Industri Alat Berat Indonesia Jadi Pemain Dunia

1 week ago 23

Beranda Industri Industri Alat Berat Indonesia Jadi Pemain Dunia

Peluncuran buku 50 Tahun Industri Alat Berat Indonesia Menjadi Pemain Dunia, Senin (27/10/2025). Foto: Zakky Mubarok/Radarbekasi.id

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Inilah buku besar industri alat berat Indonesia. Judulnya: 50 Tahun Industri Alat Berat Indonesia Menjadi Pemain Dunia. Buku tersebut ditulis Agus Tjahajana Wirakusumah dan Pratjojo Dewo Sridadi, diluncurkan Senin (27/10/2025).

Kompetensi penulis buku ini sangat tepat dan tidak dapat diragukan. Keduanya, saling melengkapi, yaitu Agus Tjahajana Wirakusumah dan Pratjojo Dewo Sridadi.

Agus Tjahajana Wirakusumah alumnus ITB yang mengetahui dan memahami seluk beluk perjalanan industri alat berat Indonesia dari sisi regulasi.

Agus terlibat banyak dalam penyusunan regulasi tentang industri alat berat di Indonesia, sejak dimulainya pada tahun 1980-an. Ketika itu, Agus menjadi salah satu Anggota Tim Perumus di Departemen Perindustrian yang merumuskan roadmap bisnis alat berat menjadi industri masa depan dalam negeri.

“Dulu, alat-alat berat itu sepenuhnya impor langsung. Demand-nya hanya 500 unit per tahun,” ungkap Agus dalam peluncuran buku di Aroem Resto and Cafe, Summarecon Bekasi, Senin.

BACA JUGA: PSBB, Kawasan Industri Tetap Beroperasi

Menurut Agus, pemerintah ketika itu ingin alat berat menjadi industri dalam negeri. Tahun 1983 pemerintah menerbitkan aturan alat berat harus jad industri dalam negeri. Tahun 1984 empat jenis alat berat yang dikembangkan di dalam negeri, yaitu crawler bulldozer, hydraulic excavator, motor grader dan wheel loader. Tahun 1985 ditambah dengan motor gilas, baik yang statis maupun getar.

“Optimisme pemerintah ketika itu, industri ini bisa tumbuh karena ada potensi pembangunan ekonomi dari luas wilayah, populasi penduduk yang besar dan kekayaan sumber daya alam Indonesia,” papar Agus yang mantan staf ahli menteri ESDM.

Hasilnya, sambung Agus, industri alat berat saat ini benar-benar tumbuh. Industri ini telah menumbuhkan 250 industri komponen dengan kapasitas produksi 170.000 ton, menyerap 17.000 pekerja. “Dulu sempat ada keraguan, sekarang sirna. Industri alat berat sekarang mampu memproduksi 9.000 unit dari kebutuhan 20.000 unit,” jelas Agus lagi.

Penulis kedua, Pratjojo Dewo Sridadi melengkapi Agus Tjahajana Wirakusumah. Pria yang akrab disapa Pratjojo ini adalah praktisi industri alat berat. Pratjojo bekerja di Komatsu Indonesia dan merintis karirnya dari bawah hingga ke posisi puncak sebagai CEO Komatsu Indonesia.

Pengalaman Pratjojo sebagai eksekutif di industri alat berat menambah bobot buku ini kian membumi bagi para praktisi industri alat berat. Peluang, tantangan, potensi serta model bisnisnya yang dihadapi masyarakat industri alat berat dikupas habis dalam buku ini.

Membaca buku ini sejak halaman satu hingga halaman terakhir, mengajak pembaca menoleh masa lalu, hadir di industri alat berat masa kini dan meneropong masa depan alat berat yang memiliki tantangan sekaligus menjadi potensi sebagai pemain dunia.

Sejarah industri alat berat Indonesia tertuang dalam buku ini lengkap dengan berbagai fase dan mimpi-mimpi masa depan industri ini di Indonesia. Tidak lupa, tantangan masa kini dengan berbagai perjanjian dan kerjasama global dengan negara regional seperti Amerika dan China juga terhampar dalam buku ini.

Buku ini juga dilengkapi dengan kisah sukses sejumlah industri alat berat masa lalu, dan nasibnya saat ini. Termasuk kesuksesan beberapa perusahaan yang kini menjadi ekosistem dalam industri alat berat saat ini.

Tentu saja, pembahasan teknis seperti definisi alat berat beserta mekanisme serta perkembangan teknologi dan model bisnisnya juga dikupas tuntas dalam buku ini.

Peluncuran buku digelar dalam pertemuan komunitas perkumpulan Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi). Hadir juga Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian di Kementerian Perindustrian, Solehan.

Solehan menuturkan kabar baik dari pertumbuhan industri alat berat pada triwulan kedua tahun 2025. “Industri alat berat pada triwulan dua ini naik 5,6 persen. Industri permesinan naik 19 persen. Demand alat berat masih tinggi. Sekitar 8.000 unit per tahun. Indonesia bisa menjadi basis manufaktur untuk mengisi alat berat ke Asia, Amerika dan Eropa,” papar Solehan. (cr1)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |