Beranda Berita Utama Sindikat Uang Palsu Terbongkar Setelah Kepergok Pemilik Warung di Cikarang
KASUS UPAL: Dua pelaku pembuat dan pengedar uang palsu dihadirkan polisi saat ungkap kasus di Kantor Polres Metro Bekasi, Cikarang Utara, Jumat (5/12). ARIESANT/RADAR BEKASI
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Dua pelaku pembuat dan pengedar uang palsu (upal) rupiah ditangkap Unit Reskrim Polsek Cikarang Utara. Sindikat ini menyasar warung kelontong.
Kasus tersebut terbongkar setelah tersangka Erwin Syaripudin (ES) kepergok oleh pemilik warung menggunakan uang palsu untuk membeli bensin eceran di Kampung Pulo Kecil, Desa Simpangan. Ia kemudian diamankan oleh Unit Reskrim Polsek Cikarang Utara pada Kamis (4/12).
Dari hasil pengembangan, polisi menangkap tersangka Derry Van Hara (DVH) yang berperan sebagai pembuat uang palsu tersebut.
Kapolres Metro Bekasi, Kombes Pol Mustofa, mengatakan ES dan DVH mengaku mulai memproduksi uang palsu sejak Oktober 2025. Dalam dua bulan, keduanya mengklaim telah mencetak ratusan lembar uang palsu pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu dengan total sekitar Rp20 juta.
Namun, polisi menemukan barang bukti uang palsu dengan nilai lebih besar, yakni Rp21,5 juta. Terdiri atas pecahan Rp100 ribu sebanyak 197 lembar atau Rp19.700.000 dan pecahan Rp50 ribu sebanyak 36 lembar atau Rp1,8 juta. Karena adanya selisih dengan pengakuan pelaku, polisi masih menelusuri kemungkinan uang palsu lain yang sudah beredar.
“Antara pengakuan tersangka dengan barang bukti yang kita temukan masih ada selisih. Tersangkanya mengakunya Rp20 juta, faktanya barang bukti yang kita temukan lebih daripada Rp20 juta, padahal dia sudah mengedarkan. Makanya ini sementara kita kembangkan, apakah ada uang yang mungkin sudah beredar namun kita tidak ketahui,” kata Mustofa saat ungkap kasus, Jumat (5/12).
Hingga kini, baru satu korban yang melapor, yakni pemilik warung kelontong penjual bensin eceran dengan kerugian sekitar Rp150 ribu. Kepolisian mengimbau pedagang lain yang merasa pernah menerima uang dari kedua tersangka untuk segera melapor guna memetakan jumlah uang palsu yang beredar.
“Sementara korban baru satu orang, ibu-ibu yang menjual BBM. Siapa tahu ada warung-warung, apakah orang menjual bakso dan sebagainya, nanti juga kita kembangkan,” katanya.
Dari hasil pemeriksaan, kedua pelaku mengaku belajar membuat uang palsu melalui media sosial. Peralatan mereka beli dari toko daring, mulai dari laptop, printer dengan tinta warna lengkap, setrika, pita uang, stiker, alat pemotong, hingga kertas HVS. Uang palsu dicetak di atas kertas HVS, ditempeli pita, lalu disetrika untuk mengeringkan dan menguatkan hasil cetakan.
“Tersangka ES itu sebagai pengedar atau orang yang mengedarkan uangnya. Kemudian DVH orang yang mencetak ataupun membuat uang palsu,” terang Mustofa.
Kepada polisi, pelaku mengaku menggunakan uang palsu tersebut untuk membeli kebutuhan sehari-hari di warung-warung kecil yang tidak memeriksa keaslian uang dengan teliti. Mereka sengaja memakai pecahan Rp100 ribu agar mendapatkan kembalian uang asli.
Kedua pelaku berdalih melakukan aksinya karena himpitan ekonomi. Namun, keduanya mengaku sebagai karyawan swasta, sehingga alasan tersebut dinilai tidak masuk akal. Sebelum mulai mengedarkan uang palsu, keduanya sempat membuka warung sembako, namun usaha itu gagal karena kehabisan modal.
“Kami juga akan berkoordinasi dengan saksi ahli Bank Indonesia berkaitan untuk meneliti keabsahan ataupun keaslian uang yang dicetak dan diedarkan oleh tersangka,” ungkap Mustofa.
Polisi menyita berbagai barang bukti, termasuk uang palsu pecahan Rp100 ribu senilai Rp19,7 juta dan pecahan Rp50 ribu senilai Rp1,8 juta. Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 244 dan 245 KUHP dengan ancaman hukuman lebih dari 15 tahun penjara. (ris)

4 hours ago
8

















































