Belanja Pegawai Pemkab Bekasi Capai 41 Persen dari APBD, Peneliti Sebut Lemahnya Perencanaan SDM

2 weeks ago 20

Beranda Berita Utama Belanja Pegawai Pemkab Bekasi Capai 41 Persen dari APBD, Peneliti Sebut Lemahnya Perencanaan SDM

Peneliti dan Pengamat Kebijakan Publik IDP-LP, Riko Noviantoro

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Peneliti Kebijakan Publik IDP-LP, Riko Noviantoro, menyoroti tingginya biaya belanja pegawai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi yang mencapai lebih dari 40 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)  2025 sebesar Rp8,3 triliun.

“Kabupaten Bekasi dengan kondisi yang sekarang 41 persen belanja rutin, maka tersisa kurang dari 60 persen yang harus dibagi untuk kegiatan non rutin (pembangunan). Itu jelas tidak memadai, idealnya 30 persen untuk belanja pegawai (rutin), 70 persen untuk kegiatan non rutin. Itu pun maaf, kalau belum di korup anggarannya,” jelas Riko, kepada Radar Bekasi, Senin (1/9).

Riko menilai lonjakan belanja pegawai menunjukkan lemahnya perencanaan sumber daya manusia (SDM) di Pemkab Bekasi, termasuk dalam rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Itu artinya, perencanaan SDM untuk ASN di Kabupaten Bekasi nggak memenuhi standar itu (perencanaan), hingga kemudian biaya belanja pegawai (SDM) mencapai 41 persen dari APBD,” ucapnya.

Menurut Riko, belanja pegawai bersifat wajib karena diatur undang-undang. Selain itu, anggaran juga harus dialokasikan untuk fasilitas publik, seperti jalan, jembatan, penerangan jalan umum, sekolah, puskesmas, dan rumah sakit. Oleh karena itu, pemerintah daerah tetap perlu menggali sumber pendapatan tambahan agar siklus keuangan daerah bisa bertumbuh.

“Pemda tetap perlu mencari pendapatan agar bisa membelanjakan lagi. Dengan membelanjakan lagi, berarti ekonomi makronya bergerak. Kalau pemerintah menahan belanja, maka nanti pertumbuhan ekonomi akan surut,” ucapnya.

Ia mengingatkan, bila situasi ini dibiarkan, perawatan fasilitas publik akan terhambat dan pelayanan masyarakat terganggu.

“Dampaknya kesana nanti, berarti pelayanan publik akan terganggu. Makanya kenapa belanja pegawai itu dibikin 30 persen, agar daerah bisa membangun,” tuturnya.

Untuk mengatasi masalah ini, ia menyarankan tiga langkah. Yakni, mengevaluasi pertumbuhan jumlah ASN, mencari sumber pendapatan baru, dan melakukan efisiensi anggaran. Jika tidak, dampaknya akan meluas.

“Kalau investor terganggu, maka investor akan mencari tempat lain, kalau mencari tempat lain maka angka pengangguran akan tinggi, lalu tingkat kriminalitas naik, akhirnya daerah itu bisa dibilang bangkrut,” tuturnya.

“Jadi bagaimana pemerintah menjaga pendapatan asli daerah dalam rangka menjaga iklim investasi, karena iklim investasi itu menjadi satu-satunya cara paling ideal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” sambungnya. (pra)
 

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |