
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Permasalahan kesehatan di Indonesia masih menjadi perhatian utama, khususnya di daerah pesisir dan pedesaan. Wilayah-wilayah ini menghadapi tantangan ganda, yaitu tingginya angka stunting pada balita. Anak balita yang mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu lama (malnutrisi kronis) beresiko lebih tinggi mengalami kematian (mortalitas) maupun penyakit (morbiditas). Stunting merupakan salah satu bentuk malnutrisi kronis yang berdampak pada perkembangan motorik, serta kondisi emosional dan sosial anak.
Stunting disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya asupan gizi dan kondisi kesehatan anak yang buruk sejak dalam kandungan hingga usia 3–4 tahun. Pernikahan usia muda memperburuk risiko, karena ibu belum siap secara fisik, mental, pengetahuan, dan ekonomi. Kondisi ini berdampak negatif bagi kesehatan ibu dan anak. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang gizi, kesehatan ibu-anak, dan pola asuh turut meningkatkan risiko stunting.
Masalah stunting masih menjadi perhatian serius di berbagai wilayah, termasuk di Kecamatan Muara Gembong. Oleh karena itu, tim KKN (Kuliah Kerja Nyata) Kelompok 10 dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Keluarga berinisiatif untuk mengangkat isu ini sebagai fokus kegiatan mereka
Kecamatan Muara Gembong terletak di utara Kabupaten Bekasi, memiliki luas 140,09 km², terdiri dari 6 desa, 45 RW, dan 134 RT. Wilayah pesisir ini menghadapi tantangan geografis seperti sulitnya akses, banjir rob, dan genangan air. Desa Pantai Bakti juga mengalami kendala serupa, termasuk sanitasi buruk dan keterbatasan infrastruktur kesehatan, meski dekat dengan puskesmas. Sebagian besar warganya bekerja sebagai nelayan dan petani tambak.
Kelompok 10 melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat di Muara Gembong dengan tujuan meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam mencegah stunting. Kegiatan ini melibatkan tokoh masyarakat seperti Ketua RT, Ibu RT, dan kader kesehatan guna mendorong partisipasi warga secara aktif.
Rangkaian kegiatan diawali dengan pelatihan pembuatan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) berupa brownies kukus dari daun kelor yang kaya protein, zat besi, vitamin A, dan kalsium, yang bermanfaat untuk meningkatkan status gizi, mencegah anemia, dan mendukung pertumbuhan sel. Selain itu, digunakan juga ikan keting yang mengandung protein hewani, omega-3, kalsium, dan vitamin D, berperan dalam pembentukan tulang, perkembangan otak, dan penambahan massa tubuh. Kekurangan zat gizi tersebut merupakan penyebab utama stunting. Kombinasi daun kelor dan ikan keting memberikan asupan gizi lengkap untuk membantu pertumbuhan anak sesuai usia, mencegah infeksi berulang, dan menjadi alternatif makanan sehat berbasis bahan lokal.
Selanjutnya dilakukan penanaman enam jenis tanaman herbal seperti temulawak, kunyit dan pegagan yang berkhasiat meningkatkan nafsu makan dan berperan untuk mencegah stunting, kencur yang mendukung penyerapan nutrisi, daun kelor kaya akan protein, vitamin dan mineral baik untuk tubuh anak, serta daun sereh yang membantu untuk melancarkan pencernaan dan perut kembung yg sering menganggu nafsu makan pada anak. Tanaman tersebut sangat berguna untuk mendukung ketahanan pangan dan perbaikan gizi.
Dilanjutkan dengan skrining tumbuh kembang anak usia 36–47 bulan menggunakan SDIDTK, untuk mendeteksi dini kemungkinan gangguan perkembangan. Tim juga memberikan edukasi pencegahan DBD dan sosialisasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) melalui demonstrasi enam langkah cuci tangan kepada anak-anak prasekolah.
Kegiatan ditutup dengan edukasi interaktif tentang pencegahan stunting. Seluruh rangkaian dilaksanakan secara kolaboratif bersama masyarakat sebagai upaya meningkatkan kesadaran gizi dan kesehatan anak. (*)