AJAK BERDILAOG: Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Bekasi, Prawiro Sudirjo, berdialog dengan para siswa-siswi di Kabupaten Bekasi. FOTO: ISTIMEWA
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Di tengah kemajuan teknologi yang semakin pesat, peran guru kini tidak hanya terbatas pada mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga dituntut untuk mampu beradaptasi dengan era digital. Hal ini menghadirkan tantangan baru, salah satunya adalah menjaga kesehatan mental di tengah beban kerja yang semakin kompleks.
Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Bekasi, Prawiro Sudirjo, mengatakan bahwa penggunaan teknologi dalam pembelajaran, meskipun membawa kemudahan, juga dapat menimbulkan tekanan tambahan bagi para guru.
“Tuntutan untuk menguasai alat pembelajaran digital, menyusun materi yang relevan dengan generasi digital, dan menghadapi perubahan yang terus-menerus bisa menimbulkan stres dan kelelahan mental,”* ujar Prawiro kepada Radar Bekasi,” Rabu (15/10).
Menurutnya, meskipun platform daring memungkinkan keterhubungan secara virtual, hal itu tidak sepenuhnya bisa menggantikan interaksi sosial nyata di lingkungan sekolah.
“Guru bisa merasa terisolasi karena kurangnya tatap muka dengan rekan sejawat maupun siswa. Ini dapat menimbulkan rasa kesepian dan kelelahan emosional,” jelasnya.
Prawiro juga menyoroti pengaruh media sosial dan sistem evaluasi daring terhadap tekanan psikologis yang dirasakan guru. Pemantauan kinerja yang lebih intensif, serta kritik publik yang bisa datang sewaktu-waktu, turut memengaruhi kondisi mental mereka.
“Sekarang semua serba medsos. Guru bisa saja tanpa sadar direkam, diviralkan, atau bahkan dimanipulasi menggunakan teknologi seperti AI. Ini tantangan besar, apalagi jika sudah dibumbui dengan narasi negatif,” tegasnya.
Untuk itu, Prawiro menyarankan agar guru mulai menetapkan batas waktu dalam menggunakan teknologi serta membuat jadwal kerja yang sehat.
“Mereka perlu menemukan keseimbangan antara pekerjaan dan waktu pribadi agar tidak mengalami kelelahan yang berlebihan. Manajemen waktu dan pengelolaan stres menjadi kunci utama,” tambahnya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya dukungan dari pihak sekolah melalui kebijakan yang berpihak pada kesehatan mental guru.
“Sekolah perlu menyediakan layanan konseling, menciptakan lingkungan kerja yang positif, serta program dukungan psikologis. Budaya kerja yang menghargai kesehatan mental sangat penting untuk mengurangi tekanan yang dirasakan guru,” ujarnya.
Lebih lanjut, Prawiro menegaskan bahwa guru saat ini dituntut memiliki kemampuan psikologis yang matang, termasuk penguasaan emosi, kesabaran, dan kedewasaan dalam mengelola kelas.
“Guru perlu bisa memisahkan masalah pribadi dari pekerjaan. Jangan sampai emosi dari rumah terbawa ke sekolah karena bisa berdampak langsung pada siswa. Ini berisiko memicu persoalan baru dalam hubungan guru dan murid,” ungkapnya.
Terkait penggunaan perangkat digital di kalangan siswa, Prawiro juga mengusulkan solusi berupa penyediaan tablet khusus pendidikan sebagai pengganti gadget pribadi. Tablet ini hanya berisi aplikasi dan materi pembelajaran, sehingga lebih aman dan terkendali.
“Ini bisa menjadi salah satu solusi untuk membantu siswa lebih fokus pada pembelajaran dan menyaring konten yang tidak relevan di media sosial,” jelasnya.
Ia mengingatkan, perkembangan media sosial yang begitu cepat membuat banyak orang hanya menilai sesuatu dari satu sisi, yaitu apa yang dilihat di unggahan media.
“Misalnya, jika sebuah video diunggah dengan framing negatif, maka publik akan menyimpulkan hal yang buruk. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru dalam menjaga citra diri serta kesehatan mentalnya agar tidak mudah terpancing,” pungkasnya. (dew)

2 weeks ago
35

















































