Beranda Berita Utama KDRT Masih Dominasi Kasus di Kabupaten Bekasi, Sebagian Dipicu Judol
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi mencatat peningkatan kasus terhadap perempuan dan anak.
Dalam tiga bulan terakhir, terdapat tambahan 52 kasus baru. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan.
Berdasarkan data UPTD PPA, sepanjang Januari hingga September 2024 tercatat 215 kasus terhadap perempuan dan anak. Hingga awal November 2024, jumlah tersebut meningkat menjadi 267 kasus. (selengkapnya lihat grafis)
Khusus KDRT, kasus yang tercatat hingga September sebanyak 40 kasus. Angka ini bertambah menjadi 46 kasus pada November 2024. Kepala UPTD PPA Kabupaten Bekasi, Fahrul Fauzi, mengungkapkan dari 46 kasus KDRT, 10 di antaranya dipicu oleh ketergantungan pasangan terhadap judi online (judol).
“Ada beberapa kasus yang melaporkan terjadinya, misalkan pasangannya ini ketergantungan judi online. Tapi saya tidak berani mengeneralisir bahwa semua KDRT ini karena judi online, karena ada faktor lain juga,” kata Fahrul saat dikonfirmasi Radar Bekasi, Senin (9/12).
BACA JUGA: DWP Kabupaten Bekasi Gelar Lomba Hantaran Pengantin
Selain judi online, pernikahan usia dini juga menjadi salah satu pemicu utama. Sebagian besar kasus pernikahan dini, terutama di bawah usia 17 tahun, dipengaruhi oleh faktor budaya sosial dan kehamilan di luar nikah.
“Sehingga mau tidak mau mereka mendaftarkan pernikahannya ke pengadilan, Tidak lewat KUA, tapi lewat putusan pengadilan. Ketika lewat putusan pengadilan, pengadilan juga meminta dispensasi ke kami (DP3A),” tambahnya.
Sebelum memberikan dispensasi, ungkap dia, DP3A melakukan serangkaian asesmen untuk menilai kesiapan psikologis, mental, dan psikis calon pengantin.
“Regulasi sebenarnya tidak merekomendasikan pernikahan di bawah umur. Namun, dalam kondisi tertentu, seperti kehamilan di luar nikah atau tekanan budaya, dispensasi diberikan dengan syarat yang sangat ketat,” terangnya
Fahrul mengakui bahwa beberapa kasus KDRT melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN), baik sebagai korban maupun pelaku.
BACA JUGA: KPPPA Sebut Pelaku Judi Online Berpotensi Lakukan KDRT
“Yang jadi korban ada, yang menjadi pelaku ada. ASN baik itu di internal Pemerintah Kabupaten Bekasi atau tingkat Kementerian juga ada. Karena Kabupaten Bekasi ini menjadi tempat domisili teman-teman kementerian yang dinas di Jakarta. Jadi tinggalnya di Kabupaten Bekasi,” tuturnya.
Menurutnya, penyelesaian kasus KDRT dilakukan sesuai jenis kekerasan, seperti kekerasan psikis, penelantaran ekonomi, hingga penganiayaan fisik. Dalam upaya menekan angka kasus, DP3A rutin melakukan sosialisasi tentang batas usia pernikahan dan kedewasaan.
Selain itu, DP3A melibatkan lintas sektor, seperti pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian dalam menangani kasus kekerasan ini. “Kalau kasusnya penelantaran ekonomi, kita diberikan kewenangan untuk melakukan mediasi atau kekerasan psikis. Yapi kalau sudah kekerasan fisik yang mengakibatkan terancamnya seseorang atau membuat orang cacat maka proses hukum karena diatur dalam UUD KDRT,” tandasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, Agung Suganda, mengungkapkan bahwa pihaknya akan membahas kasus terkait perempuan dan anak dalam rapat kerja bersama DP3A.
“Kami sudah merencanakan rapat kerja, nanti kami akan bahas kasus ini dan mencari solusi terbaik,” ujar Agung melalui sambungan telepon, Rabu (11/12) malam. (ris/and)