Industri Perhotelan di Kota Bekasi Tertekan Kebijakan Efisiensi

1 day ago 13

Beranda Berita Utama Industri Perhotelan di Kota Bekasi Tertekan Kebijakan Efisiensi

JASA : Seorang pelayan restoran di kawasan Bekasi Selatan tampak mengantarkan pesanan makanan kepada pelanggannya. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bekasi mengungkap kondisi industri perhotelan yang tengah tertekan akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.

Dampaknya terasa langsung pada penurunan okupansi hingga merosotnya jumlah agenda kementerian yang biasa menjadi penopang pendapatan hotel.

Ketua BPC PHRI Kota Bekasi, Yogi Kurniawan, mengatakan kondisi ekonomi membuat sektor pariwisata harus bekerja ekstra adaptif.

Momen Rapat Kerja Cabang (Rakercab) PHRI Kota Bekasi pun dimanfaatkan untuk mengevaluasi program 2025 sekaligus menyusun langkah menghadapi tekanan ekonomi.

“Memang ada beberapa kebijakan pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung membuat industri pariwisata sedikit tertekan,” ujar Yogi di acara Rakercab di Kawasan Bekasi Timur, Kota Bekasi, Kamis (20/11).

Meski begitu, Yogi menilai dalam beberapa waktu terakhir kondisi pariwisata di Kota Bekasi mulai menunjukkan perbaikan. Ia berharap pelaku industri tetap adaptif menghadapi tantangan ekonomi.

“Kami berharap ke depan akan terus membaik. Industri pariwisata tidak boleh menyerah dengan kondisi apa pun dan harus tetap adaptif,” tegasnya.

Yogi juga optimistis roda ekonomi di Kota Bekasi dapat kembali bergerak naik.

“Insyaallah dengan semangat juang yang pantang menyerah, ekonomi khususnya di Kota Bekasi dapat lebih meningkat kembali,” tambahnya.

General Manager Hotel Grand Caman Jatibening yang juga Ketua Panitia Rakerda, Riza Bayu Aji, menyebut efek efisiensi anggaran sangat terasa di hotel-hotel Bekasi.

Ia mengungkap perbandingan mencolok antara situasi saat ini dan tahun-tahun sebelumnya.

“Dulu satu kementerian bisa ada 24 agenda dalam setahun. Sekarang hanya 2 sampai 5. Pendapatan hotel turun jauh,” ungkapnya.

Menurut Riza, sektor perhotelan bukan satu-satunya yang terpukul. Efisiensi anggaran juga memukul rantai ekonomi lainnya.

“Bukan hanya hotel. Ada supplier sayur, transportasi, UMKM jajanan pasar, tukang ayam, tukang sayur. Kontribusi pendapatan dari banquet atau acara bisa 60–70 persen. Saat itu ditekan, efeknya sangat besar,” tegasnya.

PHRI menilai kebijakan efisiensi perlu mempertimbangkan dampak luas sebelum diterapkan. Riza menegaskan bahwa pelaku industri seharusnya dilibatkan, karena mereka adalah mitra pemerintah.

“Kami ini partner, bukan rival. Setiap ada kebijakan, mohon kami dilibatkan. Selama ini masih terlibat, tapi kontribusinya sangat kecil,” katanya.

PHRI Bekasi juga mulai memperluas keanggotaan dengan mengajak hotel-hotel yang belum bergabung. Tujuannya memperkuat posisi organisasi saat berdialog dengan pemangku kebijakan.

“Kalau hanya satu dua hotel bicara, sulit didengar. Tapi kalau atas nama institusi besar, pemerintah akan mempertimbangkan lebih serius,” pungkasnya. (rez)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |