pada konseling dan penyembuhan.
Peristiwa yang menyayat hati RW diketahui usai anak pertamanya berhasil memancing keberanian adiknya, berbicara tentang apa yang terjadi padanya.
“Anak pertama saya nanya ke C, ‘Apa benar kamu jadi korban pelecehan dari Y (8)?’ Terus si C bilang, ‘Iya’,” tutur RW kepada wartawan, Senin (9/6).
C sendiri mengaku takut untuk menceritakan kejadian tersebut karena mendapat ancaman dari terduga pelaku.
“Kata anak saya, waktu itu tangannya ditarik. Dia sudah bilang enggak mau, tapi si Y ngancam, kalau nolak nanti ditonjok,” lanjut RW.
Begitu mengetahui kejadian itu, RW langsung mendatangi rumah terduga pelaku. Namun, ia meminta pendampingan pihak rumah sakit (RS) setempat agar pertemuan berlangsung aman dan tidak memicu konflik.
“Saya enggak mau terjadi apa-apa, makanya saya minta ditemani petugas rumah sakit. Dari pihak orang tua pelaku sendiri, mereka awalnya ada yang percaya, ada yang enggak. Tapi ibunya si pelaku, katanya sudah tahu sejak kejadian itu,” jelas RW.
RW mengatakan, anaknya mengalami trauma berat pasca kejadian. “Dia demam, terus sakit di bagian dubur. Sering menangis, sering ketakutan, dan sekarang nggak mau ditinggal sendiri,” katanya lirih.
Keesokan harinya, RW membawa anaknya ke rumah sakit dan menjalani visum. Hasilnya menunjukkan adanya luka di bagian dubur yang menguatkan dugaan pelecehan seksual. Namun, laporan RW ke kepolisian justru tidak ditindaklanjuti.
“Saya lapor ke Polres bagian PPA, tapi laporan saya nggak dibuatkan. Alasannya karena pelakunya masih di bawah umur, dan katanya dari pihak pelaku punya hak untuk tidak mengakui atau jujur,” katanya.
Ironisnya, kasus ini diduga bukan yang pertama. Menurut RW, anaknya telah mengalami dua kali kejadian serupa, di lokasi yang sama, tanggul perbatasan kali. Belakangan, ia mendapat kabar jumlah korban lain bertambah menjadi sembilan anak dari lingkungan sekitar dan luar wilayah tempat tinggalnya.
RW sempat mendapatkan pendampingan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), termasuk saat proses visum.
Namun, ketika dijadwalkan hadir dalam forum mediasi, kondisi kesehatannya memburuk. Ia sedang dirawat di rumah sakit dan tidak bisa hadir.
“Karena saya nggak bisa hadir, pihak DP3A bilang kasus ini dianggap selesai. Saya sempat minta waktu tambahan, tapi katanya, ‘Kalau tidak bisa hadir, anggap saja selesai’,” ucapnya, kecewa.
RW mengaku bingung harus meminta bantuan ke mana lagi. Sebab, laporan ke polisi tak diterima, dan DP3A menutup kasus tanpa solusi.
“Saya merasa seperti rakyat kecil yang nggak punya daya. Saya cuma mau pelaku ini direhabilitasi, supaya enggak ada korban lagi,” katanya.
RW menyebut ada penolakan dari sebagian warga saat dirinya membawa kasus ini ke ranah hukum.
“Ada yang nyalahin saya, termasuk dari RW. Katanya saya terburu-buru bikin laporan, harusnya dimusyawarahkan dulu,” ujarnya
Sementara itu, dari pihak RT tempat tinggalnya, ia mendapat dukungan. “RT saya sih mendukung. Tapi ada RT lain yang menyarankan diselesaikan kekeluargaan.”
Saat ini ia masih berjuang untuk mencari pendampingan hukum dan keadilan bagi anaknya. Ia berharap ada perhatian serius dari pihak berwenang agar kasus serupa tidak terulang.
“Saya cuma ingin anak saya pulih, dan pelaku mendapatkan bimbingan. Jangan sampai ada anak lain yang jadi korban,” pungkasnya. (sur/rez)