Implementasi SD-SMP Negeri dan Swasta Gratis di Bekasi Tak Bisa Terwujud dalam Waktu Dekat

3 months ago 99

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan uji materi Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mendorong pemerintah pusat hingga daerah untuk merealisasikan pendidikan gratis di tingkat dasar.

Namun, implementasi kebijakan ini, termasuk di Kota dan Kabupaten Bekasi, diperkirakan belum bisa dilakukan secara menyeluruh dalam waktu dekat karena keterbatasan anggaran.

Putusan MK yang dibacakan pada 27 Mei 2025 itu mewajibkan pemerintah pusat dan daerah menggratiskan pendidikan di sekolah negeri dan swasta untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun, implementasinya harus menyesuaikan dengan kemampuan fiskal dan proses penganggaran daerah.

Menanggapi putusan MK tersebut, Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto menyampaikan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) selamat ini telah memberikan Bantuan Operasional Sekolah dari APBD Kota Bekasi (BOSDA) kepada SD dan SMP swasta. Meskipun tidak serta merta membuat siswa bebas dari biaya pendidikan secara keseluruhan, hal itu disebut sebagai upaya bertahap dari pemerintah.

“Walaupun tidak gratis murni, SD dan SMP itu sudah kita berikan Bos daerah. Bentuknya adalah pendampingan, tentu disesuaikan dengan kemampuan daerah,” katanya.

Selain BOSDA, beberapa tahun terakhir Pemkot Bekasi disebut telah membantu biaya pendidikan siswa dari keluarga miskin yang tidak tertampung di sekolah negeri.

“Tahun ini kalau tidak salah kita anggarkan hampir Rp3 sampai Rp5 miliar untuk kemudian mengcover warga miskin yang kemudian tidak bisa masuk ke dalam sekolah negeri. Program ini sudah berjalan,” tambahnya.

Pemerintah Kota Bekasi perlu menghitung dengar tepat kebutuhan anggaran untuk menindaklanjuti putusan MK tersebut, termasuk memperhitungkan kebutuhan untuk menuntaskan persoalan dunia pendidikan yang saat dihadapi yakni terkait dengan kekurangan guru.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Wildan Fathurrahman, menyambut baik putusan MK tersebut. Menurutnya, ini merupakan bentuk komitmen negara menjamin hak pendidikan bagi seluruh warga negara. Ia juga yakin Pemkot Bekasi mendukung sepenuhnya putusan tersebut, meski membutuhkan waktu untuk implementasi menyeluruh.

Hal ini berkaitan dengan tahapan yang harus dilalui dalam mekanisme penganggaran, serta memperhatikan kemampuan APBD untuk mengcover seluruh SD dan SMP swasta di Kota Bekasi.

“Artinya sekali lagi Kota Bekasi menerima sepenuhnya atas putusan MK tersebut, namun dalam pelaksanaan waktu dekatnya tentu belum bisa sepenuhnya mengaplikasikan di seluruh sekolah swasta di Kota Bekasi,” ungkapnya.

Senada dengan Wali Kota Bekasi, Wildan menyebut Pemkot telah menganggarkan bantuan biaya pendidikan untuk siswa dari keluarga miskin setiap tahunnya. Sedangkan, putusan MK jelas berbeda, seluruhnya mesti gratis tidak membedakan antara siswa dari keluarga miskin atau keluarga mampu.

“Saya dengar pak wali dalam persiapan anggaran 2026 sudah mengalokasikan anggaran dengan mengajak kerjasama sekolah-sekolah swasta yang ada di Bekasi, meski tidak bisa banyak yang diajak Joint dulu karena keterbatasan anggaran,” paparnya.

Kota Bekasi telah mengalokasikan anggaran untuk Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi melebihi Mandatory Spending berdasarkan Undang-undang (UU) sebesar 20 persen. Dimana anggaran yang diberikan untuk Dinas Pendidikan (Disdik) dari APBD mencapai Rp1,8 triliun.

Alokasi anggaran tersebut sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai. Mengingat belum seluruhnya guru dan tenaga teknis di lingkungan Disdik Kota Bekasi diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sisi lain Pemkot Bekasi mesti mencari jalan keluar atas persoalan kekurangan guru yang saya ini dihadapi.

“Jadi kalau kita lihat sejauh ini kenapa besar, jadi memang anggaran belanja pegawainya tinggi. Karena kan masih banyak TKK, dan TKK paling banyak itu di dinas pendidikan,” tambahnya.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Bekasi dinilai juga belum mampu mengimplementasikan putusan MK pada 2025. APBD yang dimiliki daerah industri terbesar di Asia Tenggara ini disebut hanya cukup untuk menggaji pegawai.

“Menurut saya nggak mampu (Pemkab Bekasi), bebannya terlalu berat. Karena hari ini saja tentang gaji pegawai di Dinas Pendidikan sudah menyentuh di angka 45 persen,” ujar Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, Teten Kamaludin, kepada Radar Bekasi, Minggu (1/6).

Berdasarkan data, anggaran Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi sekitar Rp2 triliun dari total APBD Rp8,2 triliun. Namun, sebagian besar terserap untuk gaji pegawai, terutama setelah banyak yang diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Anggaran untuk Dinas Pendidikan itu 20 persen dari APBD kita. Total APBD kita Rp8,2 triliun dikali 20 persen, hampir sama Rp2 triliun. Sebenarnya besar, tapi biaya langsungnya besar karena personilnya banyak,” ungkapnya.

Ia memperkirakan, pelaksanaan pendidikan gratis di Kabupaten Bekasi baru bisa terealisasi paling cepat pada 2026. Itu pun dengan syarat adanya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Hari ini mau tidak mau kita harus mengikuti, hanya saja kemampuan kita masih dalam koridor terbatas, apalagi ditambah dengan beban swasta. Ini tidak mudah menurut saya, perlu kerja keras Kepala Daerah untuk meningkatkan PAD,” ungkapnya.

Untuk saat ini, Teten menegaskan bahwa Pemkab Bekasi tidak akan terburu-buru dalam mengimplementasikan keputusan MK. Pihaknya masih menunggu petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).

“Kita lagi menunggu Juklak Juknis dari Kemendikasmen. Menurut saya, kita tidak bisa juga terburu-buru,” ucapnya.

Ia juga menyarankan agar sekolah swasta diverifikasi kembali, karena masih banyak sekolah di bawah naungan Disdik maupun Kemenag yang pembiayaannya masih berasal dari orangtua siswa maupun APBD.

“Saya belum sempat menghitung totalnya. Dalam waktu dekat setelah keluar Juklak Juknisnya tentang Sisdiknas, kita akan rapat internal menghitung. Makanya saya bilang paling cepat itu 2026,” jelasnya. (sur/pra)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |