
Oleh: Dahlan Iskan
Berapa kalikah Presiden Prabowo Subianto ke luar negeri selama satu tahun masa jabatannya?
“Berdasarkan laporan media, dalam satu tahun pertama kepemimpinannya tercatat 35 hingga 36 kali kunjungan ke luar negeri”.
Yang menjawab itu ChatGPT. Dari jumlah itu, tiga kali yang sangat menonjol: saat gebrak podium di sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, saat menghadiri parade militer di Beijing, dan menghadiri penandatanganan damai Palestina-Israel.
Rasanya saya tidak percaya pada jawaban ChatGPT itu. Masak sih begitu banyak? Tapi saya memang tidak mencatat sendiri kapan saja presiden ke luar negeri.
Yang saya ingat sampai sekarang: Presiden Soeharto tidak pernah ke luar negeri selama lima tahun pertama masa jabatan beliau.
Saat Pak Harto tampil memimpin Indonesia keadaan dalam negeri memang lagi gawat. Tujuh jenderal diculik dan dibunuh. Ratusan ribu anggota Partai Komunis Indonesia kehilangan nyawa dan keluarga. Ekonomi nyaris bangkrut. Inflasi pernah 600 persen.
Pak Harto pilih konsentrasi penuh di dalam negeri. Krido Pak Harto amat terkenal: Trilogi Pembangunan –stabilitas, pertumbuhan, pemerataan. Kelak, di tahun 1983, setelah tiga kali Repelita, Trilogi itu diubah urutannya: pemerataan hasil-hasil pembangunan, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, stabilitas nasional yang dinamis.
Di masa Prabowo, keadaan sedang normal. Begitu menjabat bisa langsung bergerak. Yang sangat positif adalah dihapuskannya Kementerian Badan Usaha Milik Negara –seraya dibentuknya superholding Danantara. Hasilnya memang belum kelihatan tapi keberanian mewujudkan superholding itu luar biasa. Digantinya dirut Garuda Indonesia yang baru menjabat beberapa bulan, Wamildan Tsani, tentu hasil evaluasi di Danantara.
Keberanian Prabowo mengganti Menkeu Sri Mulyani seraya mengangkat Purbaya Yudhi Sadewa sebagai penggantinya, juga luar biasa.
Pun keberanian mengganti Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, Menko Polkam Budi Gunawan, dan Menpora Dito Ariotedjo.
Keberanian itu sampai-sampai memunculkan harapan Prabowo juga akan berani melakukan reshuffle kabinet yang lebih besar.
Maka ramai spekulasi reshuffle besar-besaran akan terjadi tanggal 8 Oktober –mengingat saktinya angka delapan di mata Prabowo. Ketika tanggal itu berlalu begitu sendu orang berharap ke tanggal 17 Oktober –satu tambah tujuh delapan juga. Dan ketika tanggal 17 berlalu, orang masih berharap pada tanggal 20 Oktober –sekaligus menandai satu tahun pemerintahan Prabowo.
Sampai pun tanggal 20 reshuffle tidak terjadi. Maka tidak ada lagi yang berharap-harap.
Harapan yang tersisa: semoga pemerintahan Prabowo berhasil.
Hasil survei yang dipublikasikan pemerintah, keberhasilan itu sudah nyata: tingkat kepuasan pada Prabowo mencapai 78,3 persen. Itu berdasar hasil survei yang dilakukan Poltracking Indonesia. Tingkat kepuasan kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka juga amat tinggi: 71 persen.
Program unggulan swasembada pangan tercapai dengan sangat baik –didukung curah hujan sepanjang tahun. Swasembada energi masih bersifat usaha –antara lain menangkap “raja BBM” Reza Khalid dan operasi tambang batu bara ilegal.
Nilai tukar rupiah belum bisa menguat sedikit pun, tapi inflasi sangat terkendali –antara lain dengan cara mengerahkan polisi memaksa petani menjual gabah dengan harga yang ditentukan.
Program unggulan Makan Bergizi Gratis sudah mencapai lebih 30 juta siswa dengan catatan banyak kasus keracunan. Kabar baiknya: pemerintah tidak memaksakan menghabiskan anggaran MBG sehingga sisa dana Rp 70 triliun dikembalikan ke kas negara.
Unggulan lainnya, koperasi desa Merah Putih, memang sudah terbentuk merata –tapi umumnya belum berani bergerak.
Satu tahu pertama pun sudah dilewati Prabowo dengan sedikit gejolak di akhir Agustus. Tahun kedua dimulai besok pagi. Masa jabatan itu sudah berkurang 20 persen. Waktu berjalan cepat.
Prabowo tentu sangat puas dengan hasil survei tingkat kepuasan itu. Apalagi Wapres Gibran.
Bagi yang tidak puas gampang saja: lakukan sendiri survei ke tetangga sekitar Anda.(Dahlan Iskan)