RADARBEKASI.ID, BEKASI – Buruh di Kabupaten Bekasi akan mengawal rapat pleno Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat terkait pembahasan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) 2025.
Diketahui, Dewan Pengupahan Kabupaten Bekasi telah menetapkan UMK 2025 sebesar Rp5.558.515 atau naik 6,5 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, UMSK mengalami ditetapkan naik lebih dari 6,5 persen, dengan sektor-sektor yang direkomendasikan oleh pemerintah kabupaten dan serikat pekerja. Keputusan ini akan disampaikan sebagai rekomendasi kepada Gubernur Jawa Barat melalui Bupati Bekasi.
BACA JUGA: UMK dan UMSK Kota Bekasi 2025 Siap Diserahkan ke Gubernur Jawa Barat untuk Penetapan
Penyesuaian UMK Kabupaten Bekasi mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025. Keputusan ini diambil dalam rapat yang dipimpin oleh Pj Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi, Nur Hidayah Setyowati, dan dihadiri oleh seluruh anggota Dewan Pengupahan, termasuk pemerintah, serikat pekerja, pengusaha, serta akademisi, pada pekan lalu.
Unsur Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyatakan tidak menerima maupun menolak penetapan nilai UMK Kabupaten Bekasi 2025 dan menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada Dewan Pengupahan Kabupaten Bekasi.
Dihubungi Senin (16/12), Dewan Pembina APINDO Kabupaten Bekasi, Sutomo, mempertanyakan mengapa regulasi penetapan UMK 2025 diterbitkan secara mendadak. Menurutnya, penetapan ini berbeda dari sebelumnya yang selalu didasarkan pada penghitungan baku.
BACA JUGA: Tertinggi, Depeko Bekasi Sepakat UMK Bekasi 2025 Rp 5,69 Juta
“Kalau melihat penetapan UMK itu, APINDO merasa kok ujug-ujug munculnya seperti itu. Selama ini kita bicara kan ada kaidah dan rumusan. Oleh karena itu pada dasarnya teman-teman di APINDO kebingungan dari mana asalnya 6,5 persen itu,” ujarnya.
“Karena selama ini, kita ada rumusannya, PP 51 rumusannya begini, PP 78 rumusannya begini, nah tiba-tiba sekarang ini durian jatuh dari atas. Nah ini yang jadi bahan pertanyaan,” imbuhnya.
Terkait penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK), Sutomo menegaskan bahwa sektor-sektor yang diajukan tidak bisa ditentukan secara sembarangan. Menurutnya, harus ada kajian yang dapat dipertanggungjawabkan sebelum menetapkan jumlah sektor dan besaran kenaikannya.
Menurutnya, penetapan UMSK harus didasarkan pada spesifikasi tenaga kerja yang sesuai. Sebelum menentukan UMSK, penting untuk mengatur spesifikasi tenaga kerja, terutama pada sektor-sektor yang memerlukan keahlian khusus.
“Yang menjadi bahan pertimbangan lebih lanjut itu UMSK. UMSK ada beberapa persyaratan yang korelasi ke keselamatan, spesifikasinya. Misalnya orang yang bekerja di salah satu industri harus memiliki spesifikasi yang khusus, inilah yang harus dikaji, apakah di Bekasi ada atau tidak. Karena ada kaidah itu perlu dilakukan kajian lebih dulu sebelum ada penetapan,” paparnya.
BACA JUGA: Depeko Bekasi Sepakati Kenaikan UMK 6,5 Persen, Pembahasan UMKS Deadlock
Sementara itu, Perwakilan buruh yang menghadiri rapat, Mujito mengatakan, menyatakan bahwa penetapan UMSK Kabupaten Bekasi masih belum sesuai dengan aspirasi buruh.
“Kami mengusulkan itu ada 230 sektor. Namun tidak semua aspirasi kami (kawan-kawan buruh di akomodir). Jadi kami tetap akan perjuangkan. Dan nanti di Gubernur 18 Desember akan kami kawal kembali untuk kepentingan para pekerja,” ucapnya
Plt. Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi, Nur Hidayah Setyowati, mengakui bahwa perubahan regulasi penetapan upah turut mempengaruhi proses rapat pleno Dewan Pengupahan.
Rapat pengupahan bahkan terpaksa dilakukan secara kilat karena perubahan regulasi yang begitu cepat. “Regulasi baru keluar dua hari lalu. Dari dasar itu, kami hanya memiliki waktu tiga hari untuk membahas UMK, termasuk UMSK. Akhirnya, untuk UMK, kami mengikuti regulasi baru yang menetapkan kenaikan 6,5 persen dibandingkan tahun lalu,” ucap Nur.
Kata Nur, terkait penetapan UMSK, terdapat perbedaan pendapat. UMSK seharusnya ditetapkan di atas UMK, namun hal ini diprotes oleh pihak pengusaha yang diwakili oleh APINDO. Secara nasional, APINDO menolak kenaikan tersebut.
Selain penolakan terhadap kenaikan, muncul pula perbedaan pendapat antara pemerintah dan pekerja dalam pengusulan sektor. Serikat pekerja awalnya mengusulkan 230 sektor, sementara Pemerintah Kabupaten Bekasi mengusulkan 22 sektor. Namun, setelah mempertimbangkan berbagai hal, termasuk kondusivitas wilayah, usulan pemerintah berubah dari 22 sektor menjadi 47 sektor.
“Penambahan ini adalah untuk mengakomodasi usulan Serikat Pekerja oleh Pemerintah. Jadi tiga usulan ini sudah dibuat berita acara dan sudah disampaikan ke Pemerintah Provinsi. Nanti di Provinsi, usulan ini akan dibahas selama dua hari, pada 16 dan 17 Desember 2024. Kemudian, pada 18 Desember, SK Gubernur untuk UMK dan UMSK akan dikeluarkan,” kata Nur.
Dia berharap Serikat Pekerja di Kabupaten Bekasi dapat menjaga kondusivitas wilayah. Usulan Serikat Pekerja juga telah diakomodasi oleh Pemkab Bekasi untuk disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Kami sudah mengimbau kepada Serikat Pekerja untuk menjaga kondusivitas. Alhamdulillah berjalan dengan baik, dan tentunya setelah ditetapkan oleh Gubernur, Apindo sebagai pengusaha, meskipun keberatan, akan tetap melaksanakan aturan tersebut,” ucapnya. (and)