Warga Terdampak Longsor di Kampung Cicadas Nantikan Tindakan Nyata Ade-Asep

5 hours ago 1

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Warga Kampung Cicadas Desa Sukaresmi Kecamatan Cikarang Selatan, menantikan tindakan nyata Bupati dan Wakil Bupati Bekasi terpilih, Ade Kuswara Kunang-Asep Surya Atmaja, dalam menangani masalah longsor yang mengancam kediaman mereka. Longsor yang terjadi sejak 2020 belum ditangani dengan serius dan semakin meluas.

Berdasarkan pantauan di lapangan, longsor terjadi di perbatasan antara permukiman warga dengan kawasan industri di Cikarang Selatan. Perkampungan warga berada di dataran yang lebih tinggi, sementara kawasan industri berada di bawahnya. Di antara keduanya, terdapat sebuah sungai yang bermuara ke Kali Cikarang.

Pada 2020, tebing yang menahan perkampungan itu ambles, mengakibatkan sedikitnya tujuh rumah hanyut. Sayangnya, longsor tersebut tidak pernah ditangani dengan serius, sehingga kini longsor semakin meluas dan mengancam lebih banyak rumah.

BACA JUGA: Warga Kampung Cicadas Minta Penyebab Longsor Diperbaiki

Seorang warga, Maskun (51), mengungkapkan pernah didatangi oleh bupati maupun ketua DPRD. Namun, belum pernah ada tindakan nyata dalam penanganan longsor.

“Bupati, Ketua DPRD pernah beberapa kali datang. Terus didata, dicek KTP. Tapi sampai sekarang enggak pernah diberesin. Tiap hujan masih gak tenang hati ini,” kata Maskun (51), saat ditemui di kediamannya, Rabu (5/2).

Maskun beserta keluarga besarnya merupakan salahsatu warga yang terdampak longsor. Dinding rumahnya retak akibat dataran tanah yang terus bergerak.

“Ini malah kontrakan sudah rubuh, hanyut kebawa longsor,” ucapnya.

Ia berharap, Bupati dan Wakil Bupati Bekasi terpilih bisa melakukan tindakan nyata dalam penanganan longsor di wilayah tempat tinggalnya tersebut.

“Mudah-mudahan bupati terpilih bisa benerin,” ungkapnya.

BACA JUGA: Longsor Susulan Masih Mengancam Kampung Cicadas Cikarang Selatan

Warga lainnya yang terdampak yakni Ayi (81), seorang nenek yang kini menggunakan tongkat untuk berjalan. Rumahnya terletak sangat dekat dengan tebing, bahkan dapur bagian belakang rumah sudah lebih dulu ambruk akibat longsor.

“Itu sekarang lihat saja tembok sudah para retak. Itu lantai yang kudunya sejajar sudah turun sebelah. Ya pasti was-was, apalagi sekarang kan hujan-hujan terus,” ucapnya.

Ayi tinggal seorang diri di rumah tersebut. Meskipun anak-anaknya memiliki rumah yang tidak jauh, Ayi enggan meninggalkan rumah peninggalan suaminya.

Namun, rumah tersebut kini tidak lagi layak huni dan sangat membahayakan. Lantai kamar Ayi terbelah sepanjang hampir tiga meter, sementara dinding di sisi kamar juga retak. Bila tanah semakin labil, rumah Ayi dapat tergerus longsor.

“Dulu enggak pernah begini, aman-aman saja. Itu kawasan (industri) belum ada. Pas sekarang, sekarang, pas covid, orang mah korona ini mah rame karena longsor,” ucap dia.

Sementara, Camat Cikarang Selatan, Muhammad Said, mengungkapkan bahwa pihaknya telah berusaha keras untuk mencari solusi. Berbagai pihak telah diundang untuk bersama-sama mencari jalan keluar, namun belum ada titik temu.

“Saya sudah mengundang semua pihak untuk mencari solusi bersama. Anggaran di kecamatan sudah saya siapkan untuk penanganan, namun kondisi ini hanya bisa kami koordinasikan dengan pihak lain. Kami berharap ada dukungan dari pimpinan dan DPRD,” jelas Said.

Sebelumnya, dalam pertemuan di Kantor Camat Cikarang Selatan, berbagai organisasi perangkat daerah telah melakukan kajian. Hasilnya, longsor tersebut dapat diatasi dengan pembangunan turap untuk menahan air. Namun, karena status lahan bukan milik pemerintah daerah, melainkan kawasan industri, penanganan ini belum bisa dilaksanakan.

“Tidak bisa kalau pemerintah membangun, apalagi itu milik swasta. Harusnya kalau mau dihibahkan dulu lahannya pada pemda, tinggal nanti ditangani atau kawasan industri yang tangani. Namun untuk itu, kami juga usulkan pada dewan dan pimpinan agar menjadi perhatian,” katanya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Ade Sukron, menyampaikan bahwa pihaknya sudah membahas masalah ini. Namun, persoalan utama status lahan tersebut. Pihaknya berharap kawasan industri, seperti EJIP, dapat berpartisipasi dalam menangani masalah ini demi kepentingan masyarakat.

“Kami akan upayakan. Sebelumnya sudah ada anggaran untuk pembangunan rumah bantuan. Namun, bantuan rumah terkait dampak bencana memiliki batasan, yaitu maksimal Rp 40 juta. Meskipun demikian, kami akan mencari solusi terbaik untuk masyarakat,” jelas Ade.

Sampai saat ini, pihak dari kawasan EJIP yang dimintai konfirmasi belum memberikan keterangan lebih lanjut. (and)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |