Beranda Satelit Tujuh Anggota DPRD Kabupaten Bekasi Absen Reses Kedua 2025, Ini Alasannya

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sebanyak tujuh dari 55 anggota DPRD Kabupaten Bekasi tidak mengambil agenda reses kedua 2025. Mereka yakni Marico, Aria Dwi Nugraha, Helmi, H. Bodin, Napsin, Budiyanto, dan Iin Farihin.
Padahal, masa reses yang berlangsung sejak 1 hingga 6 September 2025 itu merupakan kesempatan bagi anggota dewan untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihan (Dapil) masing-masing.
Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris DPRD Kabupaten Bekasi, Najmuddin, menjelaskan ketujuh anggota dewan tersebut memiliki berbagai alasan tidak mengambil agenda reses.
“Dari 55 dewan, hanya 48 yang mengambil agenda Reses. Alasannya ada yang orangtuanya sakit, ya banyaklah. Ada yang mungkin sibuk, keluarganya sakit,” jelas Najmuddin, Senin (8/9).
Diketahui, berdasarkan data Sekretariat DPRD, setiap anggota dewan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp19 juta untuk pelaksanaan reses, dengan perkiraan peserta sekitar 150 warga per kegiatan. Total anggaran yang digelontorkan untuk reses kedua ini mencapai Rp1,045 miliar.
Ketua Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kabupaten Bekasi itu menegaskan, keputusan anggota DPRD yang tidak mengambil agenda reses tidak melanggar aturan maupun tata tertib (Tatib). Menurutnya, pelaksanaan reses merupakan hak masing-masing anggota dewan, sehingga bebas dipilih untuk diambil atau tidak.
“Itu hak mereka (DPRD), silakan saja. Kita sudah anggarkan, kalau memang nggak diambil, ya nanti balik ke negara anggarannya. Jadi itu hak pribadi secara individu anggota DPRD, memang setiap reses ada saja yang nggak ngambil,” ungkap Najmuddin, yang juga mengemban jabatan sebagai Camat Tambun Utara itu.
Ia menambahkan, hasil dari reses anggota dewan yang dilaksanakan akan dihimpun dan dibahas lebih lanjut oleh fraksi maupun komisi.
“Nanti usulan-usulan mereka (dewan) kita himpun, karena ada TA fraksi, ada TA komisi. Kalau ada yang bisa ditangani, ya dekat-dekat ini ditangani. Tapi misalkan nggak bisa diselesaikan secara perdata atau berjenjang, contoh butuh pembangunan-pembangunan, ya nanti nunggu APBD kita,” jelasnya.
Sementara, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Ade Sukron enggak mengomentari perihal anggota yang memilih tidak mengambil agenda masa Reses. Dirinya menyarankan agar menanyakan langsung kepada yang bersangkutan.
“Kalau itu tanyakan langsung kepada orangnya, apa alasannya enggak ngambil agenda Reses,” ungkapnya.
Di sisi lain, Peneliti Kebijakan Publik IDP-LP, Riko Noviantoro, menilai bahwa reses merupakan wadah interaksi formal anggota dewan dengan masyarakat. Namun, ia menekankan, komunikasi antara wakil rakyat dan konstituen seharusnya tidak terbatas hanya pada masa reses.
“Sesungguhnya interkasi dengan masyarakat itu harus di bangun oleh anggota dewan setiap hari, istilahnya tidak hanya saat Reses saja. Karena memang dia (dewan) itu wakil rakyat,” katanya.
Menurut Riko, yang penting untuk dikritisi bukan hanya jumlah anggota yang mengikuti reses, tetapi kualitas pelaksanaannya.
“Yang perlu kita kritisi bagaimana kualitas reses itu. Dari 48 dewan yang mengambil agenda masa reses, harus kita tanyakan bagaimana kualitas reses mereka. Jangan cuma ketemu, bagi-bagi kacang, kemudian nggak ada output dan outcomenya,” ucapnya.
“Yang kita harapkan sebenarnya, bagaimana untuk kualitas reses ini menjadi meningkat. Jangan sampai kualitas itu cuma ketemu tanpa sesuatu yang bisa didapatkan oleh masyarakat, dan nggak ada sesuatu pula yang didorong oleh anggota dewan untuk bikin perubahan di masyarakat. Makanya kita harus menuntut agar yang kita harapkan itu tercapai, ada output dan outcomenya,” sambungnya. (pra)