Warga Bantar Gebang Tuntut Keadilan Ekologis

1 day ago 17

ANTRE MASUK : Sejumlah truk sampah antre di area TPA Sumur Batu, Kota Bekasi. Para sopir mengaku khawatir dengan kondisi tumpukan sampah yang kerap longsor, terlebih saat musim hujan. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sorotan terhadap gunungan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang kian tajam. Setelah Presiden Prabowo Subianto menilai kondisinya membahayakan, kini masyarakat dan aktivis lingkungan memberi “rapor merah” atas buruknya pengelolaan sampah di kawasan tersebut.

Rapor merah itu diserahkan Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu Har Hary, kepada Wali Kota Bekasi dalam rapat paripurna, Kamis (30/10). Penilaian tersebut menjadi simbol ketidakadilan ekologi yang dialami warga sekitar akibat aktivitas pembuangan dan pengelolaan sampah selama puluhan tahun.

“Ini menjadi perhatian kita semua, khususnya Komisi II untuk mendorong Pemkot Bekasi sebagai pemangku kebijakan memperbaiki kondisi di Bantargebang,” ujar Latu.

Ia menegaskan, rapor merah itu harus dijadikan masukan penting dalam proses perpanjangan kerja sama pengelolaan TPST Bantargebang dengan Pemprov DKI Jakarta. Apalagi, selain TPST Bantargebang, TPA Sumur Batu milik Kota Bekasi juga mendapat sanksi administratif paksaan pemerintah dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

“Warga menuntut keadilan lingkungan yang sudah lama terabaikan. Sudah saatnya keadilan ekologis ditegakkan. Bantargebang harus dipulihkan, bukan terus dikorbankan,” tambahnya.

Nada serupa disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Bekasi, Alit Jamaludin. Ia mengaku menerima banyak aspirasi warga, mulai dari persoalan pencemaran hingga rendahnya akses pendidikan di kawasan tersebut.
“Kita ingin ada pendidikan yang layak di Bantargebang. Sudah saatnya penderitaan warga diakhiri di masa kepemimpinan sekarang,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Wali Kota Bekasi Tri Adhianto tak menampik adanya dampak serius dari aktivitas TPST Bantargebang dan TPA Sumur Batu. Ia mengakui, sebelum munculnya rapor merah dari masyarakat, pengelolaan dua lokasi tersebut telah lebih dulu mendapat sanksi administratif dari KLH.
“Kita hanya punya waktu tiga bulan untuk melakukan langkah-langkah progresif memperbaiki sistem pengelolaan sampah,” kata Tri.

Tri menambahkan, masukan masyarakat dan aktivis lingkungan akan dijadikan bahan evaluasi Pemkot dalam membahas kerja sama dengan DKI Jakarta.
“Saya kira ini jadi masukan penting saat kita bicara dengan DKI soal pengelolaan yang lebih modern,” ucapnya.

Tri meyakini solusi jangka panjang terletak pada pengelolaan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan, sejalan dengan target pemerintah pusat membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di 34 kota dalam dua tahun ke depan.(sur)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |