Beranda Nasional RKUHAP Disahkan DPR, Habiburokhman Klaim 99,9 Persen Masukan dari Masyarakat Sipil
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, saat konferensi pers di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11). FOTO: TANGKAPAN LAYAR VIDEO
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Rapat Paripurna DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi Undang-Undang pada Selasa (18/11). Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, setelah mendengar laporan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman.
Saat konferensi pers, Habiburokhman, mengklaim bahwa hampir seluruh substansi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru merupakan hasil masukan dari masyarakat sipil.
“Prinsipnya, 100 persen lah, ya. Mungkin 99,9 persen KUHAP baru ini merupakan masukan dari masyarakat sipil, ya,” kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11).
Pernyataan tersebut disampaikan untuk merespons tudingan bahwa sejumlah nama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dicatut dalam proses pembahasan KUHAP. Menurut dia, terutama terkait penguatan peran advokat dan hak tersangka, kontribusi masyarakat sipil justru sangat dominan.
“Terutama dalam penguatan peran advokat dan hak tersangka sebagai mekanisme untuk mengontrol agar aparat penegak hukum tidak melakukan kesewenang-wenangan, ya. Jadi itu yang soal pencatutan,” jelas Habiburokhman.
Habiburokhman menjelaskan bahwa selama proses penyusunan dan pembahasan, sedikitnya 100 kelompok hadir memberikan pandangan. Beberapa di antaranya bahkan menamakan diri sebagai Koalisi Masyarakat Sipil. Tim sekretariat kemudian melakukan klasterisasi untuk merangkum beragam masukan tersebut.
Ia mengakui tidak semua usulan dapat diakomodasi sepenuhnya, namun sejumlah poin penting tetap dimasukkan dalam draf RKUHAP.
“Memang pada akhirnya tidak semua redaksi ya, yang diusulkan itu diakomodir 100 persen,” ucapnya.
Salah satu usulan yang diakomodasi adalah perluasan objek praperadilan, termasuk penelantaran laporan (undue delay) dan penangguhan penahanan. Selain itu, masukan dari Universitas Indonesia (UI) yang disampaikan Taufik Basari mengenai larangan penyiksaan dan intimidasi dalam pemeriksaan juga diadopsi.
“Dua (poin) itu kita akomodir, kita masukkan di pasal-pasal terkait objek praperadilan. Begitu juga masukan dari Universitas Indonesia (UI) yang disampaikan oleh sahabat saya, rekan Taufik Basari di antaranya soal larangan terjadinya penyiksaan dan intimidasi dalam pemeriksaan. Itu kita masukkan, ya,” jelasnya. (oke)

7 hours ago
16

















































