RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kebijakan pemerintah melegalkan umrah mandiri mendapat sambutan hangat dari publik. Sebab, biaya umrah menjadi lebih murah. Jamaah juga bisa menentukan sendiri rencana perjalanannya.
Meski demikian, bagi para pengusaha travel umrah, kebijakan itu dinilai berpotensi membawa dampak negatif. Misalnya, jadi ajang sekelompok orang untuk merekrut jemaah umrah, padahal niatnya adalah menipu.
Protes terhadap umrah mandiri sejatinya tidak muncul baru-baru ini saja. Sejak pembahasan RUU Haji dan Umrah di DPR, asosiasi travel sudah menyampaikan keberatan adanya skema umrah mandiri.
“Waktu masih pembahasan di DPR, kami di Bersathu sudah menyuarakan penolakan,” kata Ketua Umum Kebersamaan Pengusaha Travel Haji Umrah (Bersathu) Wawan Suhada (26/10).
Menurut dia, pasal tentang umrah mandiri merupakan sebuah inkonsistensi. Wawan mengatakan di UU Haji dan Umrah yang baru, tidak ada penjelasan lebih lanjut soal umrah mandiri.
Apakah umrah mandiri itu adalah umrah yang benar-benar dilakukan secara perorangan atau maksimal sekeluarga. Atau apakah umrah mandiri itu bisa juga sekelompok orang berangkat umrah, namun tidak melalui travel umrah yang resmi berizin di Kemenag.
Dengan sifat yang masih umum dan tanpa penjelasan detail tersebut, umrah mandiri rawan memicu penyimpangan. Misalnya ada orang yang menghimpun dana masyarakat dengan promosi umrah mandiri. Tetapi ternyata orang yang menghimpun dana tersebut berniat membawa kabur uang jamaah.
Selain itu, Wawan mengatakan, ketika pasal soal umrah mandiri tidak diatur lebih detail, petugas di lapangan rentan kesulitan melakukan pemantauan. Dalam pelaksanaannya di lapangan nanti, aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait akan kesulitan menerapkan undang-undang tersebut.
“Lalu yang paling penting, dapat terjadi potensi penyalahgunaan. Ketidakjelasan pasal-pasal dalam undang-undang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan pribadi maupun kelompok,” tegas Wawan.
Dia mengakui bahwa umrah merupakan bagian dari ibadah dan semua masyarakat bisa bebas melaksanakannya. Namun, harus ada pendampingan terkait pelaksanaan ibadahnya. Sebab, ada ketentuan rukun dan syarat umrah. Berbeda dengan pelesiran atau berwisata.
Wawan menekankan, jangan sampai sudah keluar uang besar, namun dalam pelaksanaan umrah terdapat ketidaksesuaian rukun atau syariat.
Sebelum pemerintah memayungi umrah mandiri, sebenarnya sudah ada warga yang melakukannya. Salah satunya adalah Nabilla Tashandra. Dia mengatakan, dengan dilegalkannya umrah mandiri, seharusnya ada regulasi pendukung yang menyertai. Dengan begitu, umrah mandiri lebih nyaman dan aman.
Misalnya, regulasi untuk mempermudah pengajuan visa. Lalu, disediakan paket-paket umrah yang bisa dimodifikasi sendiri sesuai kebutuhan. Sebab, pada dasarnya umrah mandiri diminati selain karena alasan biaya juga lantaran kefleksibelannya.
“Termasuk soal pengawasan. Soalnya ada isu pelaku umrah mandiri yang menggelandang alias gak jelas hotelnya di Saudi, atau ada yang pergi bener-bener sendiri, terus sakit di hotel dan nggak ketahuan,” paparnya.
Dia berharap pemerintah bisa memberikan edukasi masif tentang umrah mandiri ini. Sebab, publik hanya tahu bahwa umrah mandiri lebih murah. Padahal, ada hal-hal yang perlu diperhatikan, terutama untuk jemaah lansia atau mereka yang jarang bepergian sendiri ke luar negeri.
Pemerintah juga diminta tetap menggandeng biro travel umrah. Menurutnya, banyak biro travel yang sebetulnya menawarkan pembuatan visa untuk umrah mandiri, tak hanya menawarkan paket. Sehingga kekhawatiran mereka atas keberlangsungan bisnisnya bisa sedikit teratasi. “Jangan sampai kebijakan ini malah menimbulkan banyak masalah baru,” tegasnya.
asha sendiri berangkat umrah mandiri pada November 2024 lalu bersama dua temannya. Pada Maret 2024, dia nekad memesan sendiri tiket pesawat.
“Jadi atau nggak jadi berangkat, aku serahkan aja sama Allah, yang penting niat dulu. Insya Allah kalau niatnya baik akan dilancarkan,” kenangnya.
Meski mbonek, dia sudah mempelajari apa saja yang diperlukan untuk bisa berangkat umrah mandiri. Termasuk soal pengajuan visa hingga mencari muthowif sebagai pemandu ibadah selama di Saudi.
“Jadi visa diurusin sama warga lokal yang punya biro atau jasa umrah, dan biasa mendampingi WNI untuk umrah juga. Ini yang nemu salah satu temenku,” ungkapnya.
Diakuinya, berangkat sendiri untuk ibadah umrah ini ada plus minusnya. Nilai plusnya tentu pada urusan biaya. Perjalanan umrahnya hanya menghabiskan tak lebih dari Rp 20 juta.
Padahal, itu sudah ditambah dengan mampir ke dua negara lain. Yakni Oman dan Qatar. Termasuk singgah ke Jeddah. Di tempat-tempat yang disinggahi, mereka pun sempat kulineran dan coba-coba layanan bus wisata hingga naik taksi.
Angka tersebut tentu jauh lebih murah ketimbang paket yang ditawarkan oleh kebanyakan travel umrah. Rata-rata untuk paket 7 hari sekitar Rp 25 juta sampai Rp 35 jutaan.
“Kami juga nggak ngirit-ngirit banget dan soal budget ini sebetulnya sangat masih bisa ditekan,” jelasnya.
Poin plus lainnya, kata dia, perjalanan lebih santai dan tidak diburu-buru. Enaknya lagi, karena sejak awal sudah tahu harus mengurus semua sendiri, maka mereka bertiga dapat membuat itinerary sendiri. Semua persiapan juga dilakukan bersama, termasuk soal fisik. Jadi, relatif tidak ada kesenjangan, termasuk dalam hal kebugaran.
“Minusnya, mungkin karena semua diatur sendiri ya. Jadi perencanaan harus benar-benar matang kalau nggak mau ada yang missed,” ungkapnya. Mereka bahkan harus “technical meeting” beberapa kali sebelum berangkat untuk memastikan tidak ada yang terlewat, utamanya rukun umrah.
Minusnya, ketika ada kejadian di luar rencana, mereka harus benar-benar mengurus sendiri. Misalnya ketika air zamzam mereka hilang di bandara Soekarno-Hatta. Mereka yang sedang kelelahan karena terbang berjam-jam dan usai mampir ke gurun di Doha terpaksa harus mengurus bagasi zamzam yang keselip setibanya di Jakarta.
“Setelah beberapa jam, akhirnya kami pulang karena zamzam baru bisa diambil besok,” kenangnya.
Kejadian ini tentu tak membuatnya kapok. Sebab menurutnya, setiap perjalanan memang akan ada saja kejadian tak terduga. Karena itu, sejak awal hal tersebut harus dipahami oleh traveler.
Sekedar diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 8 Tahun 2019 pada 4 September lalu. Pengesahan itu menandai berlakunya regulasi baru hasil Revisi Undang-Undang (RUU) Haji dan Umrah. Undang-undang baru itu melegalkan umrah mandiri, mengatur masa tunggu haji kedua hingga 18 tahun, serta memperkenalkan sistem pembayaran angsuran untuk biaya perjalanan ibadah haji (bipih).
Umrah mandiri yang merupakan terobosan utama dalam undang-undang itu diatur dalam pasal 86 (1). Pasal tersebut menyatakan, ibadah umrah dapat dilakukan melalui penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU), secara mandiri, atau melalui Kementerian Agama.(mia/wan/oni)

1 week ago
30















































