Beranda Cikarang Enam Warga Pemilik SHM Korban Penggusuran di Desa Setiamekar Ngadu ke DPR

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Enam warga Desa Setiamekar Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi, pemilik sertipikat hak milik (SHM) yang menjadi korban penggusuran terus berjuang untuk mendapatkan keadilan.
Tanah mereka dieksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Cikarang pada 30 Januari lalu, meskipun tidak termasuk dalam peta objek sengketa.
Setelah sepekan sebelumnya menjumpai Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi untuk memastikan bukti fisik alas hak riwayat tanahnya berada di luar objek sengketa, kini keenam pemilik SHM itu mengadukan ke Komisi III DPR RI. Keenam warga pemilik SHM itu yakni atas nama Asmawati, Siti Muhijah, Adam Karana, Siswati, Sokariyanto, dan Suprapto.
BACA JUGA: Enam Warga Pemilik SHM Korban Penggusuran di Desa Setiamekar Didorong Melawan
Tuti (52), salahsatu korban penggusuran yang memiliki SHM atas nama Adam Karana, menduga adanya mafia tanah yang menyebabkan rumah dan bangunan dan bangunan rumahnya terkena eksekusi.
“Tentang adanya mafia tanah yang terorganisir dan mau minta ke pihak aparat penegak hukum untuk diusut tuntas,” ucap Tuti ketika dikonfirmasi, Rabu (26/2).
Selain itu, Tuti juga menduga adanya praktik suap di lingkungan Pengadilan Negeri Cikarang atau hakim yang memutuskan perkara eksekusi lahan tersebut.
“Kita sebagai korban eksekusi mau secepatnya di buka plang, pagar seng dan garis polisi,” tambahnya.
Tuti bersama korban lainnya berharap, Pemerintah dapat melahirkan solusi bagi para korban salah eksekusi ini. Saat ini, Tuti bersama suami dan anaknya terpaksa kembali tinggal di rumah orangtuanya yang tengah sakit stroke, lantaran rumah dan bengkel tempat usahanya sudah rata dengan tanah.
“Dan minta pertanggungjawaban dibangunkan kembali tempat tinggal kami yang salah prosedur atau bukan objek yang kena gusur,” terang Tuti.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI, Rabu (26/2), Asmawati (69) dan para korban eksekusi hadir untuk menyuarakan keresahan mereka di hadapan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman.
Di dalam ruang rapat tersebut, Asmawati menceritakan perjuangannya untuk membuktikan bahwa tanah dan bangunannya berada di luar objek eksekusi. Ia juga mengungkapkan, pasca-eksekusi, dirinya sempat mendatangi Pengadilan Negeri Cikarang untuk meminta dasar eksekusi yang menyebabkan rumahnya turut digusur.
“Saya sudah bicara dengan kepala BPN Cikarang hari Kamis bahwa tanah ini tidak dalam blokir, SHM kini tidak dalam sita, sebidang tanah ini tidak dalam kasus. Saya dari BPN langsung ke PN Cikarang, bawa surat dari BPN,” ujar Asmawati
“Hari Senin ke juru sita PN Cikarang jam 1. Ternyata mereka sudah rapat, saya ketemu kepala PN langsung, saya bilang mohon izin pak kepala saya bawa surat dari BPN, bahwa tanah saya gak ada masalah. Dijawab gak bisa sudah inkrah. Kepala PN tidak mengayomi, saya jadi tambah syok,” imbuh Asmawati.
Dalam rapat tersebut, Asmawati juga mengadukan dugaan suap yang diterima oleh Kepala PN Cikarang dari pihak pemenang gugatan, Mimi Jamilah, dan seorang investor bernama Jayanti.
Kisruh akibat salah eksekusi ini membuat Asmawati masuk rumah sakit karena syok melihat tanah dan bangunannya yang dihancurkan menjadi milik orang lain. Ia dan korban lainnya berharap, melalui aduan ke Komisi III dan instansi terkait, hak mereka atas tanah, rumah, dan tempat usaha dapat segera dikembalikan.
“Rumah saya sudah rata dengan tanah, dihancurkan rumah pertama saya hidup. Sekarang, saya tinggal di rumah mertua. Kok rakyat mau konsultasi saja gak bisa saya, sampai stres masuk rumah sakit,” tandasnya. (ris)