Beranda Politik Bawaslu Kota Bekasi: Pemisahan Pemilu Bantu Persiapan di Tingkat Grassroot

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bekasi menyambut positif rencana pemisahan pemilu nasional dan daerah berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/2024. Pemisahan ini dinilai memberikan waktu lebih bagi penyelenggara untuk mempersiapkan pemilu, khususnya di tingkat grassroot.
Ketua Bawaslu Kota Bekasi, Vidya Nurrul Fathia, mengungkapkan rencana pemisahan pemilu nasional pada 2029 dan pemilihan serentak lokal atau daerah pada 2031 dengan jeda dua tahun, memungkinkan perencanaan yang lebih matang.
“Kami punya jeda, preparenya akan lebih siap lagi. Ini akan baik buat penyelenggara pemilu di tingkat grassroot,” ujar Nurrul saat kegiatan penguatan kelembagaan pengawas pemilu dengan tema ‘Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan di Kota Bekasi dalam Rangka Proyeksi Strategis Pengawasan Pemilu dan Pemilihan’, yang berlangsung di Hotel Horison Ultima Kota Bekasi, Rabu (10/9).
Menurut Nurrul, pelaksanaan Pilkada Serentak dalam satu tahun cukup melelahkan.
“Secara serentak cukup melelahkan karena di tahun yang sama. Belum selesai tahapan pemilu dan masih proses di MK, tapi sudah harus mulai lagi dengan tahapan Pilkada,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, hadir untuk menguatkan kelembagaan Bawaslu di tengah dinamika perubahan regulasi pemilu yang terus berkembang.
Hingga kini, pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu di DPR RI belum dimulai karena masih menunggu keputusan pimpinan DPR melalui Badan Musyawarah (Bamus).
“Kita masih belum dapat keputusan dari pimpinan DPR, apakah ini masuknya kepada balegnas atau kepada Komisi II. Surat Presiden pun juga belum muncul,” ujar Dede Yusuf.
Meski demikian, Dede menekankan pentingnya membahas dinamika pemilu karena seluruh kebijakan negara lahir dari proses demokrasi.
“Baik itu Pilpres, Pilkada, bahkan sampai Pilkades. Oleh karena itu penguatan lembaga harus memahami bahwa permasalahan bermula dari proses pemilihannya,” jelasnya.
Dede juga menyoroti keterbatasan sumber daya manusia dalam pengawasan pemilu di tingkat desa.
“Satu desa hanya ada satu panwas, sementara satu desa kurang lebih ada 10 TPS. Dari sisi SDM saja sudah kelihatan kemampuannya untuk melakukan fungsi pengawasan sangat sulit,” ungkapnya.
Menurutnya, kondisi tersebut semakin kompleks dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135, yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah.
“Berapa lama bekerjanya, proses tahapannya, berapa jumlah orang yang harus melakukan ini, semua harus kita dengar masukan dari bawah,” tambahnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat serta Hubungan Masyarakat Bawaslu Kota Bekasi, Choirunnisa Marzoeki, menegaskan bahwa keberadaan Bawaslu tetap permanen sejak 2018.
“Tanpa non-tahapan ini justru kita diuji dengan tantangan bahwa Bawaslu tetap ada. Meskipun tanpa tahapan, kita tetap melakukan sosialisasi dan pendidikan politik untuk masyarakat,” katanya. (pra)