42 Bangli di Daerah Aliran Sungai Cikarang Bekasi Laut Ditertibkan, Warga Pertanyakan Kompensasi

2 days ago 13

Beranda Cikarang 42 Bangli di Daerah Aliran Sungai Cikarang Bekasi Laut Ditertibkan, Warga Pertanyakan Kompensasi

Sebanyak 42 bangunan liar (bangli) yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikarang Bekasi Laut (CBL) ditertibkan, Rabu (16/4). FOTO: ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sebanyak 42 bangunan liar (bangli) yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikarang Bekasi Laut (CBL) ditertibkan, Rabu (16/4).

Penertiban dilakukan di titik pertemuan Sungai Srengseng Hilir dengan Sungai CBL, sebagai bagian dari proyek pembangunan bendungan untuk mengatur debit air yang akan dimanfaatkan bagi saluran irigasi di wilayah utara.

Wilayah yang akan mendapat manfaat irigasi ini meliputi Tambun Utara, Cibitung, Tambelang, Sukatani, Sukawangi, Cabangbungin, hingga Muaragembong.

Berdasarkan pantauan di lokasi, sejumlah warga masih menunjukkan penolakan. Mereka membentangkan spanduk bertuliskan penolakan di bangunan yang telah mereka huni selama bertahun-tahun. Namun, dalam waktu kurang dari sehari, puluhan bangunan tersebut sudah rata dengan tanah.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kabupaten Bekasi, Surya Wijaya, menjelaskan bahwa 42 bangunan liar tersebut tersebar di tiga kecamatan. Rinciannya, dua bangli berada di Desa Kalijaya, Kecamatan Cikarang Barat; 25 bangli di Desa Sukajaya, Kecamatan Cibitung; dan enam bangli di Desa Karangasih, Kecamatan Cikarang Utara.

“Penertiban ini kita membaginya menjadi tiga tim dengan mengerahkan dua alat berat beko. Total anggota gabungan dari Satpol PP TNI/Polri sebanyak 380 personel,” kata Surya kepada awak media di Cibitung, Rabu (16/4).

Sementara itu, salah satu warga, Siman Santoso (58), berharap ada kompensasi dari Pemerintah Kabupaten Bekasi atas pembongkaran rumah dan tempat usahanya.

Menurutnya, permintaan kompensasi ini wajar karena mengacu pada penertiban bangunan liar di wilayah Tambun Utara sebelumnya, di mana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan kompensasi berupa tempat tinggal pengganti atau uang kerohiman.

“Karena di Tambun itu dapat kompensasi, apalagi Kang Dedi mencarikan tempat tinggal atau kontrkaan, ternyata di sini beda aturanya bahasanya. Satpol PP bahasanya menjalankan tugas SOP tidak menghargai hak hidup kami sebagai rakyat bawah,” keluhnya. (ris)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |