Proyek Pelabuhan Paljaya di Tarumajaya Terancam Mangkrak, Izin Belum Terbit

2 weeks ago 26

Beranda Cikarang Proyek Pelabuhan Paljaya di Tarumajaya Terancam Mangkrak, Izin Belum Terbit

TERANCAM MANGKRAK: Foto udara PPI Paljaya di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Rabu (12/11). FOTO: ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Polemik pagar laut di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi kembali mencuat. Pagar laut yang dibangun untuk pengembangan alur pelabuhan sebagai bagian dari penataan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) menjadi kawasan Pelabuhan Paljaya terancam mangkrak.

Proyek ini dikerjakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) bekerja sama dengan PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN), sebagai tindak lanjut Perjanjian Kerja Sama (PKS) nomor 45/PEM.04.04.BPKAD 019/TRPN/VI/2023 tanggal 23 Juni 2023.

Namun, PT TRPN sebagai pengembang Kawasan Pelabuhan Paljaya hingga kini tak kunjung mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Rodin (42), salahsatu nelayan setempat, mengatakan bahwa aktivitas di PPI Paljaya sudah lama tidak terlihat, baik di darat maupun di lokasi pagar laut.

“Sudah lama begini aja paska rame-rame yang disegel terus dibongkar. Gak ada pembangunan sama sekali,” ucap Rodin, Rabu (12/11).

Terkait aktivitas pagar laut yang sempat dibongkar, Rodin mengakui masih ada beberapa bambu yang tersisa. Beberapa akses keluar-masuk nelayan menuju laut sudah terbuka, meski kondisi bambu yang menjadi pagar masih mendominasi.

“Kalau dari darat emang gak kelihatan, cuma kalau naik perahu sampai ke tengah itu masih banyak bambu (pagar),” tambahnya.

Sementara itu, kuasa hukum PT TRPN, Deolipa Yumara, menjelaskan bahwa pihaknya masih terikat kontrak kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat hingga 2028. Kontrak dengan nomor 45/BPKAD itu mewajibkan pemanfaatan lahan untuk pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan serta pengelolaan PPI Paljaya.

“Kontrak ini berupa kontrak sewa lahan, yang juga mencakup rencana pembangunan pelabuhan dan fasilitas ruang pelabuhan. Kontraknya berlangsung selama lima tahun, sampai 2028 dan kedua pihak masih terikat secara hukum,” kata Deolipa.

Dalam kontrak tersebut, Deolipa menjelaskan, PT TRPN memiliki kewajiban menyusun dokumen penting sebagai bagian dari tahapan pembangunan pelabuhan. Dokumen itu meliputi master plan penataan kawasan PPI Paljaya, studi kelayakan proyek (feasibility study/FS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), serta detail engineering design (DED).

“TRPN wajib menyusun empat hal penting, yaitu feasibility study, master plan kawasan, detail engineering design, dan Amdal pelabuhan perikanan. Ini semua merupakan kewajiban yang tertuang dalam kontrak,” tuturnya.

Namun, setelah penyegelan oleh KKP, pembangunan fisik PPI Paljaya tidak dapat dilanjutkan karena satu izin penting, yakni Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL), belum diterbitkan. Izin ini menjadi dasar hukum agar pembangunan di kawasan pesisir dapat dilakukan sesuai ketentuan. Padahal, PT TRPN telah mengajukan izin tersebut sejak Februari 2025.

“Tetapi sampai November ini belum juga diterbitkan. Padahal, kalau kami memaksakan kegiatan tanpa izin itu, bisa dianggap melanggar aturan dan berpotensi menimbulkan persoalan hukum,” ujar Deolipa.

Ia menambahkan, keterlambatan penerbitan izin dari pemerintah pusat menjadi hambatan bagi perusahaan yang ingin berinvestasi dan dapat menyebabkan mangkraknya pembangunan PPI Paljaya. Proses birokrasi yang panjang dianggapnya menghambat pelaksanaan proyek. Deolipa berharap KKP segera memberikan perizinan agar pembangunan dapat dilanjutkan.

“Kami meminta kepada KKP agar lebih memperhatikan pengusaha yang patuh aturan dan serius berinvestasi. Tolong percepat proses perizinan seperti PKKPRL ini, supaya tidak menghambat kegiatan investasi yang justru bermanfaat bagi daerah dan negara,” tandasnya. (ris)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |