Realisasi Pendapatan Sektor BPHTB di Kabupaten Bekasi Masih Jauh dari Target

4 hours ago 10

Beranda Berita Utama Realisasi Pendapatan Sektor BPHTB di Kabupaten Bekasi Masih Jauh dari Target

ILUSTRASI BPHTB: Foto udara pusat perbelanjaan di kawasan Grand Wisata, Tambun Selatan, Selasa (21/10). FOTO: ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Realisasi pendapatan daerah dari sektor pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) masih jauh dari target. Hingga memasuki triwulan terakhir 2025, capaian BPHTB baru mencapai sekitar 50 persen dari target yang ditetapkan.

Lambatnya realisasi ini dikhawatirkan mengganggu stabilitas keuangan Pemerintah Kabupaten Bekasi, yang dapat berdampak pada program pembangunan menuju Bekasi Bangkit, Maju, dan Sejahtera.

Pada 2025, target pendapatan BPHTB ditetapkan sebesar Rp1,274 triliun. Namun hingga saat ini realisasi barunya mencapai sekitar Rp624 miliar atau 50,40 persen.

Selain itu, program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) juga masih menyisakan tunggakan BPHTB dari para penerimanya.

“Kami terus berkoordinasi agar alas haknya jelas, termasuk yang dari program PTSL. Itu kan program BPN. Ke depan, mereka (penerima PTSL) diharapkan mulai membayar BPHTB-nya,” ujar Kepala Bapenda Kabupaten Bekasi, Iwan Ridwan, Selasa (21/10).

Iwan menjelaskan, belum maksimalnya BPHTB dipengaruhi pola transaksi jual beli tanah yang tidak terlaporkan dengan baik. Karena itu, penguatan pendataan dianggap penting untuk memastikan setiap transaksi dapat dipungut pajaknya.

Selain persoalan BPHTB, Bapenda Kabupaten Bekasi juga menghadapi tingginya piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mencapai sekitar Rp1 triliun. Angka tersebut merupakan akumulasi piutang lebih dari lima tahun terakhir.

Iwan menyebut, tingginya piutang disebabkan oleh lemahnya penagihan serta adanya data ganda atau anslah pada wajib pajak.

“Nilai loss-nya itu satu triliun lebih dan itu terus bertambah kalau tidak segera dibenahi. Ini yang menjadi fokus kita saat ini. Karena salah satunya karena double anslah itu,” ucap Iwan.

Sekadar diketahui, istilah anslah dalam konteks perpajakan merujuk pada data bermasalah, seperti wajib pajak tidak sesuai, nilai tidak akurat, hingga data ganda pada PBB Perdesaan dan Perkotaan (P2).

Dari identifikasi sementara, masalah paling dominan ditemukan adalah data ganda dan nilai pajak yang tidak sesuai.

“Saat kami data, ternyata ada yang sudah membayar karena itu datanya ganda. Sehingga kami harus inventarisir berapa loss yang sebenarnya terjadi di lapangan. Kemudian jika pun akhirnya dihapuskan piutangnya, kami memiliki dasar itu,” ucapnya.

Meski banyak ditemukan, Iwan mengaku belum dapat memastikan nilai piutang yang muncul akibat data ganda. Saat ini, pihaknya masih berkoordinasi dengan Kantor Pertanahan untuk melakukan sinkronisasi data.

Sinkronisasi tersebut juga mencakup penyesuaian nilai pajak berdasarkan luas lahan yang tercantum dalam sertipikat tanah.

“Termasuk nilai pajak yang nilainya kurang. Misalkan di data pembayaran sekian tapi ternyata luas lahannya jauh lebih besar dari itu. Atau bahkan lebih bayar, kami akan sesuaikan juga,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Penasehat Bupati Bekasi, Rieke Diah Pitaloka, menegaskan bahwa peningkatan pendapatan daerah menjadi krusial di tengah melemahnya keuangan daerah. Ia mendorong pemerintah daerah memperbaiki sistem pendataan melalui Data Desa Presisi.

“Sudah dibahas nanti bagaimana pendataan dilakukan rigid. Saat ini pendataan sudah rampung untuk dua kecamatan tinggal tahun depan seluruh kecamatan rampung sehingga peningkatan pendapatan ini diharapkan bisa tepat sasaran,” ucapnya.(and)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |